Berluk: Seni Meditatif Tradisional, Warisan Filosofis Indonesia

Di tengah hiruk-pikuk modernitas dan deru digitalisasi, masih banyak warisan budaya tak benda yang menyimpan kebijaksanaan leluhur. Salah satunya adalah Berluk, sebuah seni tradisional yang jarang terdengar di telinga awam, namun memiliki kedalaman filosofis dan estetika yang luar biasa. Berasal dari kepulauan Nusantara, Berluk bukan sekadar kerajinan tangan, melainkan sebuah jalan spiritual, sebuah manifestasi visual dari harmoni semesta, dan sebuah meditasi yang diwujudkan dalam bentuk. Artikel ini akan membawa Anda menyelami alam Berluk yang penuh misteri, keindahan, dan makna.

Berluk adalah sebuah istilah yang merujuk pada praktik seni visual kuno di beberapa komunitas adat di Indonesia, terutama yang mendiami wilayah pegunungan dan pesisir terpencil. Istilah 'Berluk' sendiri dipercaya berasal dari gabungan kata 'ber' (berarti 'melakukan' atau 'menjalani') dan 'luk' (yang terkait dengan 'melukis', 'mengukir', atau 'membentuk'). Dengan demikian, Berluk dapat diartikan sebagai 'tindakan menciptakan melalui ukiran, lukisan, atau pembentukan', namun dengan penekanan pada proses kontemplatif dan spiritual di baliknya.

Seni Berluk dikenal karena pola-pola rumitnya yang seringkali menggambarkan elemen alam, kosmologi, dan mitologi lokal. Namun, yang membuatnya unik adalah bahwa setiap garis, setiap warna, dan setiap tekstur yang tercipta bukanlah semata-mata representasi visual, melainkan sebuah kode, sebuah doa, atau sebuah catatan perjalanan batin sang seniman. Ini adalah seni yang lahir dari keheningan, tumbuh dalam kesabaran, dan berbicara melalui keindahan.

Asal-usul dan Jejak Sejarah Berluk

Menelusuri jejak Berluk ibarat menyelami lautan sejarah yang luas dan misterius. Bukti-bukti awal menunjukkan bahwa praktik Berluk telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, jauh sebelum era kerajaan-kerajaan besar di Nusantara. Pada awalnya, Berluk diyakini merupakan bagian integral dari ritual kepercayaan animisme dan dinamisme, digunakan untuk berkomunikasi dengan roh leluhur, menolak bala, atau memohon kesuburan. Situs-situs arkeologi di beberapa pulau terpencil kadang-kadang mengungkap artefak berupa batu-batu ukir atau fragmen keramik dengan pola Berluk primitif yang serupa.

Seiring berjalannya waktu, seiring dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha, Berluk tidak lantas menghilang. Sebaliknya, ia beradaptasi dan berintegrasi dengan narasi-narasi baru. Motif-motif Berluk mulai menampilkan dewa-dewi, kisah-kisah epik, dan simbol-simbol kosmologis Hindu-Buddha, namun tetap mempertahankan esensi dan gaya khasnya. Transformasi ini terlihat jelas pada relief-relief candi kuno yang memiliki kesamaan motif dengan Berluk, atau pada hiasan-hiasan artefak keagamaan.

Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, Berluk kembali mengalami pergeseran. Meskipun Islam melarang penggambaran figuratif makhluk hidup secara eksplisit, Berluk menemukan cara untuk terus hidup melalui adaptasi motif-motif geometris, kaligrafi yang distilasi, dan pola-pola flora yang sangat stilasi. Kehalusan dan kerumitan pola Berluk justru menjadi media dakwah keindahan dan ketuhanan, mencerminkan sifat Allah yang Maha Indah.

Masa kolonial menjadi periode yang berat bagi Berluk. Tekanan budaya Barat, eksploitasi sumber daya, dan perubahan sosial ekonomi menyebabkan banyak tradisi lokal, termasuk Berluk, terpinggirkan. Namun, di komunitas-komunitas adat yang gigih mempertahankan warisan leluhur mereka, Berluk tetap hidup, meskipun dalam skala yang lebih kecil dan seringkali tersembunyi dari mata dunia luar. Ia menjadi semacam identitas tersembunyi, penanda perlawanan budaya, dan penghubung dengan akar spiritual yang tak tergoyahkan.

