Bekukung: Merajut Kekuatan dan Kesejahteraan Ibu Pascapersalinan dalam Lingkaran Tradisi
Di tengah deru modernisasi dan kemajuan ilmu kedokteran, masih banyak tradisi lokal yang bertahan, menjadi benteng kearifan nenek moyang yang tak lekang oleh zaman. Salah satu di antaranya adalah tradisi Bekukung, sebuah ritual pascapersalinan yang kaya makna dan filosofi, khususnya ditemukan dalam masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan. Lebih dari sekadar praktik fisik, Bekukung adalah sebuah proses holistik yang mencakup aspek spiritual, emosional, dan sosial, dirancang untuk mengembalikan kekuatan ibu setelah melahirkan, sekaligus mempererat ikatan kekeluargaan dan komunitas.
Kata "Bekukung" sendiri secara harfiah dapat diartikan sebagai "mengurung diri" atau "bersembunyi". Namun, makna sesungguhnya jauh melampaui arti harfiah tersebut. Ia merujuk pada periode isolasi atau pembatasan aktivitas tertentu yang dijalani seorang ibu setelah melahirkan, demi pemulihan tubuh dan jiwa. Selama periode ini, ibu dan bayi akan mendapatkan perhatian dan perawatan khusus, mengikuti serangkaian tata cara yang telah diwariskan secara turun-temurun, membuktikan bahwa kesejahteraan ibu dan anak adalah prioritas utama dalam budaya tersebut.
Latar Belakang dan Filosofi Bekukung
Tradisi Bekukung berakar kuat pada pemahaman masyarakat Banjar tentang tubuh wanita, siklus kehidupan, dan hubungan manusia dengan alam serta dunia spiritual. Setelah melahirkan, tubuh ibu dianggap berada dalam kondisi "dingin" dan rentan. Dinding rahim masih belum kembali ke posisi semula, otot-otot perut mengendur, dan energi vital terkuras. Selain itu, pada masa ini ibu juga dianggap lebih rentan terhadap gangguan dari dunia gaib (supranatural) karena "pintu" antara dua dunia tersebut dianggap lebih terbuka. Oleh karena itu, Bekukung hadir sebagai solusi komprehensif untuk mengatasi kerentanan fisik dan spiritual ini.
Filosofi utama Bekukung adalah restorasi dan perlindungan. Restorasi berarti mengembalikan kondisi tubuh ibu seperti sedia kala, mengencangkan kembali otot-otot, menghangatkan tubuh, dan memulihkan energi. Perlindungan berarti menjaga ibu dan bayi dari hal-hal negatif, baik yang bersifat fisik (misalnya penyakit) maupun metafisik (gangguan roh jahat atau nasib buruk).
Pentingnya Periode Pascapersalinan dalam Perspektif Tradisi
Dalam banyak budaya tradisional, periode pascapersalinan dipandang sebagai masa krusial yang memerlukan perhatian khusus. Ini bukan hanya tentang pemulihan fisik, tetapi juga transisi identitas seorang wanita dari "wanita hamil" menjadi "ibu". Tradisi Bekukung sangat mengakui pentingnya transisi ini. Dengan memberikan ruang dan waktu khusus, masyarakat memastikan ibu dapat pulih sepenuhnya, baik secara fisik maupun mental, sebelum kembali menjalankan perannya dalam keluarga dan masyarakat.
Selain itu, Bekukung juga menekankan pentingnya peran keluarga dan komunitas. Ibu yang baru melahirkan tidak diharapkan untuk berjuang sendirian. Sebaliknya, seluruh keluarga, terutama para wanita senior seperti ibu atau nenek, serta bidan kampung, akan bahu-membahu merawat ibu dan bayi. Ini mencerminkan nilai gotong royong dan kepedulian sosial yang tinggi dalam masyarakat Banjar.
Tahapan dan Praktik dalam Tradisi Bekukung
Tradisi Bekukung memiliki serangkaian tahapan dan praktik yang detail, yang semuanya dilakukan dengan tujuan tertentu. Durasi Bekukung bervariasi, namun umumnya berlangsung selama 40 hari (sering disebut "masa empat puluh") atau kadang diperpanjang hingga 100 hari, tergantung pada kondisi ibu dan bayi serta kesepakatan keluarga.
1. Persiapan Awal
Sebelum Bekukung dimulai, beberapa persiapan penting dilakukan. Ini termasuk menyiapkan ramuan herbal tradisional, alat-alat yang diperlukan, serta tempat khusus bagi ibu dan bayi. Ruangan biasanya diatur agar hangat dan nyaman, seringkali dengan penerangan yang redup dan dihindari dari angin langsung. Keluarga juga akan memastikan persediaan makanan dan minuman yang sesuai dengan pantangan Bekukung sudah tersedia.
