Pendahuluan: Pentingnya Beristinja dalam Islam
Islam adalah agama yang sangat mengedepankan kebersihan, baik kebersihan fisik maupun spiritual. Salah satu aspek fundamental dari kebersihan fisik dalam Islam adalah praktik beristinja'. Istinja' adalah tindakan membersihkan diri dari najis (kotoran) yang keluar dari dua jalan utama, yaitu qubul (kemaluan depan) dan dubur (kemaluan belakang) setelah buang air kecil atau besar. Praktik ini bukan sekadar rutinitas kebersihan biasa, melainkan sebuah ibadah yang memiliki landasan kuat dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ.
Pentingnya istinja' tidak hanya terletak pada aspek higienis semata, tetapi juga merupakan prasyarat mutlak untuk sahnya beberapa ibadah penting, terutama salat (sembahyang). Tanpa istinja' yang benar, seseorang tidak akan mencapai kondisi taharah (kesucian) yang diperlukan untuk menunaikan salat. Oleh karena itu, memahami dan mempraktikkan istinja' dengan benar adalah kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah yang telah baligh.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk beristinja', mulai dari definisi, dalil-dalil syar'i, berbagai metode pelaksanaannya, adab-adab yang menyertainya, hingga hikmah dan manfaatnya bagi kesehatan dan spiritualitas. Diharapkan, panduan lengkap ini dapat membantu umat Muslim untuk lebih memahami dan menyempurnakan praktik istinja' mereka, sehingga ibadah yang dilakukan menjadi lebih berkualitas dan diterima di sisi Allah SWT.
Definisi Beristinja dan Dalil Syar'i
Apa itu Beristinja?
Secara bahasa, kata "istinja'" berasal dari bahasa Arab yang berarti "memotong" atau "menghilangkan". Dalam konteks syariat Islam, istinja' didefinisikan sebagai tindakan membersihkan sisa-sisa kotoran (najis) yang keluar dari qubul (kemaluan depan) dan dubur (kemaluan belakang) setelah buang air kecil (kencing) atau buang air besar (berak). Tujuannya adalah menghilangkan wujud najis beserta sifat-sifatnya (warna, bau, dan rasa) agar mencapai kondisi bersih dan suci.
Istinja' adalah bagian integral dari bab taharah (bersuci) dalam fiqh Islam. Ia menjadi langkah awal yang harus dilakukan sebelum seseorang berwudu atau mandi wajib, yang mana keduanya merupakan kunci untuk sahnya ibadah-ibadah tertentu seperti salat dan tawaf.
Dalil-Dalil Pentingnya Istinja'
Kewajiban dan pentingnya istinja' didasari oleh banyak dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ:
-
Dari Al-Qur'an:
Meskipun tidak ada ayat yang secara eksplisit menyebutkan kata "istinja'", Al-Qur'an secara umum menekankan pentingnya kebersihan dan kesucian. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al-Baqarah: 222)
Ayat ini menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-Nya yang senantiasa menjaga kesucian, yang mana istinja' adalah salah satu bentuk konkret dari upaya mensucikan diri.
Dalam ayat lain, Allah juga memuji penduduk Quba' yang gemar bersuci:
"Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri." (QS. At-Taubah: 108)
Menurut sebagian riwayat dan penafsiran ulama, yang dimaksud dengan "membersihkan diri" dalam konteks ini adalah membersihkan diri dari najis, termasuk melalui istinja' dengan air, yang tidak umum dilakukan oleh bangsa Arab pada masa itu kecuali oleh sebagian kecil.
-
Dari As-Sunnah (Hadits Nabi ﷺ):
Banyak hadits Nabi ﷺ yang secara jelas menunjukkan perintah dan tata cara istinja', serta ancaman bagi yang mengabaikannya:
-
Ancaman bagi yang tidak beristinja' dengan baik:
Dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah ﷺ melewati dua kuburan, lalu bersabda, "Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Dan mereka disiksa bukan karena dosa besar. Adapun salah satunya, dia tidak membersihkan dirinya setelah kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia suka mengadu domba (namimah)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini adalah dalil paling kuat yang menunjukkan wajibnya beristinja' dan betapa seriusnya akibat jika seseorang meremehkan kebersihan setelah buang air kecil. Ini menjadi peringatan keras bagi umat Muslim untuk tidak meremehkan praktik ini.
-
Perintah membersihkan najis:
Rasulullah ﷺ bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian buang air besar, janganlah ia membersihkannya dengan kurang dari tiga batu." (HR. Muslim)
Hadits ini secara spesifik menyebutkan metode istijmar (membersihkan dengan batu/benda padat), yang merupakan salah satu bentuk istinja'. Ini menunjukkan detail perhatian Islam terhadap kebersihan.
-
Pujian kepada ahli kebersihan:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Perintah bersiwak itu ada pada setiap wudu." Ini menunjukkan perhatian umum pada kebersihan sebagai bagian dari wudu, dan istinja' adalah bagian yang mendahului wudu.
