Panduan Lengkap Berakikah: Hukum, Tata Cara, dan Hikmahnya

Kelahiran seorang anak adalah anugerah terbesar dari Allah SWT, membawa kebahagiaan dan tanggung jawab baru bagi orang tua. Dalam ajaran Islam, kelahiran ini disunnahkan untuk disambut dengan ibadah aqiqah, sebuah bentuk syukur yang memiliki makna mendalam dan hikmah yang luar biasa. Istilah "berakikah" seringkali digunakan untuk merujuk pada pelaksanaan ibadah ini, yang secara harfiah berarti melakukan aqiqah.

Aqiqah bukan sekadar tradisi, melainkan syariat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, mengandung nilai-nilai spiritual, sosial, dan edukatif. Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk berakikah, mulai dari definisi, hukum, tata cara pelaksanaan yang sesuai syariat, hingga hikmah dan manfaatnya bagi keluarga dan masyarakat. Kami juga akan membahas berbagai aspek penting lainnya, termasuk jenis hewan, waktu pelaksanaan, serta perbedaan pandangan ulama, agar Anda memiliki pemahaman yang komprehensif dan dapat melaksanakan ibadah ini dengan keyakinan penuh.

Bayi dan Hewan Aqiqah Ilustrasi seorang bayi yang baru lahir di samping seekor kambing, melambangkan praktik aqiqah.

Ilustrasi simbolis aqiqah: kelahiran bayi dan hewan sembelihan sebagai wujud syukur.

Apa Itu Aqiqah dan Mengapa Kita Berakikah?

Aqiqah secara etimologi berasal dari bahasa Arab 'aqqa yang berarti memotong. Dalam konteks syariat Islam, aqiqah merujuk pada penyembelihan hewan (kambing atau domba) sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran seorang anak. Ibadah ini diiringi dengan beberapa sunnah lainnya seperti mencukur rambut bayi dan memberikan nama yang baik.

Pentingnya berakikah ditegaskan dalam banyak hadis Rasulullah SAW. Salah satunya adalah sabda beliau, "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh kelahirannya, dicukur rambutnya, dan diberi nama." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan An-Nasa'i). Hadis ini menunjukkan bahwa aqiqah adalah bagian integral dari penyambutan seorang bayi dalam Islam, memiliki kaitan erat dengan keberkahan dan perlindungan bagi anak tersebut.

Tujuan utama berakikah adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas karunia dan amanah berupa anak. Selain itu, ia juga berfungsi sebagai bentuk ketaatan kepada sunnah Nabi Muhammad SAW, menebus bayi dari godaan setan (menurut sebagian ulama), serta mengumumkan kelahiran anak kepada masyarakat luas, yang dapat mempererat tali silaturahmi melalui jamuan makan dari daging aqiqah.

Hukum Berakikah dalam Islam: Sunnah Muakkadah

Mayoritas ulama dari berbagai mazhab (Syafi'i, Hanbali, Maliki) sepakat bahwa hukum berakikah adalah Sunnah Muakkadah. Sunnah Muakkadah adalah sunnah yang sangat dianjurkan, yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala besar, dan jika ditinggalkan tidak berdosa, namun sangat merugi. Rasulullah SAW sendiri dan para sahabatnya banyak melaksanakan aqiqah, yang menunjukkan urgensi ibadah ini.

Pendapat Mazhab dan Dalilnya:

Dari berbagai pendapat di atas, jelaslah bahwa hukum berakikah sangat kuat dalam Islam. Keadaan orang tua yang tidak mampu tidak membatalkan hukum sunnah tersebut, namun tidak pula memaksakan mereka untuk berutang demi melaksanakannya. Namun, jika kemampuan finansial memungkinkan, sangat dianjurkan untuk tidak menunda atau bahkan meninggalkan ibadah ini.

Beberapa ulama bahkan berpendapat bahwa anak yang belum diaqiqahi orang tuanya, setelah baligh dapat mengaqiqahi dirinya sendiri. Ini menunjukkan betapa pentingnya aqiqah sebagai bentuk pengakuan atas eksistensi anak dan haknya untuk diaqiqahi.

Waktu Terbaik untuk Berakikah

Waktu pelaksanaan aqiqah adalah salah satu aspek yang paling sering ditanyakan. Hadis Rasulullah SAW secara jelas menyebutkan hari ketujuh setelah kelahiran sebagai waktu yang paling utama.

"Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh kelahirannya, dicukur rambutnya, dan diberi nama." (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah)

Berdasarkan hadis ini, hari ketujuh adalah waktu yang paling afdal (utama). Namun, bagaimana jika terlewat atau ada halangan? Para ulama memberikan kelonggaran:

Disarankan bagi orang tua untuk berusaha semaksimal mungkin melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh, atau setidaknya pada hari keempat belas atau dua puluh satu, mengingat keutamaan dan keberkahan yang terkandung di dalamnya. Menunda-nunda tanpa alasan syar'i yang kuat tidak dianjurkan.

Jenis Hewan dan Jumlahnya untuk Berakikah

Pemilihan hewan untuk aqiqah juga memiliki ketentuan syariat yang jelas.

Jenis Hewan:

Hewan yang sah untuk aqiqah adalah kambing atau domba. Tidak sah dengan hewan lain seperti sapi, kerbau, unta, atau ayam, meskipun sebagian kecil ulama memiliki pandangan berbeda. Mayoritas ulama berpegang pada hadis-hadis yang secara spesifik menyebutkan kambing/domba.

Kriteria Hewan:

Hewan aqiqah harus memenuhi syarat-syarat tertentu, mirip dengan hewan qurban:

  1. Sehat dan Tidak Cacat: Hewan harus bebas dari cacat yang mengurangi kualitas daging atau mengganggu kesehatannya, seperti pincang parah, sakit parah, sangat kurus, atau buta.
  2. Cukup Umur:
    • Kambing: Minimal berumur satu tahun dan telah masuk tahun kedua.
    • Domba: Minimal berumur enam bulan dan telah masuk bulan ketujuh (atau telah tanggal giginya).
  3. Jantan atau Betina: Boleh menggunakan kambing jantan maupun betina, keduanya sah untuk aqiqah. Tidak ada perbedaan keutamaan antara keduanya dalam hal ini.

Jumlah Hewan:

Jumlah hewan yang disembelih berbeda antara anak laki-laki dan perempuan:

Dalilnya adalah hadis dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang serupa, dan untuk anak perempuan satu ekor kambing." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Ini adalah pendapat jumhur ulama. Meskipun demikian, ada juga ulama yang membolehkan satu ekor kambing untuk anak laki-laki jika kemampuan finansial terbatas, namun tetap menganggap dua ekor lebih afdal.

Kambing untuk Aqiqah Ilustrasi kambing sehat berdiri, melambangkan hewan yang layak untuk disembelih dalam ibadah aqiqah.

Kambing atau domba yang sehat dan cukup umur adalah syarat utama untuk ibadah aqiqah.

Tata Cara Berakikah Sesuai Sunnah

Melaksanakan aqiqah bukan hanya sekadar menyembelih hewan, melainkan mengikuti rangkaian tata cara yang disunnahkan agar ibadah kita diterima oleh Allah SWT.

1. Niat

Niat adalah hal yang paling utama dalam setiap ibadah. Niat berakikah harus karena Allah SWT, sebagai bentuk syukur atas kelahiran anak dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

2. Penyembelihan Hewan

3. Mengelola Daging Aqiqah

Daging aqiqah memiliki ketentuan dalam pengolahannya:

4. Mencukur Rambut Bayi

Ini adalah sunnah lain yang menyertai aqiqah.

5. Memberi Nama yang Baik

Pemberian nama juga merupakan sunnah yang sangat dianjurkan pada hari ketujuh kelahiran. Nama yang baik mengandung doa dan harapan positif bagi masa depan anak. Hindari nama-nama yang memiliki makna buruk atau mengandung syirik.

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian, maka perbaguslah nama-nama kalian." (HR. Abu Dawud)

6. Mendoakan Bayi

Setelah seluruh proses selesai, orang tua dan kerabat yang hadir hendaknya mendoakan kebaikan bagi bayi, agar tumbuh menjadi anak yang saleh/salehah, berbakti kepada orang tua, agama, nusa, dan bangsa.

Hikmah dan Manfaat Berakikah

Ibadah aqiqah bukan hanya sekadar ritual tanpa makna. Di baliknya tersimpan hikmah dan manfaat yang sangat besar, baik bagi anak yang diaqiqahi, orang tua, maupun masyarakat luas.

1. Wujud Syukur kepada Allah SWT

Kelahiran anak adalah karunia dan anugerah terindah dari Allah SWT. Berakikah adalah salah satu cara terbaik untuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang tak ternilai ini. Dengan bersyukur, Allah akan menambah nikmat-Nya.