- Ramuan Herbal: Berbagai jenis daun, akar, dan rempah-rempah yang memiliki khasiat menghangatkan, melancarkan peredaran darah, dan mengobati luka.
- Minyak Urut Tradisional: Dibuat dari campuran kelapa, jahe, kunyit, dan rempah lainnya untuk pijatan.
- Tungku Arang (Pangganan): Untuk menghangatkan ruangan atau bahan tertentu.
- Kain Panjang (Tali Kundur/Barut): Untuk membungkus perut ibu.
2. Praktik Inti Selama Bekukung
a. Sasapu atau Pijat Urut
Sasapu adalah praktik pijat urut tradisional yang dilakukan secara rutin oleh bidan kampung atau wanita senior yang berpengalaman. Pijatan ini fokus pada area perut, pinggang, dan punggung untuk membantu mengembalikan posisi rahim, melancarkan peredaran darah, serta meredakan nyeri dan pegal-pegal. Penggunaan minyak urut tradisional dengan kandungan jahe atau pala akan memberikan sensasi hangat yang sangat membantu pemulihan.
Pijatan Sasapu bukan hanya tentang sentuhan fisik, melainkan juga komunikasi energi. Tangan-tangan terampil yang memijat seringkali disertai dengan mantra atau doa-doa ringan yang diyakini dapat mempercepat pemulihan dan memberikan perlindungan spiritual.
b. Batatambay atau Mandi Uap/Mandi Rempah
Batatambay adalah mandi dengan air rebusan rempah-rempah hangat. Rempah-rempah yang digunakan bervariasi, namun umumnya mencakup daun sirih, serai, daun pandan, kunyit, jahe, dan beberapa jenis daun hutan yang dipercaya memiliki khasiat antibakteri, anti-inflamasi, dan penghangat. Uap dari air rebusan rempah ini diyakini dapat membuka pori-pori, melancarkan peredaran darah, membersihkan tubuh, dan memberikan efek relaksasi. Terkadang, praktik ini juga dilakukan dengan berendam atau "tangas" (mandi uap) yang lebih intens, di mana ibu duduk di atas wadah berisi air rebusan rempah.
Manfaat dari Batatambay sangat banyak, meliputi detoksifikasi kulit, mengurangi bau badan pascapersalinan, mempercepat penyembuhan luka jahitan, serta memberikan sensasi kesegaran dan kehangatan yang mendalam bagi tubuh yang lelah. Aroma rempah juga berfungsi sebagai aromaterapi alami yang menenangkan.
c. Bapingkut atau Membungkus Perut (Berbarut)
Setelah Sasapu dan Batatambay, ibu akan dibaringkan dan perutnya diikat ketat dengan kain panjang khusus yang disebut "tali kundur" atau "barut". Tujuan utama Bapingkut adalah untuk mengencangkan kembali otot-otot perut yang kendur setelah melahirkan, membantu mengembalikan posisi rahim, serta mencegah perut buncit. Ikatan ini dilakukan dengan teknik tertentu agar nyaman namun efektif.
Praktik Bapingkut ini bukan hanya memberikan dukungan fisik pada perut, tetapi juga secara simbolis memberikan rasa "terlindung" dan "tertutup" bagi organ-organ dalam ibu. Dalam kepercayaan tradisional, perut yang tidak diikat dianggap "terbuka" dan rentan terhadap masuknya angin jahat atau gangguan non-fisik.
d. Manggang atau Memanggang/Menghangatkan Tubuh
Manggang adalah proses menghangatkan tubuh ibu di dekat tungku arang tradisional yang diisi dengan rempah-rempah tertentu atau dedaunan wangi. Ibu akan berbaring di atas tempat tidur dengan perut terbuka, atau sesekali duduk di dekat api kecil tersebut. Panas dari api diyakini dapat membantu mengeringkan luka, melancarkan sirkulasi darah, mengeluarkan racun dari tubuh melalui keringat, dan mengembalikan "panas" tubuh yang dianggap hilang setelah melahirkan.
Praktik Manggang seringkali menjadi momen relaksasi mendalam bagi ibu, di mana ia dapat beristirahat sambil merasakan kehangatan yang menenangkan. Aroma rempah yang terbakar perlahan juga menambah efek terapeutik.
e. Pantangan Makanan dan Minuman
Selama periode Bekukung, ibu juga diwajibkan mengikuti pantangan makanan dan minuman tertentu. Makanan yang bersifat "dingin", pedas, asam, atau yang dianggap dapat menyebabkan "angin" dalam tubuh dihindari. Sebaliknya, ibu dianjurkan mengonsumsi makanan yang bersifat "hangat", bergizi, dan mudah dicerna seperti nasi dengan lauk ikan gabus (haruan) yang dikukus atau dibakar, sayuran rebus, serta air hangat atau jamu tradisional.
