Pendahuluan: Gerbang Menuju Dunia Bersilat
Bersilat, sebuah istilah yang akrab di telinga masyarakat Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan Thailand Selatan, adalah lebih dari sekadar seni bela diri. Ia merupakan cerminan luhur dari peradaban, filosofi hidup, dan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Setiap gerakan dalam silat bukan hanya bertujuan untuk pertahanan diri atau penyerangan, melainkan juga mengandung makna mendalam, nilai-nilai etika, serta spiritualitas yang telah diwariskan secara turun-temurun selama berabad-abad.
Silat, atau lebih tepatnya "Pencak Silat" di Indonesia, adalah sebuah kekayaan Nusantara yang merangkum berbagai aspek kehidupan. Dari gerak-gerik yang lincah dan mematikan, hingga tari-tarian yang anggun dan memukau, dari ritual-ritual mistis yang sarat makna, hingga pertandingan olahraga yang kompetitif dan fair play. Ini adalah seni yang memadukan kekuatan fisik, ketajaman mental, dan kedalaman spiritual, menjadikannya sebuah disiplin yang holistik dalam membentuk karakter seorang individu.
Artikel ini akan membawa Anda menyelami lebih dalam dunia bersilat, menguak lapisan-lapisan sejarahnya yang panjang, memahami filosofi di balik setiap jurusnya, mengenal ragam teknik dan alirannya yang begitu kaya, serta menelusuri manfaat-manfaat yang bisa diperoleh dari praktik seni bela diri ini. Kita juga akan melihat bagaimana silat telah melampaui batas-batas geografis, menyebar ke panggung dunia, dan menghadapi tantangan serta peluang di era modern tanpa kehilangan jati dirinya sebagai pusaka budaya bangsa.
Menguasai silat bukan sekadar menghafal gerakan, melainkan memahami esensi dari setiap tarikan napas, setiap pijakan kaki, dan setiap ayunan tangan. Ini adalah perjalanan penemuan diri, penguasaan emosi, dan peningkatan kebijaksanaan. Dalam setiap latihannya, pesilat diajarkan untuk menghormati lawan, menghargai sesama, dan mengendalikan diri. Dengan demikian, bersilat adalah jalan menuju pembentukan pribadi yang tangguh secara fisik, matang secara mental, dan luhur budi pekertinya. Mari kita mulai perjalanan ini untuk mengenal lebih dekat warisan agung Nusantara yang disebut bersilat.
Sejarah Bersilat: Jejak Waktu yang Terukir dalam Gerakan
Sejarah bersilat adalah sebuah saga yang terjalin erat dengan sejarah peradaban Nusantara. Akar-akarnya dapat dilacak jauh ke masa prasejarah, di mana manusia purba di wilayah ini sudah mengembangkan sistem pertahanan diri primitif untuk bertahan hidup dari ancaman alam dan makhluk buas. Namun, bentuk yang lebih terstruktur mulai terbentuk seiring dengan perkembangan masyarakat dan interaksi budaya.
Akar Prasejarah dan Pengaruh Awal
Jauh sebelum kedatangan pengaruh asing, masyarakat pribumi Nusantara telah memiliki bentuk-bentuk seni bela diri mereka sendiri. Pengamatan terhadap gerakan hewan seperti harimau, kera, ular, dan burung, serta adaptasi terhadap kondisi geografis dan lingkungan, menjadi inspirasi utama dalam menciptakan gerakan-gerakan dasar. Relief-relief kuno pada candi-candi seperti Borobudur dan Prambanan, meskipun tidak secara eksplisit menggambarkan silat modern, menunjukkan adanya gambaran prajurit atau individu yang mempraktikkan gerakan-gerakan menyerupai bela diri, mengindikasikan bahwa seni pertahanan diri telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat kala itu.
Pengaruh budaya India, Tiongkok, dan Arab kemudian turut memperkaya khazanah silat. Dari India, masuknya ajaran agama Hindu-Buddha membawa serta tradisi yoga dan meditasi, yang kemudian berintegrasi dengan aspek spiritual silat. Dari Tiongkok, pertukaran budaya dan perdagangan membawa masuk berbagai teknik bela diri dan senjata, yang sebagian diserap dan diadaptasi ke dalam aliran-aliran silat lokal. Sementara itu, pengaruh Arab melalui penyebaran Islam memperkenalkan konsep disiplin, etika, dan spiritualitas yang lebih terstruktur, yang kemudian memperkuat filosofi silat.