2. Meneladani Sunnah Rasulullah SAW

Pelaksanaan aqiqah adalah bentuk ketaatan dan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW. Dengan mengikuti sunnah beliau, kita berharap mendapatkan syafaat dan keberkahan dalam hidup.

3. Menebus Anak dari 'Gadaian' Setan (Menurut Sebagian Ulama)

Hadis "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya" ditafsirkan oleh sebagian ulama bahwa anak yang belum diaqiqahi akan terhambat dari keberkahan atau terhalang dari syafaat untuk orang tuanya di akhirat. Beberapa ulama juga menafsirkan bahwa aqiqah dapat melindungi anak dari godaan dan gangguan setan.

4. Mempererat Tali Silaturahmi

Pembagian daging aqiqah kepada tetangga, kerabat, dan fakir miskin menjadi momen untuk berkumpul dan berbagi kebahagiaan. Ini secara otomatis mempererat hubungan sosial dan menumbuhkan rasa kebersamaan di tengah masyarakat.

5. Pengumuman Kelahiran dan Kebahagiaan

Aqiqah menjadi semacam "perayaan" sederhana yang mengumumkan kelahiran seorang anggota baru dalam keluarga dan masyarakat. Ini membantu membangun jaringan sosial dan dukungan bagi orang tua dan anak.

6. Pendidikan Sedekah dan Kedermawanan

Sejak dini, orang tua diajak untuk berderma melalui sedekah daging aqiqah dan sedekah emas/perak seberat rambut bayi. Ini menanamkan nilai-nilai kedermawanan dan kepedulian sosial dalam keluarga.

7. Membersihkan Bayi Secara Simbolis dan Fisik

Mencukur rambut bayi memiliki makna membersihkan bayi dari segala kotoran atau hal negatif yang mungkin melekat sejak dalam kandungan. Secara fisik, ini juga baik untuk kesehatan kulit kepala bayi.

8. Menanamkan Kecintaan pada Agama Sejak Dini

Melalui ibadah aqiqah, anak secara tidak langsung diperkenalkan pada syariat Islam sejak hari-hari pertamanya di dunia. Ini membentuk fondasi spiritual yang kuat bagi tumbuh kembangnya kelak.

Perbandingan Aqiqah dengan Qurban

Meskipun sama-sama melibatkan penyembelihan hewan dan memiliki tujuan ibadah, aqiqah dan qurban memiliki beberapa perbedaan mendasar.

  1. Waktu Pelaksanaan:
    • Aqiqah: Terkait dengan kelahiran anak, waktu utamanya pada hari ke-7, ke-14, atau ke-21, dan bisa sampai sebelum baligh.
    • Qurban: Terkait dengan hari raya Idul Adha, dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah shalat Idul Adha hingga hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah) sebelum matahari terbenam.
  2. Hukum:
    • Aqiqah: Sunnah Muakkadah (sangat dianjurkan).
    • Qurban: Sunnah Muakkadah bagi yang mampu, dan ada sebagian ulama yang mengatakan wajib bagi yang mampu.
  3. Jenis Hewan:
    • Aqiqah: Hanya kambing atau domba.
    • Qurban: Kambing, domba, sapi, kerbau, atau unta.
  4. Jumlah Hewan per Orang/Jiwa:
    • Aqiqah: 2 kambing untuk anak laki-laki, 1 kambing untuk anak perempuan.
    • Qurban: 1 kambing/domba untuk 1 orang, atau 1 sapi/kerbau/unta untuk patungan 7 orang.
  5. Pembagian Daging:
    • Aqiqah: Lebih utama dimasak terlebih dahulu sebelum dibagikan. Keluarga yang beraqiqah disunnahkan memakan sebagian.
    • Qurban: Lebih utama dibagikan dalam keadaan mentah. Boleh dimakan oleh shohibul qurban (pekurban) maksimal sepertiga, sepertiga untuk kerabat/tetangga, dan sepertiga untuk fakir miskin.
  6. Tujuan Utama:
    • Aqiqah: Syukur atas kelahiran anak, penebusan, pengumuman, dan pendidikan awal.
    • Qurban: Mendekatkan diri kepada Allah, menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim AS, dan berbagi dengan sesama di hari raya.

Meskipun ada perbedaan, keduanya adalah ibadah yang mulia dan menunjukkan ketaatan hamba kepada Rabb-nya, serta kepedulian sosial terhadap sesama.

Miskonsepsi dan Kesalahan Umum dalam Berakikah

Seperti ibadah lainnya, aqiqah juga tidak luput dari beberapa miskonsepsi atau kesalahan dalam pelaksanaannya. Memahami hal ini akan membantu kita melaksanakannya dengan benar sesuai syariat.