Baru pada abad ke-20, dengan bangkitnya nasionalisme dan apresiasi terhadap budaya lokal, Berluk mulai kembali menemukan jalannya ke permukaan. Para budayawan, peneliti, dan seniman mulai menyadari nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Berluk, berupaya mendokumentasikannya, dan menghidupkannya kembali. Proses revitalisasi ini masih terus berlangsung hingga hari ini, menghadapi berbagai tantangan namun juga membuka peluang baru bagi Berluk untuk dikenal lebih luas.

Filosofi di Balik Setiap Guratan Berluk

Lebih dari sekadar seni visual, Berluk adalah cermin dari filosofi hidup masyarakatnya. Inti dari filosofi Berluk adalah konsep Keselarasan Agung (Harmoni Semesta), yang meyakini bahwa segala sesuatu di alam semesta saling terhubung dan saling mempengaruhi. Setiap pola, setiap warna, setiap material dalam Berluk adalah representasi dari keterhubungan ini.

1. Keselarasan Alam dan Manusia

Motif-motif alam seperti matahari, bulan, bintang, gunung, sungai, pohon, dan hewan sering mendominasi karya Berluk. Ini bukan sekadar penggambaran, melainkan pengakuan bahwa manusia adalah bagian tak terpisahkan dari alam. Berluk mengajarkan untuk hidup selaras dengan irama alam, menghargai setiap elemennya, dan menjaga keseimbangan. Misalnya, motif gelombang air tidak hanya berarti air, tetapi juga siklus kehidupan, perubahan, dan adaptasi. Motif pohon kehidupan (Kalpataru) melambangkan kesinambungan, kesuburan, dan penghubung antara dunia atas dan bawah.

2. Meditasi dan Keheningan Batin

Proses penciptaan Berluk itu sendiri adalah sebuah ritual meditasi. Para seniman Berluk, yang sering disebut 'Pem-Berluk', tidak memulai karya mereka tanpa persiapan batin yang matang. Mereka akan melakukan puasa, doa, atau semadi untuk membersihkan pikiran dan hati, mencari inspirasi dari alam semesta dan roh leluhur. Setiap guratan, setiap celup warna, setiap pukulan pahat dilakukan dengan penuh kesadaran dan keheningan. Kesabaran adalah kunci, karena sebuah karya Berluk bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk diselesaikan. Dalam proses inilah, Pem-Berluk mencapai kondisi 'Nir-Pikiran', di mana ego melebur dan ia menjadi saluran bagi kekuatan kreatif yang lebih besar.

3. Simbolisme Warna dan Bentuk

Warna dalam Berluk bukan sekadar estetika, melainkan membawa makna yang mendalam. Biru dan hijau sering melambangkan ketenangan, kesuburan, dan spiritualitas. Merah bisa berarti keberanian, energi, atau perlindungan. Kuning dan emas melambangkan kemuliaan, kebijaksanaan, atau pencerahan. Hitam sering digunakan untuk menegaskan, melambangkan kekuatan tersembunyi atau alam bawah sadar. Bentuk geometris seperti lingkaran melambangkan keabadian dan kesempurnaan, sedangkan persegi melambangkan empat penjuru mata angin atau keseimbangan dunia fisik. Garis spiral sering mewakili perjalanan spiritual, pertumbuhan, dan evolusi.

4. Warisan dan Kelanjutan

Berluk adalah jembatan antara masa lalu, kini, dan masa depan. Setiap karya Berluk adalah narasi yang diturunkan, sebuah pesan dari generasi ke generasi. Ia mengajarkan tentang pentingnya menghargai warisan, belajar dari kebijaksanaan leluhur, dan memastikan kelanjutan tradisi. Proses belajar Berluk pun tidak mudah, seringkali melalui sistem magang yang ketat di mana seorang murid harus menghabiskan bertahun-tahun melayani dan belajar dari seorang maestro, bukan hanya teknik tetapi juga filosofi dan spiritualitasnya.

Pola Keselarasan Agung

Jenis-jenis Berluk dan Media Ekspresinya

Berluk bukanlah seni yang terikat pada satu media saja. Justru, keragaman media ekspresinya mencerminkan adaptabilitas dan kekayaan budaya Nusantara. Setiap jenis Berluk memiliki kekhasan teknik, material, dan nuansa filosofisnya sendiri.