Era Kerajaan dan Kejayaan Nusantara
Pada masa kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit, silat memainkan peran krusial dalam pembentukan kekuatan militer dan penjaga kedaulatan. Para pendekar dan prajurit kerajaan dilatih dalam berbagai aliran silat, menjadikannya inti dari pertahanan negara. Kisah-kisah epik dan legenda tentang pahlawan seperti Gajah Mada, Hang Tuah, dan Pangeran Diponegoro seringkali mengaitkan kehebatan mereka dengan penguasaan seni silat yang mumpuni. Pada masa ini, silat tidak hanya menjadi alat perang, tetapi juga simbol status sosial dan kehormatan. Banyak perguruan silat lahir dan berkembang di lingkungan keraton atau pusat-pusat kerajaan, menjaga kerahasiaan teknik dan filosofi mereka.
Perjuangan Melawan Penjajahan
Kedatangan bangsa-bangsa Barat dan era penjajahan memberikan babak baru dalam sejarah silat. Silat menjadi salah satu senjata ampuh bagi rakyat dalam melawan penjajah. Para pejuang kemerdekaan menggunakan teknik silat untuk melakukan perlawanan gerilya, seringkali dengan tangan kosong atau senjata tradisional yang akrab bagi mereka. Penguasaan silat menjadi simbol perlawanan dan semangat patriotisme. Banyak guru silat secara diam-diam melatih para pemuda untuk mempersiapkan diri menghadapi pertempuran. Pada masa ini, silat juga menjadi sarana untuk menjaga identitas budaya di tengah upaya asimilasi oleh penjajah.
Pasca-Kemerdekaan dan Pembentukan IPSI
Setelah Indonesia merdeka, muncul kesadaran untuk melestarikan dan mengembangkan silat secara nasional. Pada tahun 1948, didirikanlah Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Surakarta, yang menjadi payung bagi berbagai perguruan silat di seluruh Indonesia. IPSI berperan penting dalam standarisasi, pembinaan, dan promosi pencak silat, baik sebagai seni, olahraga, maupun budaya. Organisasi ini juga berusaha untuk menyatukan berbagai aliran yang beragam di bawah satu bendera, meskipun keragaman tetap dihormati sebagai kekayaan.
Globalisasi Silat
Pada tahun 1980, dibentuklah Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa (PERSILAT), sebuah organisasi internasional yang bertujuan untuk mempromosikan pencak silat ke seluruh dunia. Sejak saat itu, pencak silat mulai dikenal di berbagai negara, diajarkan di berbagai pusat kebudayaan dan bela diri, dan diperlombakan dalam ajang-ajang multi-event seperti SEA Games, Asian Games, dan bahkan sedang diupayakan untuk dipertandingkan di Olimpiade. Proses globalisasi ini membawa tantangan dan peluang, di mana silat harus beradaptasi dengan standar internasional tanpa kehilangan esensi tradisinya.
Dari masa ke masa, silat terus berevolusi, beradaptasi, dan berinteraksi dengan berbagai budaya. Namun, inti dari silat—yakni kombinasi seni gerak yang indah, teknik bela diri yang efektif, filosofi yang mendalam, dan spiritualitas yang kuat—tetap lestari. Sejarahnya yang panjang adalah bukti ketahanan dan relevansinya yang abadi, menjadikan silat sebagai warisan yang patut dibanggakan dan terus dilestarikan oleh generasi mendatang.
Filosofi Bersilat: Lebih dari Sekadar Pukulan dan Tendangan
Di balik setiap kuda-kuda yang kokoh, setiap elakan yang lincah, dan setiap serangan yang presisi dalam bersilat, tersembunyi sebuah dunia filosofi yang begitu kaya dan mendalam. Bersilat bukan hanya tentang keterampilan fisik untuk mengalahkan lawan, melainkan sebuah jalan hidup, sebuah disiplin yang membentuk karakter, dan sebuah cermin dari pandangan dunia masyarakat Nusantara. Filosofi ini adalah jiwa dari silat, yang membedakannya dari sekadar seni pertarungan biasa.