  1. Menganggap Wajib dan Memaksakan Diri Berutang: Meskipun sunnah muakkadah, hukumnya tidak wajib. Orang tua yang tidak mampu secara finansial tidak dibebani kewajiban berutang untuk melaksanakan aqiqah. Kemampuan adalah syarat mutlak untuk disunnahkannya ibadah ini.
  2. Menunda Tanpa Alasan Syar'i: Menunda aqiqah dari hari ketujuh, keempat belas, atau kedua puluh satu tanpa alasan yang kuat (seperti ketidakmampuan finansial atau sakit) akan mengurangi keutamaannya.
  3. Tidak Memenuhi Kriteria Hewan: Menggunakan hewan yang cacat, tidak cukup umur, atau selain kambing/domba (misalnya ayam) tidak sah sebagai aqiqah.
  4. Membagikan Daging Mentah: Meskipun boleh, yang lebih utama adalah memasak daging aqiqah terlebih dahulu sebelum dibagikan. Ini berbeda dengan qurban.
  5. Memperlakukan Daging Aqiqah Seperti Daging Qurban: Ada perbedaan dalam tata cara pembagian dan pemanfaatannya. Daging aqiqah lebih pada jamuan dan syukuran, sementara qurban lebih pada sedekah.
  6. Tidak Mencukur Rambut Bayi atau Hanya Sebagian: Sunnahnya adalah mencukur seluruh rambut bayi (gundul) dan menimbang rambut tersebut untuk disedekahkan senilai emas/perak.
  7. Menghilangkan Tulang Rusuk atau Bagian Tertentu: Meskipun sunnah tidak mematahkan tulang, tidak ada keharusan untuk mempertahankan seluruh kerangka utuh. Yang dimaksud adalah tidak mematahkan tulang saat memisahkan daging.
  8. Merasa Tidak Ada Manfaatnya Jika Sudah Besar: Walaupun waktu utamanya di masa bayi, anak yang sudah baligh masih bisa mengaqiqahi dirinya sendiri jika belum diaqiqahi orang tuanya. Keutamaannya tetap ada.
  9. Berkeyakinan Aqiqah Menjamin Masuk Surga: Aqiqah adalah bentuk ibadah dan syukur, bukan jaminan mutlak untuk masuk surga. Surga adalah hak prerogatif Allah, yang diberikan kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.

Penting bagi setiap muslim untuk mempelajari dan memahami hukum serta tata cara berakikah yang benar agar ibadah yang dilakukan sesuai syariat dan mendatangkan keberkahan yang maksimal.

Pilihan Modern dalam Berakikah: Layanan Aqiqah

Di era modern ini, banyak kemudahan yang ditawarkan untuk membantu umat Muslim melaksanakan ibadah aqiqah. Salah satunya adalah hadirnya berbagai layanan aqiqah atau katering aqiqah.

Manfaat Menggunakan Layanan Aqiqah:

Pertimbangan dalam Memilih Layanan Aqiqah:

Penggunaan layanan aqiqah adalah bentuk ijtihad modern yang memudahkan pelaksanaan ibadah. Selama prinsip-prinsip syariat tetap terjaga, kemudahan ini sangat dianjurkan.

Keluarga Muslim Berakikah Ilustrasi keluarga muslim (ayah, ibu, bayi) dengan latar belakang masjid, melambangkan kebahagiaan dan keberkahan aqiqah.

Keluarga Muslim yang bahagia setelah melaksanakan ibadah aqiqah, bersyukur atas anugerah anak.

Tanya Jawab Seputar Berakikah

Untuk melengkapi pemahaman, berikut adalah beberapa pertanyaan umum yang sering muncul terkait aqiqah:

1. Apakah boleh aqiqah diganti dengan uang sedekah?

Tidak boleh. Aqiqah adalah ibadah yang spesifik berupa penyembelihan hewan. Menggantinya dengan sedekah uang tidak memenuhi syariat aqiqah, meskipun sedekah uang juga merupakan amal kebaikan.

2. Bolehkah aqiqah digabung dengan qurban?

Jumhur ulama berpendapat tidak boleh digabung. Aqiqah dan qurban adalah dua ibadah yang berbeda dengan tujuan dan waktu pelaksanaan yang juga berbeda. Niatnya pun tidak bisa digabungkan dalam satu sembelihan. Satu kambing/domba untuk aqiqah atau untuk qurban, bukan keduanya sekaligus. Namun, ada sebagian kecil ulama yang membolehkan, tapi ini bukan pendapat mayoritas.