1. Berluk Ukir (Ukiran Berluk)

Ini adalah salah satu bentuk Berluk yang paling tua dan paling umum. Kayu adalah media utama, tetapi batu, tulang, atau gading (sebelum adanya pelarangan) juga digunakan. Ukiran Berluk dapat ditemukan pada tiang rumah adat, perabot rumah tangga, senjata tradisional, alat musik, hingga patung-patung ritual. Teknik ukirnya bervariasi, dari ukiran timbul (relief) yang halus hingga ukiran tembus (filigri) yang rumit, menunjukkan kedalaman dan dimensi dalam setiap karyanya. Kayu yang dipilih pun tidak sembarangan; seringkali kayu dari pohon yang dianggap sakral atau memiliki kualitas khusus dipilih untuk menghasilkan ukiran Berluk yang kuat dan tahan lama.

2. Berluk Tenun (Kain Berluk)

Kain Berluk adalah permata tekstil yang memadukan keindahan tenun dengan makna filosofis. Pola Berluk ditenun langsung ke dalam benang menggunakan teknik ikat, songket, atau tapis. Benang-benang yang digunakan seringkali dari serat alami seperti kapas, sutra, atau serat pisang, yang diwarnai dengan pewarna alami dari tumbuhan. Setiap helai kain Berluk bisa menceritakan kisah desa, silsilah keluarga, atau doa-doa untuk pemakainya. Kain Berluk sering digunakan dalam upacara adat, pakaian kebesaran, atau sebagai selimut ritual.

3. Berluk Lukis (Lukisan Berluk)

Meskipun ukiran dan tenun lebih dominan, lukisan Berluk juga memiliki tempatnya. Lukisan ini sering ditemukan pada panel kayu, kulit binatang yang diolah, atau media kertas tradisional (misalnya, dari kulit kayu). Gaya lukisannya sangat khas, dengan garis-garis tegas, warna-warna kontras namun harmonis, dan detail yang kaya. Lukisan Berluk sering berfungsi sebagai media pengajaran mitos, legenda, atau sebagai media ritual untuk penyembuhan. Para Pem-Berluk Lukis biasanya menggunakan kuas yang terbuat dari serat alami dan pigmen dari bahan-bahan mineral atau tumbuhan.

4. Berluk Logam (Kerajinan Logam Berluk)

Pada beberapa komunitas, Berluk juga diterapkan pada kerajinan logam, terutama perak, kuningan, atau tembaga. Teknik yang digunakan meliputi tempa, ukir, patri, dan filigri. Berluk Logam sering digunakan untuk membuat perhiasan (kalung, gelang, anting), perlengkapan upacara (tempat sesajen, cawan), atau bagian dari senjata pusaka. Keahlian dalam Berluk Logam menuntut ketelitian tinggi dan pemahaman mendalam tentang sifat-sifat logam.

Seniman Berluk dalam Keheningan

Proses Kreasi dan Ritual dalam Berluk

Menciptakan sebuah karya Berluk bukanlah sekadar keterampilan fisik, melainkan sebuah perjalanan yang mendalam, sebuah tarian antara tangan, pikiran, dan hati. Proses ini seringkali diwarnai oleh ritual-ritual tertentu yang bertujuan untuk menyucikan, memfokuskan, dan menghubungkan sang Pem-Berluk dengan sumber inspirasi ilahi.

1. Persiapan Spiritual dan Fisik

Sebelum memulai, seorang Pem-Berluk akan melakukan berbagai persiapan. Ini bisa berupa puasa singkat, meditasi, doa, atau membersihkan diri secara fisik dan spiritual. Ruangan kerja juga akan disiapkan, seringkali dengan meletakkan sesajen sederhana sebagai bentuk penghormatan kepada roh penjaga atau leluhur. Tujuannya adalah untuk mencapai kondisi pikiran yang tenang dan jernih, bebas dari gangguan duniawi, sehingga ia dapat menjadi saluran murni bagi ekspresi artistik.

