Berokan: Penjaga Tradisi, Simbol Penolak Bala Cirebon

Di tengah pesatnya laju modernisasi, masih banyak pusaka budaya yang kokoh berdiri, menjadi penjaga identitas dan kearifan lokal suatu bangsa. Salah satu permata tak ternilai dari kekayaan budaya Indonesia, khususnya dari wilayah Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, adalah Berokan. Seni pertunjukan rakyat ini bukan sekadar tontonan biasa; ia adalah jembatan penghubung antara dunia manusia dan alam spiritual, perwujudan mitos purba, serta ekspresi kegembiraan dan harapan masyarakat. Melalui topengnya yang unik, gerak tarinya yang dinamis, dan iringan musik gamelan yang magis, Berokan menuturkan kisah panjang tentang kepercayaan, perlawanan terhadap keburukan, dan doa untuk kesejahteraan. Artikel ini akan menyelami setiap lapisan Berokan, dari akar sejarahnya yang mendalam hingga perannya di era kontemporer, mengungkap esensi mengapa Berokan tetap relevan dan dicintai hingga kini.

Gambar ilustrasi topeng Berokan khas Cirebon dengan warna-warna cerah kuning, merah, hijau, dan hitam. Topeng memiliki mata besar, mulut lebar, dan taring, mencerminkan karakter mistis dan penjaga.
Topeng Berokan, cerminan dari kekuatan dan penjaga spiritual.

1. Asal-Usul dan Sejarah Berokan: Jejak Sang Penjaga dari Masa Lalu

Untuk memahami Berokan, kita harus kembali jauh ke belakang, menyusuri jejak-jejak sejarah dan mitologi yang melingkupinya. Akar Berokan sangat kental dengan tradisi animisme dan dinamisme masyarakat Jawa kuno, khususnya di pesisir utara Jawa Barat. Kepercayaan terhadap kekuatan alam, roh penjaga, dan upaya untuk menolak bala (mara bahaya) adalah pondasi utama yang melahirkan seni ini.

1.1. Mitologi dan Legenda Penciptaan Berokan

Ada beberapa versi legenda mengenai asal-usul Berokan, namun umumnya melibatkan entitas mistis berbentuk singa atau harimau. Salah satu kisah yang paling populer mengaitkan Berokan dengan keberadaan Sunan Kalijaga, salah satu Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa. Diceritakan bahwa pada masa awal penyebaran Islam, Sunan Kalijaga menghadapi banyak tantangan, termasuk dari roh-roh jahat atau makhluk halus yang mengganggu masyarakat.

Dalam versi ini, Berokan diyakini sebagai jelmaan dari seekor singa atau harimau mitos yang berhasil ditaklukkan oleh Sunan Kalijaga. Setelah ditaklukkan, makhluk ini tidak dimusnahkan, melainkan "diislamkan" atau diberi peran baru sebagai penjaga kebaikan. Transformasi ini melambangkan adaptasi dan akulturasi budaya lokal dengan ajaran Islam yang dibawa oleh para wali. Makhluk buas yang semula ditakuti, kini berubah menjadi pelindung yang dihormati.

Versi lain menyebutkan Berokan sebagai representasi dari arwah leluhur atau penjaga desa yang berwujud buas. Keberadaannya dipercaya dapat mengusir roh jahat, penyakit, atau musibah yang mengancam komunitas. Karakteristik buas pada topeng Berokan, dengan taring yang menonjol dan mata yang melotot, bukanlah untuk menakuti manusia, melainkan untuk menakuti entitas gaib yang berniat jahat.

Dalam konteks ritual agraris, Berokan juga dikaitkan dengan kesuburan tanah dan keberlimpahan hasil panen. Ia adalah simbol kekuatan alam yang dapat memberikan kemakmuran sekaligus melindungi dari hama dan bencana alam. Pertunjukan Berokan seringkali menjadi bagian dari upacara adat seperti Nadran (sedekah laut) atau Sedekah Bumi (syukuran hasil bumi), di mana ia berperan sebagai "pembersih" dan "pemberi berkah."