3. Jika anak sudah besar dan belum diaqiqahi, apakah masih bisa?

Sebagian besar ulama membolehkan aqiqah dilakukan hingga anak mencapai usia baligh. Jika sudah baligh dan belum diaqiqahi orang tuanya, sebagian ulama (misalnya Imam Ahmad bin Hanbal) berpendapat anak tersebut boleh mengaqiqahi dirinya sendiri.

4. Apakah boleh daging aqiqah disedekahkan mentah?

Boleh, namun yang lebih utama dan sesuai sunnah adalah dimasak terlebih dahulu sebelum dibagikan. Hikmahnya agar penerima langsung bisa menikmati tanpa perlu repot mengolahnya lagi.

5. Siapa yang menanggung biaya aqiqah?

Yang utama adalah orang tua atau wali dari anak tersebut. Jika orang tua tidak mampu, kakek atau nenek juga bisa menanggungnya. Namun, jika tidak ada yang mampu, gugurlah sunnah tersebut, dan anak tidak berdosa karena hal tersebut.

6. Apakah harus ada acara khusus atau jamuan?

Tidak ada keharusan untuk membuat acara besar-besaran atau jamuan mewah. Yang penting adalah penyembelihan hewan dan pembagian dagingnya sesuai syariat. Jika ingin membuat jamuan sederhana sebagai bentuk syukur, itu diperbolehkan dan dapat mempererat silaturahmi.

7. Apakah anak kembar memiliki ketentuan aqiqah yang berbeda?

Tidak ada perbedaan. Setiap anak diperlakukan secara individual. Jika laki-laki kembar, masing-masing diaqiqahi dengan dua ekor kambing. Jika perempuan kembar, masing-masing dengan satu ekor kambing. Jika laki-laki dan perempuan, yang laki-laki dua ekor, yang perempuan satu ekor.

8. Bagaimana jika yang lahir anak ketiga, keempat, dan seterusnya?

Ketentuan aqiqah berlaku untuk setiap anak, berapapun urutan kelahirannya. Setiap anak adalah anugerah yang patut disyukuri dengan berakikah.

9. Apakah proses mencukur rambut harus persis pada hari ketujuh?

Disunnahkan bersamaan dengan penyembelihan hewan pada hari ketujuh. Namun, jika ada uzur, boleh dilakukan pada hari-hari berikutnya, atau jika rambut bayi belum cukup tebal, bisa ditunda beberapa waktu hingga memungkinkan untuk dicukur gundul.

10. Bagaimana dengan sedekah emas/perak seberat rambut bayi yang dicukur?

Ini adalah sunnah. Timbang rambut bayi setelah dicukur, lalu sedekahkan emas atau perak (atau uang tunai senilai itu) kepada fakir miskin. Tujuannya adalah untuk bersedekah dan membersihkan harta. Ini juga menunjukkan bahwa setiap bagian dari proses kelahiran anak mengandung kebaikan dan pahala.

Dengan memahami berbagai pertanyaan dan jawabannya, diharapkan tidak ada lagi keraguan dalam berakikah sesuai tuntunan syariat Islam.

Penutup: Keberkahan dalam Berakikah

Berakikah adalah salah satu syiar Islam yang agung, sebuah manifestasi syukur atas karunia terbesar yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya: keturunan. Lebih dari sekadar tradisi, aqiqah adalah ibadah yang sarat makna, menanamkan nilai-nilai ketaatan, syukur, kedermawanan, dan kepedulian sosial.

Melaksanakan aqiqah berarti mengikuti jejak Rasulullah SAW, meneladani ajaran beliau, dan berharap mendapatkan keberkahan serta kebaikan bagi anak yang baru lahir. Setiap detail dalam proses berakikah, mulai dari pemilihan hewan yang sesuai syariat, tata cara penyembelihan, pengolahan daging, hingga sunnah mencukur rambut dan memberi nama, memiliki hikmah tersendiri yang bertujuan untuk kebaikan dunia dan akhirat.

Semoga panduan lengkap ini dapat memberikan pemahaman yang komprehensif bagi Anda yang ingin berakikah, sehingga ibadah yang dilakukan menjadi sah, diterima di sisi Allah, dan membawa berkah bagi seluruh keluarga. Mari sambut setiap kelahiran anak dengan penuh sukacita dan syukuri anugerah-Nya dengan menjalankan sunnah berakikah.