Pujian kepada penduduk Quba' yang disebutkan dalam ayat At-Taubah: 108, juga dikuatkan oleh hadits. Ketika ditanya mengapa mereka dipuji, mereka menjawab, "Kami membiasakan istinja' dengan air." Ini menegaskan bahwa penggunaan air untuk istinja' adalah amalan yang sangat disukai dan dipuji dalam Islam.
-
Ancaman bagi yang tidak beristinja' dengan baik:
-
Ijma' (Konsensus Ulama):
Para ulama dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hanbali) telah bersepakat (ijma') tentang wajibnya beristinja' setelah buang air kecil atau besar untuk menghilangkan najis yang keluar. Meskipun ada sedikit perbedaan pandangan mengenai detail pelaksanaannya atau alat yang digunakan, pada prinsipnya, kewajiban untuk membersihkan diri dari najis setelah hajat adalah sesuatu yang tidak diperdebatkan.
Hukum Beristinja' dan Jenis-Jenisnya
Hukum Beristinja'
Hukum beristinja' adalah wajib bagi setiap Muslim yang mengeluarkan najis dari qubul atau dubur, seperti buang air kecil, buang air besar, atau keluarnya madzi. Ini adalah syarat sahnya bersuci untuk salat dan ibadah lain yang mensyaratkan taharah. Tanpa istinja' yang benar, najis masih melekat pada tubuh, pakaian, atau tempat, sehingga membatalkan kesucian.
Namun, perlu dibedakan antara wajibnya istinja' untuk menghilangkan najis secara umum, dan wajibnya istinja' sebagai syarat sah salat. Jika seseorang buang air tetapi tidak akan langsung salat, ia tetap wajib beristinja' untuk menghilangkan najis dan menjaga kebersihan. Tetapi jika ia ingin salat, maka istinja' menjadi sangat urgen sebagai bagian dari proses taharah yang lengkap.
Ada beberapa kondisi yang tidak mewajibkan istinja', misalnya:
- Keluar angin (kentut) dari dubur. Meskipun mengeluarkan angin dapat membatalkan wudu, ia tidak meninggalkan najis sehingga tidak memerlukan istinja'.
- Keluar air mani. Ini memerlukan mandi wajib (ghusl), bukan istinja' biasa.
- Hanya keluar kotoran yang suci, seperti lendir hidung atau air liur (jika tidak bercampur najis).
Jenis-Jenis Istinja' Berdasarkan Alat Pembersih
Secara umum, ada dua jenis utama dalam pelaksanaan istinja' berdasarkan alat yang digunakan:
-
Istinja' dengan Air (Al-Ma'):
Ini adalah metode istinja' yang paling afdal (utama dan terbaik) dan paling dianjurkan dalam Islam. Air memiliki kemampuan membersihkan najis secara menyeluruh, menghilangkan wujud najis, warna, bau, dan rasanya. Ketika air tersedia, istinja' dengan air adalah pilihan utama. Praktik inilah yang dicontohkan oleh Nabi ﷺ dan para sahabat, serta yang dipuji oleh Allah kepada penduduk Quba'.
Keunggulan Istinja' dengan Air:
- Membersihkan najis secara sempurna tanpa meninggalkan jejak.
- Lebih higienis dan mencegah penyebaran kuman.
- Memastikan kesucian maksimal untuk ibadah.
-
Istijmar dengan Benda Padat:
Istijmar adalah istinja' yang dilakukan dengan menggunakan benda-benda padat yang suci, kering, dan dapat menghilangkan najis, seperti batu, kerikil, tisu, daun kering, atau potongan kain. Metode ini diperbolehkan jika air tidak tersedia atau sulit dijangkau.
Syarat Benda untuk Istijmar:
- Suci: Benda tersebut tidak boleh najis.
- Kasar/Dapat Membersihkan: Benda harus memiliki daya serap atau kekasaran yang cukup untuk mengangkat kotoran.
- Bukan benda mulia: Tidak boleh menggunakan makanan (roti, buah), tulang, kotoran hewan (karena najis atau makanan jin menurut beberapa hadits), atau benda-benda yang dihormati.
- Minimal Tiga Kali Usapan: Jumlah usapan harus ganjil, minimal tiga kali usapan. Jika tiga kali belum bersih, maka ditambah menjadi lima, tujuh, dan seterusnya sampai bersih.
Kekurangan Istijmar:
- Meskipun dianggap sah untuk bersuci, istijmar tidak membersihkan najis sesempurna air. Ia hanya mengangkat "ainun najasah" (wujud najis) dan mengeringkan tempatnya, tetapi tidak menghilangkan bau atau sisa-sisa mikroskopis.
- Oleh karena itu, jika air tersedia, penggunaan air tetap lebih utama. Bahkan, menggabungkan istijmar dengan air (yaitu, membersihkan dengan batu/tisu terlebih dahulu lalu dibilas dengan air) adalah metode yang paling sempurna.
Dalam kondisi ideal, seorang Muslim harus selalu berusaha beristinja' dengan air. Namun, syariat Islam memberikan kemudahan dengan membolehkan istijmar ketika air sulit ditemukan, menunjukkan fleksibilitas dan kepedulian Islam terhadap umatnya dalam berbagai situasi.