Keseimbangan Lahir dan Batin
Salah satu pilar utama filosofi silat adalah konsep keseimbangan antara aspek lahir (fisik) dan batin (mental-spiritual). Seorang pesilat sejati tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga tenang dalam pikiran dan luhur dalam hati. Latihan fisik yang intensif bertujuan untuk menguatkan tubuh sebagai wadah, sementara latihan pernapasan, meditasi, dan penguasaan emosi bertujuan untuk menajamkan pikiran dan menenangkan jiwa. Keseimbangan ini memungkinkan pesilat untuk bertindak dengan bijaksana, tidak gegabah, dan tetap tenang di bawah tekanan.
Konsep ini sering diungkapkan dalam pepatah lama, "Ilmu padi, makin berisi makin merunduk." Artinya, semakin tinggi ilmu dan kemampuan seseorang, semakin rendah hati dan bijaksana ia seharusnya. Kekuatan harus disertai dengan kebijaksanaan, keberanian dengan kendali diri, dan kemenangan dengan kemanusiaan.
Hubungan dengan Alam: Meniru Gerakan Makhluk Hidup
Alam semesta adalah guru pertama dan terbesar bagi para pendiri silat. Banyak gerakan dalam silat terinspirasi dari pengamatan terhadap perilaku dan gerakan hewan seperti harimau yang menerkam, kera yang melompat dan mengelak, ular yang melilit dan menyerang dengan cepat, atau burung rajawali yang mencengkeram. Selain itu, kekuatan akar pohon, keluwesan bambu yang bergoyang diterpa angin, atau ketenangan air yang mengalir juga menjadi metafora penting dalam pengembangan jurus dan filosofi.
Meniru alam mengajarkan pesilat untuk beradaptasi, memanfaatkan lingkungan, dan memahami ritme kehidupan. Gerakan-gerakan ini bukan sekadar imitasi, melainkan adaptasi yang mendalam, menangkap esensi kekuatan, kecepatan, dan kelenturan alam untuk diaplikasikan dalam pertarungan atau seni.
Konsep 'Budi Pekerti Luhur' dan Etika Pesilat
Filosofi bersilat sangat menekankan pada pengembangan budi pekerti luhur. Seorang pesilat diajarkan untuk memiliki sifat-sifat mulia seperti:
- Kerendahan Hati: Tidak sombong dengan kekuatan yang dimiliki.
- Pengendalian Diri: Mampu menguasai emosi, tidak mudah terpancing amarah, dan menggunakan kekuatan hanya dalam kondisi terpaksa.
- Kesabaran: Dalam berlatih, menghadapi kesulitan, maupun dalam menghadapi lawan.
- Kejujuran: Berlaku adil dan sportif.
- Kesetiaan: Terhadap guru, perguruan, dan nilai-nilai yang dianut.
- Tanggung Jawab: Menggunakan ilmu silat untuk kebaikan, bukan untuk kezaliman.
Penerapan budi pekerti ini jauh lebih penting daripada sekadar kemampuan bertarung. Ilmu silat tanpa akhlak yang baik dianggap tidak sempurna, bahkan berbahaya. Oleh karena itu, di banyak perguruan silat, aspek pendidikan karakter dan moralitas mendapatkan porsi yang sangat besar dalam setiap sesi latihan.
Aspek Spiritual dan Meditasi
Bagi sebagian besar aliran silat tradisional, aspek spiritual adalah inti yang tak terpisahkan. Latihan pernapasan (pranayama), konsentrasi, dan meditasi seringkali menjadi bagian dari ritual latihan. Tujuannya adalah untuk mencapai ketenangan batin, meningkatkan intuisi, dan mengembangkan "rasa" atau kepekaan terhadap gerakan lawan dan lingkungan sekitar. Spiritualisme dalam silat tidak selalu terikat pada agama tertentu, tetapi lebih pada pengembangan kesadaran diri, koneksi dengan energi alam, dan pencarian makna hidup yang lebih dalam.