1.2. Perkembangan dari Ritual ke Pertunjukan Rakyat

Awalnya, Berokan murni bersifat ritualistik. Pertunjukannya dilakukan dalam konteks upacara adat yang sakral, seringkali hanya pada waktu-waktu tertentu yang dianggap keramat atau saat terjadi musibah. Para pelakunya adalah orang-orang tertentu yang memiliki kemampuan spiritual atau diyakini memiliki hubungan dengan roh-roh penjaga.

Seiring berjalannya waktu, dan dengan semakin kuatnya pengaruh Islam serta perubahan sosial, Berokan mulai mengalami pergeseran. Meskipun elemen ritualnya tidak sepenuhnya hilang, ia mulai beradaptasi menjadi bentuk seni pertunjukan yang lebih inklusif dan menghibur. Pergeseran ini memungkinkan Berokan untuk dinikmati oleh khalayak yang lebih luas, tidak hanya mereka yang terlibat dalam ritual.

Transformasi ini juga dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat akan hiburan. Di pedesaan, pertunjukan seni menjadi salah satu sarana hiburan utama, terutama pada perayaan-perayaan penting. Berokan, dengan geraknya yang lincah dan penampilannya yang menarik, menemukan tempatnya sebagai daya tarik dalam berbagai acara, mulai dari pesta pernikahan, khitanan, hingga festival desa.

Proses akulturasi dan adaptasi inilah yang membuat Berokan tetap hidup dan berkembang hingga saat ini. Ia berhasil menjaga esensi spiritual dan filosofisnya, sembari membuka diri terhadap interpretasi dan fungsi baru dalam masyarakat yang terus berubah.

1.3. Pengaruh Islam dan Tradisi Lokal

Islam, yang datang ke tanah Jawa membawa ajaran tauhid, tidak serta merta menghapus kepercayaan lokal yang sudah mengakar. Sebaliknya, Islam di Nusantara seringkali berakulturasi dengan budaya yang ada, menciptakan sinkretisme yang unik. Berokan adalah salah satu contoh nyata dari akulturasi ini.

Meskipun memiliki akar animistik, Berokan tidak dianggap bertentangan dengan ajaran Islam oleh sebagian besar masyarakat Cirebon. Para ulama lokal atau tokoh masyarakat seringkali memberikan tafsir yang mengaitkan fungsi Berokan sebagai penolak bala dengan konsep doa dan perlindungan dari Tuhan. Topeng Berokan bukan disembah, melainkan sebagai media atau simbol doa kolektif masyarakat.

Pengaruh Islam juga terlihat dalam beberapa aspek pertunjukan atau ritual yang menyertainya. Misalnya, sebelum pertunjukan dimulai, seringkali dilakukan doa-doa sesuai ajaran Islam. Ada pula pemahaman bahwa kekuatan Berokan berasal dari "barokah" atau berkah yang diberikan oleh Allah SWT, bukan dari kekuatan intrinsik topeng itu sendiri.

Dengan demikian, Berokan menjadi representasi hidup dari harmoni antara tradisi pra-Islam dan nilai-nilai Islam, menunjukkan bagaimana budaya dapat beradaptasi dan menemukan makna baru tanpa kehilangan identitasnya yang hakiki. Ini adalah bukti kekayaan intelektual leluhur dalam mengelola perubahan sosial dan kepercayaan.

2. Wujud Fisik dan Simbolisme Berokan: Anatomi Sang Penjaga

Salah satu aspek paling mencolok dari Berokan adalah wujud fisiknya, terutama topengnya yang ikonik. Setiap detail pada topeng dan kostum Berokan memiliki makna dan filosofi yang mendalam, menceritakan karakternya sebagai penjaga sekaligus entitas spiritual.

2.1. Topeng Berokan: Detail dan Makna

Topeng Berokan adalah inti dari pertunjukan ini. Ia tidak hanya berfungsi sebagai penutup wajah penari, tetapi sebagai perwujudan roh atau entitas yang ingin disampaikan. Topeng ini umumnya terbuat dari kayu ringan, seperti kayu jaran atau kayu randu, yang diukir dan dicat dengan detail.

Topeng Berokan dirancang untuk memberikan kesan menyeramkan namun sekaligus agung, sebuah paradoks yang menunjukkan dualitasnya sebagai pelindung yang tangguh. Desainnya yang khas membuat Berokan mudah dikenali dan membedakannya dari topeng-topeng lain di Nusantara.