Tata Cara Beristinja' yang Benar
Pelaksanaan istinja' memiliki tata cara tertentu yang dianjurkan untuk memastikan kebersihan maksimal dan kesesuaian dengan sunnah Nabi ﷺ. Berikut adalah panduan lengkap:
1. Persiapan Sebelum Buang Air
Sebelum memasuki kamar mandi atau tempat buang hajat, ada beberapa adab yang sebaiknya diperhatikan:
- Berdoa: Dianjurkan membaca doa sebelum masuk kamar mandi: "Allahumma inni a'udzubika minal khubutsi wal khabaits." (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan.) Doa ini dibaca untuk memohon perlindungan dari gangguan setan yang berada di tempat-tempat najis.
- Mendahulukan Kaki Kiri: Masuklah dengan mendahulukan kaki kiri, sebagai bentuk adab masuk ke tempat yang di dalamnya terdapat najis.
- Membawa Alat Pembersih: Pastikan Anda telah menyiapkan air bersih (dalam botol atau gayung) atau benda padat seperti tisu secukupnya.
- Menutup Aurat: Jaga aurat agar tetap tertutup dari pandangan orang lain, meskipun di dalam kamar mandi. Islam sangat menjunjung tinggi privasi dalam hal ini.
2. Saat Buang Air
-
Jangan Menghadap/Membelakangi Kiblat: Ketika buang air di tempat terbuka atau tidak ada penghalang, diharamkan menghadap atau membelakangi kiblat. Namun, jika di dalam bangunan atau toilet yang tertutup, sebagian ulama (seperti mazhab Syafi'i) membolehkan, sementara sebagian lainnya (seperti mazhab Hanbali) tetap menganggapnya makruh atau haram. Untuk kehati-hatian, sebaiknya dihindari jika memungkinkan.
Rasulullah ﷺ bersabda, "Apabila kalian mendatangi tempat buang hajat, janganlah kalian menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini berlaku di tempat terbuka. Di dalam bangunan yang ada dindingnya, dibolehkan. - Menghindari Tempat Terlarang: Jangan buang air di air yang menggenang (tidak mengalir), di bawah pohon yang berbuah, di jalan umum, di tempat berteduh, atau di lubang tanah, karena dapat menyebabkan najis, bau, dan mengganggu orang lain atau hewan.
- Bersembunyi (Satar): Berusahalah untuk menjauh dan bersembunyi dari pandangan orang lain saat buang hajat, meskipun di tempat yang sepi. Ini adalah bentuk rasa malu dan menjaga kehormatan.
- Tidak Berbicara: Dianjurkan untuk tidak berbicara atau menjawab salam saat sedang buang air. Ini adalah bagian dari adab mengagungkan tempat tersebut sebagai tempat najis.
- Menjaga Pakaian dari Percikan Najis: Berhati-hatilah agar percikan najis tidak mengenai pakaian atau tubuh. Ini bisa dilakukan dengan jongkok secara benar dan memastikan air kencing tidak memercik kembali.
3. Tata Cara Istinja' Setelah Buang Air
A. Istinja' dengan Air (Metode Utama)
Ini adalah metode yang paling utama dan sempurna:
- Istibra' (Menghentikan Sisa Kotoran): Setelah buang air kecil, pastikan tidak ada lagi sisa urine yang akan keluar. Ini disebut istibra'. Caranya bisa dengan berdehem pelan, mengurut pangkal zakar (bagi laki-laki) secara perlahan ke arah depan, atau diam sejenak sambil menunggu tetesan terakhir keluar. Bagi wanita, cukup menunggu sejenak. Pastikan tidak terlalu berlebihan hingga menimbulkan was-was.
- Menggunakan Tangan Kiri: Istinja' dilakukan dengan tangan kiri. Tangan kanan digunakan untuk menyiram air, sedangkan tangan kiri digunakan untuk membersihkan area qubul dan dubur. Ini adalah sunnah Nabi ﷺ.
- Membersihkan Dubur Terlebih Dahulu: Setelah buang air besar, bersihkan area dubur terlebih dahulu. Siram dengan air bersih, lalu gosok dengan jari-jari tangan kiri secara perlahan dan menyeluruh hingga kotoran hilang dan terasa bersih. Pastikan tidak ada sisa kotoran yang menempel.
- Membersihkan Qubul: Setelah itu, bersihkan area qubul (kemaluan depan). Bagi laki-laki, siram dan bersihkan ujung zakar. Bagi wanita, bersihkan bagian luar kemaluan dan lipatan-lipatan yang mungkin terkena najis.
- Mengulang Hingga Bersih: Lakukan pembilasan dan pembersihan berulang kali hingga Anda yakin bahwa najis telah hilang sama sekali, baik wujudnya, warnanya, baunya, maupun rasanya. Tidak ada batasan jumlah siraman, yang penting adalah bersih.
- Mencuci Tangan Setelah Istinja': Setelah selesai istinja', cuci tangan kiri Anda dengan sabun atau tanah (jika tidak ada sabun) hingga bersih dan hilang bau najisnya. Ini sangat penting untuk menjaga kebersihan tangan yang digunakan.