Pantangan ini bukan tanpa dasar ilmiah. Banyak makanan yang dihindari memang dapat memicu gangguan pencernaan atau alergi pada ibu yang sedang dalam masa pemulihan dan menyusui. Sementara itu, ikan gabus kaya akan albumin yang sangat baik untuk mempercepat penyembuhan luka pasca operasi atau persalinan normal.
f. Perawatan Bayi
Selain merawat ibu, tradisi Bekukung juga memberikan perhatian khusus pada bayi. Bayi akan dimandikan dengan air hangat yang kadang dicampur dengan daun-daunan tertentu yang dipercaya dapat menjaga kesehatan kulit bayi. Tali pusat juga dirawat dengan ramuan tradisional. Bayi selalu didekatkan dengan ibunya untuk menumbuhkan bonding dan memfasilitasi proses menyusui yang eksklusif.
Bayi juga sering dipakaikan bedak dingin atau bedak tradisional yang diyakini dapat menjaga kulit bayi tetap sehat dan terlindungi dari biang keringat atau iritasi. Beberapa ritual kecil juga dilakukan untuk bayi, seperti "manyambut" (menyambut kedatangan) yang melibatkan doa-doa dan permohonan keberkahan.
3. Penutup Bekukung (Turun Mandi atau Mandi-Mandi)
Setelah periode Bekukung berakhir, biasanya setelah 40 atau 100 hari, akan diadakan upacara kecil yang disebut "Turun Mandi" atau "Mandi-Mandi". Ini adalah momen simbolis di mana ibu dan bayi secara resmi "keluar" dari masa isolasi dan kembali berinteraksi dengan masyarakat luas. Upacara ini biasanya melibatkan mandi kembang (air yang dicampur bunga-bunga harum), doa bersama, dan jamuan makan. Ini adalah penanda transisi dan perayaan atas kesehatan ibu dan bayi.
Mandi kembang memiliki makna pembersihan dan penyucian, secara spiritual mempersiapkan ibu dan bayi untuk kehidupan baru. Ini juga merupakan kesempatan bagi keluarga dan kerabat untuk berkumpul, memberikan dukungan, dan merayakan kelahiran anggota baru keluarga.
Bekukung bukan sekadar serangkaian praktik, melainkan manifestasi dari pemahaman mendalam akan siklus kehidupan, kebutuhan fisik dan spiritual seorang ibu, serta peran tak tergantikan dari keluarga dan komunitas dalam merawat generasi baru. Ia adalah jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan, menjaga warisan kearifan lokal tetap hidup.
Nilai-nilai dan Makna Kultural Bekukung
Tradisi Bekukung bukan hanya sekadar serangkaian ritual, melainkan cerminan dari nilai-nilai luhur dan pandangan dunia masyarakat Banjar. Ia mengusung makna yang mendalam dan relevan, bahkan di era modern.
a. Penghormatan terhadap Ibu dan Kehidupan
Inti dari Bekukung adalah penghormatan yang tinggi terhadap seorang ibu dan proses kehidupan itu sendiri. Melahirkan adalah perjuangan besar yang membutuhkan pengorbanan fisik dan emosional. Dengan memberikan perawatan holistik selama Bekukung, masyarakat mengakui dan menghargai perjuangan tersebut, memastikan ibu mendapatkan pemulihan yang layak dan dukungan penuh.
b. Keseimbangan Fisik dan Spiritual
Masyarakat Banjar meyakini adanya keseimbangan antara dunia fisik dan spiritual. Kerentanan fisik pascapersalinan dianggap juga membuka kerentanan spiritual. Oleh karena itu, Bekukung dirancang untuk menyeimbangkan keduanya. Pijatan dan ramuan herbal merawat fisik, sementara doa, mantra, dan pantangan menjaga spiritualitas dan melindungi dari hal-hal negatif.
c. Solidaritas dan Gotong Royong
Bekukung tidak bisa dilakukan sendiri. Ia melibatkan peran aktif dari keluarga inti, keluarga besar, tetangga, dan bidan kampung. Keterlibatan ini memperkuat ikatan sosial dan rasa solidaritas dalam komunitas. Ibu yang baru melahirkan merasa didukung dan tidak sendiri, yang sangat penting untuk kesehatan mentalnya.
d. Pelestarian Pengetahuan Lokal
Setiap ramuan, setiap gerakan pijat, dan setiap pantangan dalam Bekukung adalah warisan pengetahuan yang telah teruji selama bergenerasi. Tradisi ini menjadi sarana untuk meneruskan pengetahuan tentang herbal, pengobatan tradisional, dan perawatan pascapersalinan dari satu generasi ke generasi berikutnya, menjaga kearifan lokal agar tidak punah.