2.2. Kostum dan Atribut Lainnya

Selain topeng, kostum dan atribut lain yang dikenakan oleh penari Berokan juga memiliki peran penting dalam membentuk citra keseluruhan dan menyampaikan maknanya.

Keseluruhan penampilan Berokan, mulai dari topeng hingga ujung kaki, adalah sebuah kesatuan yang utuh, dirancang untuk memproyeksikan kekuatan spiritual, kelincahan, dan peran sentralnya dalam menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan gaib.

Gambar ilustrasi penari Berokan dengan topeng dan kostum berwarna cerah, menunjukkan gerakan dinamis. Topeng utama berwarna merah dengan mata besar, dan kostum menunjukkan rumbai-rumbai hijau dan ungu, menggambarkan kelincahan dan semangat.
Gerakan lincah dan kostum Berokan yang penuh warna.

3. Pertunjukan Berokan: Harmoni Gerak, Musik, dan Mantra

Pertunjukan Berokan adalah sebuah orkestrasi yang apik antara seni tari, musik, dan elemen spiritual. Setiap elemen dirajut sedemikian rupa untuk menciptakan pengalaman yang memukau dan penuh makna bagi penonton.

3.1. Struktur Pertunjukan: Pembuka, Inti, Penutup

Sebuah pertunjukan Berokan biasanya mengikuti struktur tertentu, meskipun dapat bervariasi tergantung kelompok dan konteks acara:

  1. Persiapan dan Ritual Awal: Sebelum pertunjukan dimulai, seringkali dilakukan serangkaian ritual kecil oleh dalang atau pemimpin kelompok. Ini bisa berupa pembakaran kemenyan, pembacaan doa-doa, atau sesajen sederhana untuk memohon restu dan perlindungan. Tujuannya adalah untuk "memanggil" energi spiritual Berokan dan memastikan kelancaran pertunjukan.
  2. Pembukaan (Bubar Gending): Pertunjukan dibuka dengan iringan musik gamelan yang energik, seringkali dengan tempo yang bersemangat. Ini berfungsi untuk menarik perhatian penonton dan membangun suasana. Penari Berokan mungkin belum muncul di awal, namun irama musik sudah mengisyaratkan kehadirannya.
  3. Kemunculan Berokan: Penari Berokan kemudian muncul dengan gerak yang khas, bisa perlahan dan mengintai, atau langsung melompat dan berputar-putar dengan lincah. Kemunculannya seringkali dramatis dan menjadi puncak perhatian.
  4. Gerak Inti (Ngelayung, Ngleyang): Bagian inti pertunjukan adalah saat Berokan menunjukkan tarian-tarian khasnya. Gerakannya sangat dinamis, seringkali menggabungkan kelincahan hewan buas, gerak akrobatik, dan interaksi dengan penonton. Ini adalah saat Berokan "beraksi" mengusir bala atau memberkati.
  5. Interaksi dengan Penonton: Salah satu ciri khas Berokan adalah interaksinya yang erat dengan penonton. Berokan seringkali mendekati penonton, "mengendus-endus," mengusap kepala anak-anak, atau bahkan "mengejar" penonton yang mencoba menghindar. Interaksi ini bukan hanya hiburan, tetapi juga bagian dari ritual penolak bala, di mana Berokan dipercaya dapat mengambil energi negatif dari orang yang disentuhnya.
  6. Penutup: Pertunjukan diakhiri dengan tarian yang mereda, diiringi musik yang melambat. Berokan biasanya akan "pamit" atau kembali ke tempat asalnya (seringkali digambarkan dengan masuk kembali ke area tertutup). Doa penutup kadang juga dibacakan untuk mengakhiri rangkaian ritual.

3.2. Gerak Tari dan Koreografi Berokan

Gerakan tari Berokan sangat unik, memadukan unsur-unsur animalistik dengan sentuhan manusiawi. Gerakannya menggambarkan kekuatan, kelincahan, dan sifat protektif.

Penari Berokan harus memiliki stamina yang prima, kelenturan tubuh, dan kemampuan menjiwai karakter yang dibawakan. Pelatihan untuk menjadi penari Berokan biasanya turun-temurun dan membutuhkan dedikasi tinggi.