Catatan Penting untuk Wanita: Wanita disarankan untuk membersihkan area kemaluan dari depan ke belakang untuk mencegah bakteri dari dubur berpindah ke area vagina, yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK).
B. Istijmar dengan Benda Padat (Jika Air Tidak Tersedia)
Jika air tidak tersedia, atau dalam perjalanan, maka istijmar diperbolehkan:
- Istibra' (Sama seperti dengan air): Pastikan tidak ada lagi sisa kotoran yang akan keluar.
- Menggunakan Tangan Kiri: Tetap gunakan tangan kiri untuk membersihkan.
- Pilih Benda yang Tepat: Gunakan benda padat yang suci, bersih, kasar, dan dapat mengangkat najis, seperti batu, tisu, atau daun kering. Hindari benda yang dilarang seperti tulang, kotoran hewan, atau makanan.
- Usap Sebanyak Tiga Kali atau Lebih: Usap area yang terkena najis (dubur terlebih dahulu, lalu qubul) dengan benda padat tersebut minimal tiga kali usapan. Setiap usapan harus menggunakan sisi yang berbeda dari benda padat, atau menggunakan benda padat yang berbeda.
- Pastikan Najis Hilang: Teruslah mengusap hingga yakin najis telah hilang dan tempatnya terasa kering. Jika tiga kali usapan belum cukup, tambahlah menjadi lima, tujuh, atau seterusnya, dengan syarat jumlahnya harus ganjil.
- Mencuci Tangan (jika memungkinkan): Jika air tersedia setelah istijmar, cuci tangan kiri dengan sabun. Jika tidak ada air sama sekali, usap tangan pada tanah atau benda lain yang dapat mengurangi kotoran.
Gabungan Istijmar dan Air (Paling Sempurna): Metode terbaik adalah menggabungkan keduanya. Bersihkan dulu dengan tisu (istijmar) untuk mengangkat sebagian besar najis, lalu bilas dengan air bersih untuk kesucian yang sempurna. Ini sangat dianjurkan jika air sedikit dan ingin digunakan secara efisien.
4. Setelah Keluar dari Kamar Mandi
- Mendahulukan Kaki Kanan: Keluar dari kamar mandi dengan mendahulukan kaki kanan.
- Berdoa: Dianjurkan membaca doa setelah keluar kamar mandi: "Ghufranak." (Ampunan-Mu, Ya Allah.) Atau doa yang lebih panjang: "Alhamdulillahilladzi adzhaba 'annil adza wa 'afani." (Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran dariku dan menyelamatkanku.) Doa ini sebagai bentuk syukur atas nikmat buang hajat dan dihilangkannya kotoran dari tubuh.
- Mencuci Tangan (lagi): Jika ada kesempatan, cuci tangan Anda lagi setelah keluar dari kamar mandi, terutama jika tadi hanya menggunakan air tanpa sabun.
Adab-Adab di Kamar Mandi/Toilet
Selain tata cara istinja', Islam juga mengajarkan adab-adab (etika) saat berada di tempat buang hajat. Adab-adab ini mencerminkan kebersihan, kesopanan, dan penghormatan terhadap diri sendiri serta lingkungan:
- Mendahulukan Kaki Kiri Saat Masuk, Kaki Kanan Saat Keluar: Seperti yang telah disebutkan, ini adalah sunnah Nabi ﷺ. Masuk dengan kiri karena kamar mandi adalah tempat najis, keluar dengan kanan sebagai tanda kesyukuran dan kembali ke tempat yang lebih suci.
- Berdoa Sebelum Masuk dan Setelah Keluar: Doa sebelum masuk "Allahumma inni a'udzubika minal khubutsi wal khabaits" untuk memohon perlindungan dari setan. Doa setelah keluar "Ghufranak" sebagai bentuk syukur atas kemudahan yang diberikan Allah.
- Menjaga Aurat dan Menjauhi Pandangan Orang: Wajib hukumnya menutup aurat dengan sempurna saat buang hajat. Sebisa mungkin, cari tempat yang tersembunyi dari pandangan orang lain, meskipun di dalam rumah sendiri jika memungkinkan, apalagi di tempat umum.
-
Tidak Berbicara atau Berinteraksi:
Dianjurkan untuk tidak berbicara, menjawab salam, atau membaca Al-Qur'an (bahkan dalam hati) saat sedang buang air. Ini adalah waktu untuk fokus pada hajat dan menjaga kesucian tempat.
Rasulullah ﷺ bersabda, "Janganlah dua orang dari kalian keluar untuk buang hajat, lalu masing-masing berbicara dan memperlihatkan auratnya kepada yang lain. Sesungguhnya Allah murka terhadap hal itu." (HR. Abu Dawud)
- Tidak Menghadap atau Membelakangi Kiblat (di tempat terbuka): Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ini adalah larangan yang jelas jika berada di tempat terbuka.
-
Tidak Buang Air di Tempat-tempat Terlarang:
Hindari buang air di sumber air yang mengalir atau tidak mengalir (sungai, danau, sumur), di jalan umum, di tempat berteduh yang sering digunakan orang, di bawah pohon yang berbuah, atau di lubang-lubang tanah. Ini untuk menghindari gangguan dan menjaga kebersihan lingkungan.