Bekukung di Tengah Arus Modernisasi
Di era globalisasi dan modernisasi, banyak tradisi lokal menghadapi tantangan besar, termasuk Bekukung. Kemajuan di bidang kedokteran modern, perubahan gaya hidup, dan migrasi penduduk ke kota-kota besar seringkali menyebabkan tradisi seperti Bekukung mulai ditinggalkan atau dimodifikasi.
Tantangan yang Dihadapi:
- Informasi Medis Modern: Banyak ibu muda yang lebih memilih untuk mengikuti anjuran medis modern yang kadang bertentangan dengan praktik tradisional.
- Ketersediaan Bidan Kampung: Jumlah bidan kampung yang memahami dan mampu melakukan Bekukung semakin berkurang, terutama di perkotaan.
- Gaya Hidup Praktis: Masyarakat modern cenderung mencari solusi yang lebih cepat dan praktis, sementara Bekukung membutuhkan waktu dan komitmen.
- Pantangan: Beberapa pantangan makanan atau aktivitas mungkin dianggap memberatkan atau tidak relevan oleh generasi muda.
- Persepsi Mistis: Beberapa aspek spiritual dalam Bekukung mungkin dianggap takhayul oleh sebagian orang yang lebih rasional.
Upaya Adaptasi dan Pelestarian:
Meskipun menghadapi tantangan, Bekukung menunjukkan daya adaptasi yang luar biasa. Banyak keluarga dan individu yang berusaha melestarikan tradisi ini dengan cara-cara inovatif:
- Integrasi dengan Medis: Beberapa bidan dan tenaga kesehatan mulai mengintegrasikan praktik Bekukung yang bermanfaat (seperti pijatan lembut, diet seimbang, dan istirahat cukup) dengan pengetahuan medis modern.
- Paket Perawatan Pascapersalinan Modern: Beberapa spa atau pusat perawatan ibu pascapersalinan menawarkan "paket Bekukung" yang disesuaikan, menggunakan ramuan herbal dan teknik pijat tradisional namun dengan sentuhan modern dan higienis.
- Dokumentasi dan Edukasi: Ada upaya untuk mendokumentasikan praktik Bekukung secara tertulis atau visual agar tidak hilang. Kegiatan lokakarya dan edukasi juga dilakukan untuk memperkenalkan tradisi ini kepada generasi muda.
- Pengakuan Budaya: Pemerintah daerah atau lembaga kebudayaan mulai mengakui Bekukung sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan, bahkan menjadikannya bagian dari daya tarik wisata budaya.
Melestarikan Bekukung bukan berarti menolak kemajuan, melainkan mencari titik temu antara kearifan lokal dan inovasi modern. Ini tentang menghargai akar budaya sambil tetap terbuka terhadap perkembangan baru demi kesejahteraan ibu dan anak.
Bekukung Sebagai Sumber Kekuatan Mental dan Emosional
Di luar aspek fisik, Bekukung juga memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental dan emosional ibu pascapersalinan. Periode setelah melahirkan adalah masa yang rentan bagi banyak wanita, dengan perubahan hormon yang drastis, kurang tidur, dan tekanan baru sebagai seorang ibu. Bekukung hadir sebagai sistem pendukung yang sangat efektif.
a. Mengurangi Stres dan Kecemasan
Dengan adanya perawatan rutin, perhatian penuh, dan dukungan keluarga, ibu merasa tidak sendiri dalam menghadapi tantangan pascapersalinan. Beban pekerjaan rumah tangga dan tanggung jawab lain diambil alih oleh anggota keluarga, memungkinkan ibu untuk benar-benar fokus pada pemulihan dan bonding dengan bayinya. Hal ini sangat mengurangi tingkat stres dan kecemasan.
b. Mencegah Depresi Pascapersalinan
Depresi pascapersalinan (postpartum depression) adalah masalah serius yang seringkali luput dari perhatian. Lingkungan Bekukung yang tenang, penuh kasih sayang, dan mendukung, dikombinasikan dengan sentuhan fisik dari pijatan dan aromaterapi dari rempah, dapat menjadi faktor pelindung yang kuat terhadap kondisi ini. Ibu merasa dihargai, dicintai, dan mendapatkan ruang untuk memproses pengalaman melahirkannya.