3.3. Iringan Musik Gamelan Berokan

Musik adalah jiwa dari pertunjukan Berokan. Gamelan yang mengiringinya bukanlah gamelan sembarangan, melainkan memiliki karakter dan repertoar khusus yang disesuaikan dengan gerak dan nuansa Berokan.

3.4. Narasi dan Cerita yang Dibawakan

Meskipun tidak selalu ada dialog verbal, Berokan menceritakan narasi melalui gerak, musik, dan interaksi. Tema utamanya adalah:

Kadang-kadang, ada pula figur lain yang muncul bersama Berokan, seperti sosok manusia yang berperan sebagai pawang atau penuntun, yang berinteraksi dengan Berokan dan penonton, memberikan penjelasan atau bimbingan.

3.5. Interaksi dengan Penonton: Lebih dari Sekadar Hiburan

Interaksi Berokan dengan penonton adalah salah satu bagian yang paling hidup dan unik. Ini bukan hanya gimmick untuk menarik perhatian, tetapi memiliki makna ritualistik yang kuat.

Interaksi ini menunjukkan bahwa Berokan bukan pertunjukan satu arah, melainkan sebuah peristiwa komunal di mana batas antara penampil dan penonton menjadi kabur, semuanya terlibat dalam pengalaman spiritual dan budaya yang sama.

Gambar ilustrasi set gamelan sederhana yang digunakan untuk mengiringi Berokan. Terlihat beberapa saron berwarna perak dan kendang berwarna cokelat dan merah, menunjukkan alat musik tradisional yang menjadi jantung irama pertunjukan.
Alat musik gamelan yang mengiringi setiap gerak Berokan.

4. Makna dan Fungsi Berokan: Simbolisme yang Mendalam

Di balik penampilan yang meriah dan energik, Berokan menyimpan lapisan makna dan fungsi yang sangat kaya bagi masyarakat pendukungnya. Ia adalah cerminan dari pandangan dunia dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi.

4.1. Sebagai Ritual Penolak Bala

Fungsi utama Berokan, yang paling mendasar dan diyakini secara luas, adalah sebagai penolak bala atau penangkal bahaya. Bala yang dimaksud bisa bermacam-macam: penyakit (terutama wabah), musibah alam (banjir, kekeringan), gagal panen, roh jahat, atau energi negatif yang mengganggu ketentraman hidup.

Kehadiran Berokan dipercaya memiliki kekuatan magis untuk mengusir entitas-entitas negatif tersebut. Gerakan tariannya yang bertenaga, topengnya yang garang, serta iringan musik gamelan yang dinamis, semuanya bersinergi menciptakan atmosfer yang dapat membersihkan dan memurnikan lingkungan dari gangguan spiritual. Masyarakat percaya bahwa dengan mengundang Berokan, mereka akan terlindung dari mara bahaya dan mendapatkan kembali harmoni dalam kehidupan.

Dalam konteks desa, Berokan seringkali menjadi bagian dari upacara pembersihan desa atau ruwatan, di mana ia berkeliling kampung untuk "mengambil" energi-energi negatif dari setiap sudut. Anak-anak yang diusap kepalanya oleh Berokan diyakini akan terhindar dari penyakit dan dilindungi dari roh jahat. Ini adalah bentuk praktik kepercayaan yang telah turun-temurun, di mana seni dan spiritualitas menyatu.

4.2. Sebagai Lambang Kesuburan dan Kesejahteraan

Selain penolak bala, Berokan juga memiliki fungsi sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Dalam masyarakat agraris dan maritim di Cirebon dan Indramayu, keberkahan alam adalah segalanya. Kehadiran Berokan dalam upacara seperti Sedekah Bumi (syukuran hasil panen) atau Nadran (sedekah laut) menguatkan fungsi ini.

Makhluk buas yang digambarkan oleh Berokan dapat diinterpretasikan sebagai representasi kekuatan alam yang liar namun juga subur. Ia adalah simbol vitalitas, kekuatan reproduksi, dan keberlimpahan. Melalui pertunjukannya, masyarakat berharap agar tanah mereka subur, hasil panen melimpah, ikan di laut berlimpah, dan ternak berkembang biak dengan baik. Berokan menjadi perantara doa dan harapan untuk kehidupan yang makmur dan sejahtera.