2. Pemilihan Material yang Sakral

Pemilihan material adalah langkah krusial. Tidak sembarang kayu, benang, atau logam dapat digunakan. Material seringkali dipilih berdasarkan kriteria tertentu: jenis pohon, usia pohon, lokasi tumbuh, atau bahkan waktu penebangan (untuk kayu); jenis serat, cara penanaman, atau waktu panen (untuk benang); atau asal-usul mineral (untuk logam dan pewarna). Beberapa material dianggap memiliki energi atau "roh" tertentu yang akan menjiwai karya Berluk yang tercipta. Misalnya, kayu ulin yang sangat keras dan awet sering dipilih untuk Berluk yang dimaksudkan untuk melambangkan kekuatan dan ketahanan.

3. Tahapan Penggambaran Pola atau Sketsa

Untuk Berluk ukir atau lukis, proses dimulai dengan penggambaran pola dasar. Ini bisa dilakukan langsung di atas media dengan tangan bebas, atau menggunakan alat bantu sederhana untuk mendapatkan simetri. Meskipun ada pola-pola tradisional yang diwarisi, setiap Pem-Berluk diberi ruang untuk interpretasi dan menambahkan sentuhan pribadinya. Ada keyakinan bahwa pola yang tercipta adalah 'bisikan' dari alam atau leluhur, yang hanya bisa ditangkap oleh hati yang peka. Kesalahan dalam pola sering dianggap sebagai bagian dari proses alami, bukan kegagalan, melainkan ajakan untuk beradaptasi atau menemukan jalur kreatif yang baru.

4. Eksekusi dengan Keheningan dan Ketelitian

Inilah tahap di mana keahlian fisik dan ketahanan mental diuji. Baik itu mengukir, menenun, melukis, atau menempa, setiap gerakan dilakukan dengan sangat teliti dan penuh perhatian. Suasana di studio Pem-Berluk seringkali hening, hanya diisi oleh suara alat yang bekerja dan nafas sang seniman. Proses ini bisa sangat memakan waktu, seringkali berjam-jam setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Dalam keheningan ini, sang Pem-Berluk tidak hanya menciptakan sebuah objek, tetapi juga "merajut" jiwanya ke dalam karya tersebut. Pengulangan pola-pola rumit menjadi mantra visual, yang membawa Pem-Berluk ke dalam kondisi meditasi yang dalam.

5. Pewarnaan dengan Pigmen Alam

Jika karya memerlukan warna, pigmen alami adalah pilihan utama. Pewarna diekstrak dari tumbuhan seperti indigo untuk biru, kunyit untuk kuning, mengkudu untuk merah, atau lumpur kaya mineral untuk coklat dan hitam. Proses pewarnaan seringkali juga memakan waktu, membutuhkan beberapa kali pencelupan dan pengeringan untuk mencapai intensitas warna yang diinginkan. Setiap warna memiliki vibrasi dan makna tersendiri, yang memperkuat pesan filosofis Berluk.

6. Upacara Penyelesaian dan Penjiwaan

Setelah selesai, beberapa karya Berluk, terutama yang memiliki fungsi ritual atau spiritual, akan melalui upacara penyelesaian. Upacara ini bisa berupa ritual membersihkan, memberkati, atau bahkan 'menjiwai' karya tersebut agar dapat berfungsi sesuai tujuannya. Ini adalah momen di mana karya Berluk secara resmi menjadi sebuah objek yang hidup, yang membawa energi dan pesan dari sang Pem-Berluk dan tradisinya. Setelah upacara ini, Berluk siap untuk ditempatkan di lokasinya, digunakan dalam upacara, atau disimpan sebagai pusaka.

Berluk dalam Kehidupan Masyarakat Adat

Bagi masyarakat adat yang masih memegang teguh tradisi, Berluk bukanlah sekadar pajangan atau hiasan. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, siklus hidup, dan struktur sosial mereka. Kehadiran Berluk meresapi setiap aspek, dari yang profan hingga yang sakral.