Rasulullah ﷺ bersabda, "Takutlah kalian pada dua hal yang menyebabkan laknat!" Para sahabat bertanya, "Apakah dua hal yang menyebabkan laknat itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang yang buang air di jalan umum atau di tempat berteduh orang." (HR. Muslim)
-
Tidak Menyentuh Kemaluan dengan Tangan Kanan:
Dianjurkan untuk menggunakan tangan kiri untuk membersihkan kemaluan saat istinja'. Tangan kanan digunakan untuk hal-hal yang baik dan mulia seperti makan, minum, bersalaman, atau mengambil sesuatu.
Rasulullah ﷺ bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian buang air kecil, janganlah ia memegang kemaluannya dengan tangan kanannya. Dan janganlah ia beristinja' dengan tangan kanannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
- Menjaga Kebersihan Setelah Selesai: Setelah istinja', pastikan kamar mandi atau toilet tetap bersih untuk pengguna selanjutnya. Siram dengan air yang cukup, buang sampah pada tempatnya, dan pastikan tidak ada najis yang tersisa.
- Mencuci Tangan dengan Sabun: Sangat dianjurkan untuk mencuci tangan dengan sabun setelah selesai buang air dan istinja' untuk menghilangkan kuman dan bakteri.
Hubungan Beristinja' dengan Taharah (Kesucian)
Taharah secara bahasa berarti bersih atau suci. Dalam syariat Islam, taharah adalah keadaan bersih dari hadas (hadas kecil atau hadas besar) dan najis (kotoran). Taharah adalah syarat mutlak untuk sahnya beberapa ibadah pokok dalam Islam, seperti salat, tawaf, dan menyentuh mushaf Al-Qur'an.
1. Taharah dari Hadas dan Najis
- Hadas: Keadaan tidak suci yang menghalangi seseorang untuk melaksanakan ibadah tertentu. Hadas kecil dihilangkan dengan wudu, sementara hadas besar dihilangkan dengan mandi wajib (ghusl).
- Najis: Zat kotor yang dianggap menjijikkan oleh syariat dan menghalangi seseorang dari beribadah jika menempel pada tubuh, pakaian, atau tempat salat. Contoh najis adalah air kencing, tinja, darah, muntah, dll.
Hubungan istinja' dengan taharah sangat erat. Istinja' adalah langkah pertama dan paling fundamental dalam menghilangkan najis yang keluar dari qubul dan dubur. Tanpa istinja' yang benar, najis akan tetap melekat, dan seseorang tidak akan bisa mencapai kondisi taharah yang sempurna.
2. Istinja' sebagai Prasyarat Wudu dan Salat
Sebelum seseorang dapat berwudu, ia harus memastikan dirinya telah bersih dari najis, terutama yang keluar dari dua jalan. Jika masih ada sisa najis setelah buang air, maka wudunya tidak sah secara sempurna, karena ia masih membawa najis yang dapat membatalkan salat.
Islam sangat menekankan bahwa salat yang sah harus dilakukan dalam keadaan suci, baik dari hadas maupun dari najis. Kondisi suci dari najis ini dicapai melalui istinja'. Apabila seseorang salat dengan najis yang masih menempel pada tubuh atau pakaiannya (tanpa uzur syar'i), maka salatnya tidak sah.
Allah SWT berfirman, "...dan pakaianmu sucikanlah." (QS. Al-Muddatsir: 4)
Ayat ini, meskipun secara khusus berbicara tentang pakaian, juga mencakup kesucian badan dan tempat salat dari najis secara umum. Ini menunjukkan betapa seriusnya masalah kebersihan dalam ibadah.
3. Perbedaan Antara Istinja' dan Istibra'
- Istinja': Membersihkan najis yang keluar dari qubul dan dubur menggunakan air atau benda padat. Ini adalah tindakan membersihkan fisik.
- Istibra': Memastikan bahwa tidak ada lagi sisa tetesan urine yang akan keluar setelah buang air kecil. Ini lebih kepada proses 'menuntaskan' keluarnya urine agar tidak ada lagi yang menetes dan membatalkan wudu setelah selesai bersuci. Bagi laki-laki, bisa dilakukan dengan berdehem, sedikit mengurut, atau menunggu sejenak. Bagi wanita, biasanya cukup dengan menunggu sejenak. Jika seseorang tidak melakukan istibra' dengan baik dan kemudian ada tetesan urine yang keluar setelah berwudu, maka wudunya batal.
Keduanya saling melengkapi dalam proses bersuci dari buang air kecil. Istibra' dilakukan sebelum istinja' untuk memastikan tidak ada lagi najis yang keluar, kemudian barulah istinja' dilakukan untuk membersihkan najis yang telah keluar.
4. Jenis-Jenis Najis dan Kaitannya dengan Istinja'
Dalam fiqh, najis dibagi menjadi tiga kategori:
- Najis Mughallazhah (Berat): Najis dari anjing dan babi. Cara membersihkannya adalah dengan membasuh tujuh kali, salah satunya dengan tanah.