Beberapa gerak tarian Berokan yang dinamis dan berputar-putar juga dapat diartikan sebagai simbol siklus kehidupan dan kesuburan yang terus berputar, memberikan energi positif bagi alam dan manusia.

4.3. Sebagai Media Hiburan Rakyat

Di luar fungsi ritualistiknya, Berokan juga merupakan salah satu bentuk hiburan rakyat yang sangat digemari. Dalam masyarakat pedesaan, pertunjukan seni adalah momen kebersamaan dan kegembiraan. Berokan, dengan geraknya yang kocak namun penuh tenaga, mampu menghadirkan gelak tawa dan decak kagum.

Interaksi langsung dengan penonton, gerak akrobatik yang memukau, dan iringan musik gamelan yang energik, membuat Berokan menjadi daya tarik utama dalam berbagai perayaan. Dari pesta pernikahan, khitanan, hingga perayaan hari besar desa, Berokan selalu dinanti. Kehadirannya mampu mencairkan suasana dan memberikan kebahagiaan bagi seluruh lapisan masyarakat, dari anak-anak hingga orang dewasa.

Fungsi hiburan ini menjadi penting karena membantu Berokan tetap relevan di tengah perubahan zaman. Tanpa elemen hiburan, sulit bagi seni tradisional untuk bertahan hanya dengan fungsi ritualnya semata. Kemampuan Berokan untuk menghibur menjadikannya lebih mudah diterima dan terus diwariskan dari generasi ke generasi.

4.4. Sebagai Penjaga Identitas Budaya

Lebih dari sekadar ritual atau hiburan, Berokan adalah penjaga identitas budaya masyarakat Cirebon dan Indramayu. Ia adalah cerminan dari sejarah panjang, kepercayaan, dan kearifan lokal yang telah membentuk karakter masyarakatnya.

Melalui Berokan, generasi muda dapat belajar tentang nilai-nilai leluhur, mitos-mitos yang membentuk komunitas, dan pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam dan spiritualitas. Ia menjadi warisan tak benda yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, mengingatkan akan akar budaya yang kuat.

Di tengah gempuran budaya global, Berokan menjadi simbol perlawanan dan pelestarian. Setiap pertunjukannya adalah deklarasi bahwa budaya lokal masih hidup dan bersemangat, sebuah pengingat akan keunikan dan kekayaan identitas Cirebon. Ini memperkuat rasa bangga dan kepemilikan masyarakat terhadap warisan leluhur mereka.

5. Proses Pembuatan dan Kekriyaan Berokan: Dari Kayu Menjadi Jiwa

Topeng dan kostum Berokan bukanlah sekadar properti, melainkan hasil karya seni tinggi yang melibatkan proses kreatif dan filosofis. Di baliknya ada tangan-tangan terampil para pengrajin dan seniman yang menghidupkan karakter Berokan.

5.1. Pembuatan Topeng: Bahan dan Teknik

Pembuatan topeng Berokan adalah proses yang membutuhkan ketelitian, keahlian ukir, dan pemahaman mendalam tentang karakter yang ingin diwujudkan.

Setiap topeng Berokan adalah unik, mencerminkan gaya dan interpretasi sang pembuatnya, namun tetap mempertahankan ciri khas yang melekat pada karakter Berokan.

5.2. Perlengkapan Kostum Lainnya

Pembuatan kostum Berokan juga melibatkan proses yang cukup detail, meskipun tidak serumit topengnya.

Keseluruhan proses pembuatan ini adalah bukti dari kekayaan kekriyaan dan keahlian tradisional yang diwariskan turun-temurun, menjadikan Berokan tidak hanya sebagai seni pertunjukan tetapi juga sebagai warisan seni rupa dan kriya.

6. Pelestarian dan Tantangan Masa Kini: Menjaga Api Berokan Tetap Menyala

Berokan, seperti banyak seni tradisional lainnya, menghadapi tantangan besar di era modern. Namun, berbagai upaya dilakukan untuk memastikan bahwa api tradisi ini tetap menyala dan terus diwariskan kepada generasi mendatang.