1. Penanda Identitas dan Status Sosial

Dalam banyak komunitas, motif Berluk tertentu bisa menjadi penanda identitas klan, suku, atau bahkan status sosial seseorang. Pakaian adat dengan pola Berluk yang rumit seringkali hanya boleh dikenakan oleh tetua adat, pemimpin spiritual, atau anggota keluarga bangsawan. Ukiran Berluk di rumah adat juga bisa menunjukkan kekayaan, pengaruh, atau silsilah pemiliknya. Setiap keluarga atau marga mungkin memiliki pola Berluk 'paten' yang diwariskan secara turun-temurun, berfungsi sebagai semacam lambang atau 'coat of arms' yang menceritakan sejarah dan nilai-nilai keluarga.

2. Pelindung dan Pengusir Roh Jahat

Berluk sering diyakini memiliki kekuatan protektif. Motif-motif tertentu, seperti mata penjaga, naga, atau makhluk mitologis lainnya, diukir atau dilukis di ambang pintu, tiang rumah, atau perahu untuk mengusir roh jahat, menolak bala, dan membawa keberuntungan. Kain Berluk yang dikenakan oleh seorang ibu hamil atau anak kecil juga sering dianggap sebagai jimat pelindung. Kepercayaan ini mengakar kuat dalam pandangan dunia animisme yang masih hidup di beberapa komunitas, di mana dunia spiritual dan fisik saling berinteraksi.

3. Media Ritual dan Upacara Adat

Dalam setiap upacara adat, mulai dari kelahiran, sunat, pernikahan, hingga kematian, Berluk memegang peranan penting. Kain Berluk digunakan sebagai pembungkus jenazah, selendang pengantin, atau alas sesajen. Ukiran Berluk menjadi hiasan utama di tempat upacara, menciptakan atmosfer sakral dan menghubungkan peserta dengan dunia spiritual. Berluk juga sering digunakan dalam ritual penyembuhan, di mana pola-pola tertentu diyakini dapat membantu mengembalikan keseimbangan tubuh dan jiwa yang sakit.

4. Pengajaran Nilai dan Moral

Setiap motif dan warna Berluk adalah pelajaran hidup. Melalui Berluk, anak-anak diajarkan tentang pentingnya keselarasan dengan alam, rasa hormat kepada leluhur, nilai-nilai komunitas, dan konsep kebaikan serta kejahatan. Cerita-cerita yang tersembunyi dalam pola Berluk menjadi alat edukasi informal yang efektif, menanamkan nilai-nilai budaya dan moral sejak dini. Proses belajar Berluk sendiri mengajarkan kesabaran, ketekunan, dan kerendahan hati.

5. Ekonomi Kreatif dan Perekonomian Keluarga

Bagi banyak keluarga Pem-Berluk, seni ini juga menjadi sumber penghidupan. Penjualan karya Berluk, meskipun seringkali terbatas pada lingkup komunitas atau kolektor tertentu, memberikan pendapatan yang penting. Namun, nilai ekonomi ini seringkali tidak semata-mata diukur dari harga jual, melainkan dari nilai budaya dan spiritual yang melekat pada karya tersebut. Ada sebuah kehormatan dan pengakuan sosial yang tinggi bagi mereka yang mampu menghasilkan karya Berluk yang indah dan penuh makna.

Matahari (Kekuatan) Bulan (Ketenangan) Air (Kehidupan)

Tantangan dan Revitalisasi Berluk di Era Modern

Di tengah gelombang modernisasi dan globalisasi, Berluk menghadapi berbagai tantangan yang mengancam kelestariannya. Namun, pada saat yang sama, muncul pula upaya-upaya revitalisasi yang penuh harapan, membuka jalan bagi Berluk untuk bertahan dan berkembang di era kontemporer.

1. Tantangan yang Dihadapi Berluk

Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya minat generasi muda. Proses belajar Berluk yang panjang, rumit, dan membutuhkan kesabaran luar biasa seringkali dianggap tidak menarik dibandingkan dengan profesi lain yang menjanjikan imbalan instan. Minimnya dokumentasi juga menjadi masalah serius; banyak pengetahuan Berluk yang masih bersifat lisan dan disimpan oleh sedikit maestro yang semakin menua, berisiko hilang selamanya jika tidak segera dicatat.

Ekonomi juga menjadi faktor penentu. Karya Berluk yang otentik, dengan material alami dan proses pengerjaan yang memakan waktu, memiliki biaya produksi yang tinggi. Namun, seringkali harga jualnya tidak sebanding dengan usaha dan nilai seninya, terutama di pasar yang belum sepenuhnya mengapresiasi keunikan Berluk. Ini menyebabkan para Pem-Berluk kesulitan bersaing dengan produk massal yang lebih murah.