- Najis Mukhaffafah (Ringan): Air kencing bayi laki-laki yang belum makan apa-apa selain ASI dan belum berusia dua tahun. Cara membersihkannya cukup dengan memercikkan air ke area yang terkena.
- Najis Mutawassithah (Sedang): Ini adalah kategori najis yang paling umum, termasuk air kencing, tinja, darah, nanah, muntah, bangkai (selain ikan dan belalang), dan lain-lain. Membersihkannya adalah dengan menghilangkan wujud najis, warna, bau, dan rasanya. Beristinja' adalah upaya membersihkan najis mutawassithah yang keluar dari qubul dan dubur.
Istinja' secara spesifik bertujuan untuk membersihkan najis mutawassithah yang keluar dari kedua jalan tersebut. Memahami kategori najis ini membantu kita memahami metode pembersihan yang tepat untuk setiap jenis najis.
Hikmah dan Manfaat Beristinja'
Praktik beristinja' yang diajarkan Islam bukan tanpa alasan. Di baliknya terkandung hikmah dan manfaat yang besar, baik bagi individu maupun masyarakat, serta dunia dan akhirat:
1. Manfaat Kesehatan dan Higienis
- Mencegah Penyakit: Najis mengandung berbagai bakteri, virus, dan mikroorganisme patogen. Membersihkan diri dengan istinja', terutama dengan air dan sabun, sangat efektif dalam menghilangkan kuman-kuman ini, sehingga mencegah infeksi saluran kemih (ISK), infeksi kulit, wasir, dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh kebersihan yang buruk.
- Mencegah Bau Tidak Sedap: Sisa-sisa kotoran yang tidak dibersihkan dengan baik akan menimbulkan bau tidak sedap. Istinja' membantu menghilangkan bau ini, menjaga keharuman tubuh, dan kenyamanan pribadi serta orang di sekitar.
- Menjaga Kesehatan Kulit: Kebersihan area intim sangat penting untuk mencegah iritasi kulit, ruam, dan gatal-gatal. Air yang digunakan untuk istinja' membersihkan sisa-sisa yang dapat menyebabkan masalah kulit.
- Sensasi Kesegaran: Setelah beristinja' dengan air, seseorang akan merasakan sensasi bersih dan segar, yang sangat menunjang kenyamanan beraktivitas.
2. Manfaat Spiritual dan Keimanan
- Syarat Sah Ibadah: Ini adalah manfaat utama dan paling mendasar. Istinja' adalah kunci utama menuju taharah, yang merupakan syarat sah salat, tawaf, dan ibadah lainnya. Tanpa istinja' yang benar, ibadah-ibadah ini tidak akan diterima Allah SWT.
- Mendapatkan Kecintaan Allah: Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al-Baqarah: 222). Istinja' adalah salah satu bentuk nyata dari usaha mensucikan diri, sehingga pelakunya dicintai oleh Allah.
- Mengikuti Sunnah Nabi ﷺ: Dengan beristinja' sesuai tata cara yang diajarkan, seorang Muslim telah mengamalkan salah satu sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Mengikuti sunnah adalah bentuk kecintaan kepada Nabi dan akan mendatangkan pahala.
- Menghindari Siksa Kubur: Hadits tentang dua penghuni kubur yang disiksa karena tidak beristinja' dengan baik menjadi pengingat yang sangat kuat. Dengan beristinja' secara benar, seorang Muslim dapat terhindar dari siksa kubur yang pedih.
- Meningkatkan Kekhusyukan Ibadah: Ketika seseorang merasa bersih dan suci, hatinya akan lebih tenang dan lapang. Ini akan membantu meningkatkan kekhusyukan dalam salat dan ibadah lainnya, karena ia yakin telah memenuhi salah satu syarat penting di hadapan Allah.
- Menumbuhkan Rasa Malu dan Harga Diri: Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kebersihan dan kehormatan diri. Praktik istinja' yang teratur menumbuhkan rasa malu (haya') dan harga diri, karena ia sadar pentingnya menjaga kebersihan tubuh.
- Disukai Malaikat: Malaikat adalah makhluk suci yang menjauhi tempat-tempat kotor dan bau busuk. Dengan menjaga kebersihan, seorang Muslim diharapkan lebih didekati oleh malaikat rahmat.
- Menjaga Lingkungan: Adab buang air yang diajarkan Islam (tidak di jalan, di tempat berteduh, dll.) secara tidak langsung berkontribusi pada kebersihan dan kenyamanan lingkungan hidup bersama.
3. Perbandingan dengan Budaya Lain
Dalam banyak budaya non-Muslim, terutama di Barat, penggunaan tisu toilet kering adalah praktik standar. Meskipun tisu dapat menghilangkan sebagian besar kotoran, ia tidak membersihkan secara menyeluruh seperti air. Ini seringkali meninggalkan residu dan bakteri, yang dapat menyebabkan masalah kebersihan dan kesehatan. Islam, dengan penekanannya pada penggunaan air untuk istinja', telah jauh melampaui praktik kebersihan zaman dahulu dan bahkan beberapa praktik modern dalam hal efektivitas pembersihan.