6.1. Upaya Regenerasi dan Pewarisan

Salah satu kunci utama pelestarian Berokan adalah regenerasi. Tanpa adanya generasi penerus yang tertarik dan mau mempelajarinya, seni ini akan terancam punah. Berbagai upaya dilakukan:

Regenerasi tidak hanya terbatas pada penari, tetapi juga meliputi pemusik gamelan, pembuat topeng, dan para pemimpin ritual yang memahami filosofi Berokan secara mendalam.

6.2. Adaptasi dan Inovasi

Agar tetap relevan, Berokan juga perlu beradaptasi dan berinovasi tanpa kehilangan esensinya. Inovasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk:

Adaptasi ini penting untuk memastikan Berokan tidak hanya menjadi artefak masa lalu, tetapi juga seni yang hidup dan berdialog dengan zaman.

6.3. Tantangan Globalisasi dan Modernisasi

Tantangan terbesar bagi Berokan adalah globalisasi dan modernisasi. Gempuran budaya populer asing, pergeseran minat generasi muda, dan tekanan ekonomi seringkali membuat seni tradisional sulit bersaing.

6.4. Peran Pemerintah dan Komunitas

Peran pemerintah dan komunitas sangat vital dalam menjaga kelangsungan Berokan:

Dengan dukungan yang komprehensif, Berokan dapat terus menjadi lentera yang menerangi jejak budaya dan spiritual masyarakat Cirebon.

7. Berokan dalam Konteks Budaya Cirebon: Mozaik Seni yang Harmonis

Berokan tidak berdiri sendiri dalam kekayaan budaya Cirebon. Ia adalah bagian dari mozaik seni yang saling terkait, menciptakan lanskap budaya yang harmonis dan unik.

7.1. Hubungan dengan Seni Tradisional Lainnya

Cirebon terkenal dengan berbagai bentuk seni tradisionalnya. Berokan memiliki hubungan erat dengan beberapa di antaranya:

Keterkaitan ini menunjukkan betapa terintegrasinya Berokan dalam sistem budaya Cirebon secara keseluruhan, saling melengkapi dan memperkaya satu sama lain.

7.2. Berokan dalam Upacara Adat

Kehadiran Berokan dalam upacara adat adalah bukti paling nyata dari perannya sebagai penjaga tradisi dan spiritualitas.

Dalam setiap upacara ini, Berokan tidak hanya sebagai penampil, tetapi juga sebagai partisipan aktif, sebuah entitas yang memiliki peran spiritual dan sosial yang diakui dan dihormati oleh masyarakat.

Penutup: Berokan, Lentera Abadi Budaya Cirebon

Berokan adalah lebih dari sekadar tarian topeng atau pertunjukan rakyat. Ia adalah sebuah narasi hidup, sebuah kearifan lokal yang diwariskan melalui gerak, suara, dan rupa. Dari mitos penciptaannya sebagai penjaga yang ditaklukkan, hingga perannya sebagai penolak bala dan pembawa berkah, Berokan merangkum perjalanan panjang kepercayaan dan adaptasi budaya masyarakat Cirebon dan Indramayu.

Dalam setiap gerak dinamisnya, dalam setiap irama gamelan yang menggelegar, dan dalam setiap tatapan mata topengnya yang garang namun melindungi, Berokan mengajak kita untuk merenungkan kembali hubungan antara manusia dengan alam, antara yang tampak dan yang tak tampak. Ia adalah simbol kekuatan, kelincahan, dan kebijaksanaan yang terus relevan, sebuah pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup.

Di tengah hiruk pikuk modernitas, upaya pelestarian Berokan bukan hanya tentang menjaga sebuah kesenian, melainkan tentang menjaga jiwa sebuah komunitas. Dengan terus mewariskan Berokan kepada generasi mendatang, kita tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga memperkuat identitas, mengajarkan nilai-nilai luhur, dan memastikan bahwa lentera budaya Cirebon akan terus menyala terang, menerangi masa depan dengan cahaya tradisi yang abadi.

Semoga Berokan terus hidup, menari, dan memberkahi, menjadi kebanggaan bagi Nusantara dan inspirasi bagi dunia.