c. Meningkatkan Bonding Ibu dan Bayi
Fokus utama Bekukung adalah ibu dan bayi. Keduanya selalu bersama dalam lingkungan yang hangat dan aman. Kedekatan fisik yang intens ini, ditambah dengan suasana yang mendukung proses menyusui, sangat esensial untuk membangun ikatan emosional (bonding) yang kuat antara ibu dan buah hatinya. Kontak kulit ke kulit yang sering juga merupakan bagian tak terpisahkan dari filosofi Bekukung.
d. Pemberdayaan Wanita
Meskipun Bekukung menempatkan ibu dalam kondisi "dilayani", pada dasarnya ini adalah bentuk pemberdayaan. Masyarakat memberikan waktu dan ruang bagi wanita untuk pulih sepenuhnya sebelum kembali ke peran aktifnya. Ini adalah pengakuan bahwa kesehatan ibu adalah kunci bagi kesehatan seluruh keluarga dan komunitas. Dengan pulih sepenuhnya, seorang ibu akan lebih kuat secara fisik dan mental untuk menjalankan perannya.
Perbandingan Bekukung dengan Tradisi Pascapersalinan Lain
Tradisi perawatan pascapersalinan yang melibatkan "pengurungan" atau "pembatasan" ini tidak hanya ada di Banjar, tetapi juga dapat ditemukan dalam berbagai bentuk di budaya lain di Indonesia maupun di dunia. Ini menunjukkan universalitas kebutuhan ibu untuk pulih setelah melahirkan.
- Malaysia dan Singapura (Pantang): Mirip dengan Bekukung, "pantang" di Malaysia dan Singapura melibatkan periode nifas selama 40-44 hari dengan diet ketat, pijat, mandi herbal, dan penggunaan bengkung (belly binding).
- Jawa (Ngusada): Di Jawa, ada tradisi "ngusada" yang meliputi pijatan, jamu, dan pantangan makanan. Meskipun tidak seintens Bekukung dalam hal isolasi, prinsip pemulihan tubuh dan penghangatan sama.
- Tiongkok (Zuo Yue Zi / "Sitting the Month"): Tradisi Tiongkok ini mengharuskan ibu beristirahat total di rumah selama sebulan penuh, menghindari udara dingin, mandi air dingin, dan mengonsumsi makanan penghangat yang sangat spesifik.
- India (Ayurveda Postpartum Care): Melibatkan pijatan minyak hangat, mandi herbal, diet kaya nutrisi, dan istirahat total untuk memulihkan "agni" (api pencernaan) dan kekuatan tubuh.
Meskipun ada perbedaan detail dalam praktik dan durasi, benang merah yang menghubungkan semua tradisi ini adalah pengakuan akan kebutuhan unik seorang ibu pascapersalinan untuk istirahat, perawatan khusus, dan dukungan komunitas. Ini menegaskan bahwa kearifan lokal telah lama memahami pentingnya kesehatan ibu secara holistik.
Kesimpulan: Bekukung Sebagai Warisan Tak Ternilai
Bekukung adalah lebih dari sekadar tradisi lama; ia adalah warisan kearifan lokal yang sarat makna, filosofi, dan manfaat nyata. Dari praktik pijatan yang menenangkan, ramuan herbal yang berkhasiat, hingga dukungan tak tergoyahkan dari keluarga dan komunitas, setiap aspek Bekukung dirancang untuk mengembalikan kekuatan, keseimbangan, dan kesejahteraan ibu pascapersalinan. Ia adalah sistem perawatan holistik yang mengakui kompleksitas pemulihan fisik, mental, emosional, dan spiritual seorang wanita setelah melahirkan.
Di tengah tantangan zaman, pelestarian Bekukung menjadi krusial. Bukan untuk kembali ke masa lalu secara buta, melainkan untuk menyaring esensi terbaiknya, mengadaptasinya dengan konteks modern, dan mengajarkannya kepada generasi mendatang. Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga sebuah tradisi agar tetap hidup, tetapi juga memastikan bahwa nilai-nilai universal seperti kepedulian, solidaritas, penghormatan terhadap kehidupan, dan pemberdayaan perempuan tetap berakar kuat dalam budaya kita.
Pada akhirnya, Bekukung mengingatkan kita bahwa proses menjadi seorang ibu adalah sebuah perjalanan sakral yang layak mendapatkan dukungan dan perawatan terbaik. Ia adalah jembatan antara kearifan nenek moyang dan harapan masa depan, sebuah penanda kekuatan budaya yang tak lekang oleh waktu, senantiasa merajut kesejahteraan bagi ibu dan generasi penerus bangsa.