Penting untuk mengedukasi diri dan orang lain tentang keunggulan metode istinja' Islami ini, tidak hanya sebagai perintah agama, tetapi juga sebagai praktik yang superior dari segi kesehatan dan kebersihan.
Masalah Umum dan Solusi dalam Beristinja'
Meskipun praktik istinja' terlihat sederhana, ada beberapa masalah dan keraguan yang sering muncul. Berikut adalah beberapa di antaranya beserta solusinya:
1. Was-Was (Keraguan Berlebihan)
Banyak orang, terutama yang baru belajar, sering merasa ragu apakah istinja'nya sudah bersih sempurna atau belum, sehingga mengulang-ulang prosesnya secara berlebihan. Ini disebut was-was, yang berasal dari setan untuk menyulitkan ibadah.
- Solusi: Cukup bersihkan sampai Anda yakin secara wajar bahwa najis telah hilang. Tidak perlu mencari-cari kesucian yang sempurna sampai menimbulkan kesulitan. Islam adalah agama yang mudah, bukan mempersulit. Setelah yakin secara wajar, hentikan pembersihan dan jangan pedulikan bisikan was-was.
2. Air Terbatas
Dalam perjalanan atau di tempat yang sulit air, mungkin air yang tersedia sangat terbatas.
- Solusi: Gunakan metode gabungan: bersihkan terlebih dahulu dengan tisu atau benda padat lain (istijmar) untuk mengangkat sebagian besar najis. Kemudian, gunakan sisa air yang ada untuk membilas dan menyempurnakan kebersihan. Prioritaskan penggunaan air untuk menghilangkan najis, baru kemudian untuk wudu jika masih tersisa.
3. Tidak Ada Air Sama Sekali
Ini adalah kondisi darurat di mana tidak ada air sama sekali.
- Solusi: Lakukan istijmar dengan benda padat yang memenuhi syarat (tisu, batu, daun kering) minimal tiga kali usapan hingga bersih. Jika tidak ada air sama sekali untuk wudu, maka boleh bertayamum.
4. Penggunaan Tisu Toilet di Toilet Umum
Di banyak toilet umum, hanya tersedia tisu toilet kering.
- Solusi: Gunakan tisu toilet tersebut untuk istijmar. Lakukan minimal tiga kali usapan hingga najis terangkat. Jika memungkinkan dan tidak menyulitkan, bawa botol air kecil sendiri untuk membilas setelah menggunakan tisu, sehingga kebersihan lebih sempurna. Jika tidak, istijmar dengan tisu sudah cukup sah secara syar'i.
5. Membersihkan Darah Haid atau Nifas
Wanita sering bertanya bagaimana membersihkan area kewanitaan setelah darah haid atau nifas berhenti.
- Solusi: Setelah darah berhenti, wajib mandi wajib (ghusl). Sebelum mandi wajib, bersihkan area kewanitaan dengan air secara menyeluruh untuk menghilangkan sisa darah dan najis. Gunakan sabun jika perlu. Ini adalah bagian dari proses bersuci yang lebih besar.
6. Incontinence (Tidak Mampu Menahan Buang Air)
Bagi orang yang memiliki masalah kesehatan sehingga tidak mampu menahan keluarnya urine atau tinja secara terus-menerus (incontinence).
- Solusi: Dalam kasus ini, penderita dikategorikan sebagai orang yang memiliki hadas daim (hadas yang terus-menerus). Ia wajib beristinja' dan berwudu setiap kali masuk waktu salat, meskipun najis keluar lagi. Setelah berwudu, ia boleh salat dan tidak perlu mengulang jika najis keluar lagi, selama masih dalam waktu salat tersebut. Disarankan menggunakan pembalut atau popok dewasa untuk mencegah najis menyebar.
7. Membersihkan Qubul Bagi Wanita
Ada kekhawatiran mengenai cara membersihkan qubul bagi wanita.
- Solusi: Wanita membersihkan area luar kemaluan (vulva) dan lipatan-lipatan yang mungkin terkena najis. Penting untuk selalu membersihkan dari depan ke belakang untuk menghindari transfer bakteri dari dubur ke vagina, yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih. Tidak perlu membersihkan bagian dalam vagina.
8. Kebersihan Tangan Setelah Istinja'
Tangan kiri yang digunakan untuk istinja' sering kali terasa masih kotor.
- Solusi: Selalu cuci tangan kiri dengan sabun setelah istinja'. Jika tidak ada sabun, gunakan tanah atau abu untuk menggosok tangan, kemudian bilas dengan air. Ini adalah sunnah Nabi ﷺ dan sangat efektif dalam menghilangkan najis dan bau.
9. Bidet di Toilet Modern
Bidet adalah alat penyemprot air otomatis di toilet modern. Apakah ini cukup untuk istinja'?
- Solusi: Bidet sangat membantu dalam istinja' dengan air. Pastikan air dari bidet mengenai area yang tepat dan membersihkan najis secara menyeluruh. Meskipun bidet efektif, disarankan untuk tetap menggunakan tangan kiri untuk membantu membersihkan sisa-sisa najis secara manual agar lebih yakin kesuciannya.