Dalam beberapa aliran, bahkan ada kepercayaan tentang "tenaga dalam" atau "ilmu kebatinan" yang dapat dikembangkan melalui praktik spiritual yang konsisten. Meskipun seringkali dianggap mistis, konsep ini sebenarnya menekankan pada kekuatan pikiran dan energi non-fisik yang dapat memengaruhi performa dan ketahanan seorang pesilat.
Penggunaan Kekuatan untuk Kebaikan
Filosofi paling mendasar dalam silat adalah bahwa kekuatan yang diperoleh harus digunakan untuk tujuan yang baik. Silat adalah alat pertahanan diri, bukan alat untuk menyerang atau menindas. Seorang pesilat diajarkan untuk melindungi yang lemah, menegakkan keadilan, dan menjaga perdamaian. Penggunaan kekerasan adalah opsi terakhir dan hanya jika tidak ada jalan lain. "Menang tanpa ngasorake" (menang tanpa merendahkan) adalah prinsip yang sering dipegang, menekankan pentingnya kehormatan dan martabat, bahkan dalam kemenangan.
Dengan demikian, bersilat adalah perjalanan panjang untuk menjadi manusia seutuhnya, yang seimbang antara kekuatan fisik dan kedalaman batin, yang berani namun bijaksana, dan yang mampu membawa manfaat bagi diri sendiri serta lingkungannya. Ini adalah warisan filosofis yang tak lekang oleh waktu, terus relevan dalam membentuk individu yang berkarakter di tengah tantangan zaman.
Ilustrasi seorang pesilat dalam kuda-kuda kokoh, melambangkan kekuatan dan keseimbangan.
Aspek Teknis dan Praktis Bersilat: Gerakan yang Penuh Makna
Bersilat adalah sebuah sistem bela diri yang komprehensif, terdiri dari beragam teknik dan gerakan yang dirancang untuk efektivitas dalam pertahanan diri maupun serangan. Setiap elemen teknis memiliki filosofi dan tujuan tersendiri, membentuk sebuah kesatuan yang dinamis dan adaptif. Memahami aspek teknis ini adalah kunci untuk mengapresiasi kompleksitas dan keindahan silat.
Kuda-Kuda: Pondasi Stabilitas dan Kekuatan
Kuda-kuda adalah posisi dasar dalam silat, yang berfungsi sebagai pondasi untuk stabilitas, keseimbangan, dan kekuatan dalam bergerak. Kuda-kuda yang kokoh memungkinkan pesilat untuk menyalurkan tenaga, melakukan elakan, tangkisan, pukulan, dan tendangan dengan efektif. Ada berbagai jenis kuda-kuda, masing-masing dengan kegunaan spesifiknya:
- Kuda-kuda Depan: Berat badan di kaki depan, siap untuk serangan atau dorongan maju.
- Kuda-kuda Belakang: Berat badan di kaki belakang, siap untuk menarik diri atau menendang ke depan.
- Kuda-kuda Tengah: Berat badan seimbang di kedua kaki, fleksibel untuk bergerak ke segala arah.
- Kuda-kuda Samping: Berat badan di salah satu kaki samping, melindungi sisi tubuh.
- Kuda-kuda Silang: Kaki menyilang, sering digunakan untuk transisi atau kuncian.
Pukulan (Tumbukan): Variasi dan Aplikasi
Pukulan dalam silat sangat beragam, tidak terbatas pada tinju lurus. Setiap pukulan memiliki lintasan, sasaran, dan kekuatan yang berbeda:
- Pukulan Depan: Pukulan lurus ke depan, mirip jab atau cross dalam tinju, sering menyasar wajah atau ulu hati.
- Pukulan Bandul/Ayunan: Pukulan melingkar atau mengayun, memanfaatkan momentum seluruh tubuh.
- Pukulan Lingkar: Pukulan samping dengan gerakan melingkar, sering menyasar rahang atau rusuk.
- Tumbukan Palu: Pukulan ke bawah menggunakan pangkal telapak tangan, efektif untuk menekan atau memukul kepala bagian atas.