Selain itu, pergeseran nilai-nilai masyarakat juga berdampak. Fungsi Berluk sebagai media spiritual dan ritual mulai terkikis oleh agama-agama modern dan gaya hidup urban. Berluk yang dulunya adalah inti dari kehidupan, kini sering dianggap sebagai artefak masa lalu atau sekadar hiasan estetis tanpa makna mendalam.

2. Upaya Revitalisasi dan Adaptasi

Beruntung, kesadaran akan pentingnya melestarikan Berluk semakin meningkat. Berbagai upaya revitalisasi telah dan sedang dilakukan:

Masa Depan Berluk: Antara Tradisi dan Inovasi

Masa depan Berluk adalah sebuah narasi yang belum selesai, sebuah kanvas yang menunggu guratan-guratan baru. Kuncinya terletak pada keseimbangan yang harmonis antara mempertahankan kemurnian tradisi dan keberanian untuk berinovasi.

Berluk harus tetap berakar pada filosofi Keselarasan Agung dan nilai-nilai spiritualnya. Ini berarti bahwa setiap adaptasi dan inovasi harus dilakukan dengan pemahaman yang mendalam tentang inti Berluk, bukan sekadar meniru estetikanya. Para Pem-Berluk masa depan perlu menjadi jembatan antara dua dunia: menghormati leluhur mereka sambil berbicara dalam bahasa yang relevan dengan generasi baru.

Potensi Berluk di era global sangat besar. Sebagai seni yang sarat makna, ia dapat menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar keindahan visual. Ia dapat menjadi antitesis terhadap budaya konsumerisme yang serba cepat, menawarkan pengalaman yang lebih lambat, meditatif, dan otentik. Produk-produk Berluk, baik yang tradisional maupun yang adaptif, memiliki daya tarik unik bagi mereka yang mencari koneksi dengan alam, spiritualitas, dan kerajinan tangan yang berjiwa.

Pendidikan juga akan memainkan peran sentral. Berluk perlu diajarkan tidak hanya sebagai seni, tetapi sebagai cara hidup, sebuah disiplin yang melatih kesabaran, fokus, dan pemahaman tentang keterhubungan. Integrasi Berluk ke dalam pendidikan formal dan informal dapat menumbuhkan generasi baru yang tidak hanya ahli dalam teknik, tetapi juga memahami dan menghargai filosofi di baliknya.

Pada akhirnya, kelangsungan Berluk akan bergantung pada kita semua. Baik sebagai Pem-Berluk, penikmat, pembeli, pendukung, atau sekadar pengagum, setiap upaya kecil untuk memahami, menghargai, dan melestarikan Berluk akan menjadi bagian dari cerita panjangnya. Berluk adalah lebih dari sekadar warisan masa lalu; ia adalah inspirasi untuk masa depan, sebuah pengingat akan keindahan yang dapat tercipta ketika manusia, alam, dan spiritualitas bersatu dalam harmoni.

JIWA Keterhubungan Semesta dalam Berluk

Penutup

Berluk, dengan segala keindahan dan kedalamannya, adalah sebuah anugerah dari leluhur yang tak ternilai harganya. Ia mengingatkan kita bahwa seni bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang identitas, filosofi, spiritualitas, dan keberlanjutan. Dalam setiap guratan, setiap tenunan, dan setiap ukiran Berluk, terdapat bisikan kebijaksanaan masa lalu yang relevan hingga hari ini. Marilah kita bersama-sama menjaga api Berluk agar terus menyala, menerangi jalan bagi generasi mendatang untuk menemukan keindahan dan makna dalam tradisi yang tak lekang oleh waktu ini.

Semoga artikel ini mampu memberikan gambaran yang komprehensif tentang Berluk, menginspirasi apresiasi yang lebih dalam terhadap kekayaan budaya Indonesia, dan mendorong upaya kolektif untuk melestarikan warisan berharga ini. Berluk adalah bukti nyata bahwa seni dapat menjadi sebuah jembatan penghubung antara manusia, alam, dan alam ilahi, sebuah harmoni yang abadi dalam bentuk yang paling murni.