Mengajarkan Istinja' kepada Anak-anak
Pendidikan kebersihan dan istinja' sejak dini adalah investasi penting bagi anak-anak Muslim. Mengajarkan mereka tata cara yang benar akan membentuk kebiasaan baik dan pemahaman akan pentingnya kesucian dalam Islam.
- Mulai Sejak Dini: Perkenalkan konsep kebersihan saat anak mulai belajar toilet training. Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
- Contohkan dengan Lembut: Orang tua adalah teladan utama. Contohkan cara beristinja' yang benar dengan air. Libatkan mereka dalam prosesnya (misalnya, meminta mereka memegang botol air kecil, atau membantu menyiram).
- Jelaskan dengan Sederhana Mengapa Penting: Jelaskan bahwa kita harus bersih agar disayang Allah, agar tidak sakit perut, dan agar tubuh wangi. Hindari menakut-nakuti dengan siksa kubur pada usia terlalu dini, fokus pada kebaikan dan cinta Allah.
- Gunakan Tangan Kiri: Ajarkan penggunaan tangan kiri untuk membersihkan dan tangan kanan untuk menyiram. Jelaskan alasannya secara sederhana (tangan kiri untuk membersihkan kotoran, tangan kanan untuk hal baik).
- Ajarkan Doa Masuk dan Keluar Toilet: Biasakan mereka untuk membaca doa sebelum masuk dan setelah keluar toilet. Ini juga melatih hafalan dan kesadaran spiritual mereka.
- Ajarkan Kebersihan Tangan: Setelah istinja', selalu tekankan pentingnya mencuci tangan dengan sabun sampai bersih. Ini adalah pelajaran higienis yang vital untuk mencegah penyebaran kuman.
- Kesabaran dan Pengulangan: Anak-anak butuh waktu dan pengulangan. Jangan marahi jika mereka salah, tetapi bimbing dengan sabar dan berulang kali.
- Pujian dan Apresiasi: Berikan pujian dan apresiasi ketika anak berhasil melakukan istinja' dengan baik. Ini akan memotivasi mereka untuk terus mempraktikkan kebiasaan baik.
- Kenalkan Alat yang Berbeda: Jika bepergian, kenalkan mereka dengan penggunaan tisu toilet atau botol air portable. Ajarkan fleksibilitas dalam bersuci sesuai situasi.
- Peran Sekolah dan Madrasah: Lingkungan sekolah atau madrasah juga memiliki peran penting dalam menguatkan pendidikan istinja' melalui pelajaran fiqh dan praktik nyata di toilet sekolah.
Membiasakan anak-anak dengan istinja' yang benar sejak dini bukan hanya memastikan kebersihan fisik mereka, tetapi juga menanamkan pondasi kuat dalam memahami nilai-nilai kesucian dan ketaatan dalam Islam.
Kesimpulan
Beristinja' adalah sebuah praktik kebersihan yang sangat mendasar namun memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam ajaran Islam. Ia bukan sekadar membersihkan diri dari kotoran fisik, melainkan sebuah ibadah yang diiringi dengan pahala, mendatangkan kecintaan Allah, dan merupakan prasyarat utama bagi sahnya banyak amalan spiritual, terutama salat.
Dari pembahasan yang panjang ini, kita dapat menarik beberapa poin penting:
- Wajib dan Fundamental: Istinja' adalah kewajiban yang tidak boleh diabaikan oleh setiap Muslim setelah buang air kecil atau besar, karena ia adalah fondasi dari taharah (kesucian).
- Air adalah yang Utama: Penggunaan air untuk istinja' adalah metode yang paling sempurna dan dianjurkan, karena mampu menghilangkan najis secara menyeluruh.
- Fleksibilitas Syariat: Islam memberikan kemudahan melalui istijmar (menggunakan benda padat) ketika air tidak tersedia, menunjukkan kemudahan dan kepraktisan ajaran ini dalam setiap kondisi.
- Adab yang Komprehensif: Selain tata cara fisik, Islam juga mengajarkan adab-adab saat di toilet yang mencakup doa, menjaga privasi, etika lingkungan, dan penggunaan tangan yang benar, semuanya demi menjaga kebersihan lahir dan batin.
- Manfaat Ganda: Hikmah istinja' sangat luas, mencakup manfaat kesehatan (mencegah penyakit, menjaga higienitas) dan manfaat spiritual (mendapatkan rida Allah, sahnya ibadah, menghindari siksa kubur, meningkatkan kekhusyukan).
- Pendidikan Sejak Dini: Mengajarkan istinja' kepada anak-anak sejak dini adalah tanggung jawab orang tua dan masyarakat untuk membentuk generasi yang bersih, suci, dan taat.
Mari kita tingkatkan perhatian kita terhadap praktik istinja'. Jangan anggap remeh kebersihan di area intim, karena ia adalah kunci pembuka bagi pintu-pintu ibadah kita. Dengan mempraktikkan istinja' secara benar, kita tidak hanya menjaga kesehatan fisik dan kehormatan diri, tetapi juga memenuhi salah satu perintah Allah SWT dan meneladani sunnah Rasulullah ﷺ, insya Allah. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk senantiasa menjaga kesucian diri dan menjalankan agama-Nya dengan sebaik-baiknya.