Tendangan (Sepakan): Dinamika dan Jangkauan
Tendangan dalam silat adalah senjata jarak jauh yang sangat mematikan, memanfaatkan kekuatan kaki dan pinggul. Ada banyak variasi tendangan:
- Tendangan Depan: Dorongan lurus ke depan dengan tumit atau telapak kaki, menyasar perut atau dada.
- Tendangan Samping: Tendangan menyamping dengan telapak atau mata kaki, menyasar rusuk atau kepala.
- Tendangan Belakang: Tendangan ke belakang dengan tumit, sangat kuat dan sering digunakan dalam kombinasi.
- Tendangan T: Tendangan samping dengan posisi tubuh membentuk huruf T, memfokuskan kekuatan pada satu titik.
- Tendangan Tusuk: Mirip tendangan depan, namun lebih fokus pada ujung kaki untuk menembus.
Elakan dan Tangkisan: Seni Bertahan yang Fleksibel
Aspek pertahanan dalam silat sangat ditekankan, mengingat prinsip utama adalah menghindari cedera dan menggunakan kekuatan lawan.
- Elakan: Gerakan menghindar dari serangan tanpa melakukan kontak, seperti bergeser, membungkuk, atau melompat. Ini membutuhkan kecepatan dan insting yang baik.
- Tangkisan: Gerakan menahan atau membelokkan serangan lawan dengan tangan, kaki, atau bagian tubuh lainnya. Tangkisan dapat bersifat keras (menahan langsung) atau lembut (mengalirkan atau membelokkan energi lawan).
Kuncian dan Bantingan: Menguasai Lawan Tanpa Melukai Fatal
Kuncian dan bantingan adalah teknik-teknik yang bertujuan untuk mengontrol atau melumpuhkan lawan tanpa harus memberikan pukulan atau tendangan yang mematikan.
- Kuncian: Melibatkan penangkapan dan penekanan pada sendi-sendi vital seperti pergelangan tangan, siku, bahu, atau leher, untuk membuat lawan tidak berdaya.
- Bantingan: Teknik menjatuhkan lawan ke tanah menggunakan momentum, keseimbangan, atau kekuatan fisik, seringkali memanfaatkan titik lemah lawan.
Jurus: Rangkaian Gerakan yang Terstruktur
Jurus adalah rangkaian gerakan silat yang terstruktur dan berurutan, menggambarkan sebuah pertarungan imajiner melawan beberapa lawan. Jurus tidak hanya melatih gerakan fisik, tetapi juga memori, konsentrasi, dan pemahaman strategi. Setiap jurus memiliki nama dan filosofi tersendiri, seringkali menggambarkan fenomena alam atau perilaku hewan. Jurus juga berfungsi sebagai media transmisi pengetahuan dari guru ke murid secara sistematis.
Penggunaan Senjata: Ekstensi Diri Pesilat
Silat tradisional tidak hanya mengandalkan tangan kosong, tetapi juga melibatkan penggunaan berbagai senjata tradisional. Senjata dianggap sebagai ekstensi dari tubuh pesilat, dan penguasaannya juga memiliki filosofi tersendiri. Beberapa senjata populer meliputi:
- Keris: Senjata tikam tradisional dengan bilah bergelombang, sering dianggap memiliki nilai spiritual.
- Golok/Parang: Senjata tebas, kuat dan efektif dalam jarak dekat.
- Toya/Tongkat: Senjata panjang yang serbaguna untuk menangkis, memukul, atau menyapu.
- Celurit: Senjata khas Madura dengan bentuk melengkung, untuk menyabit atau mengait.
- Tombak: Senjata tikam jarak menengah, efektif untuk menjaga jarak.
Permainan: Aplikasi dalam Simulasi Pertarungan
Setelah menguasai teknik dasar dan jurus, pesilat akan melatih "permainan" atau aplikasi dalam simulasi pertarungan. Ini bisa berupa sparing bebas, latihan berpasangan dengan skenario tertentu, atau pertandingan olahraga. Permainan melatih adaptasi, kecepatan reaksi, pengambilan keputusan, dan keberanian dalam situasi yang mendekati nyata. Etika dan sportivitas sangat diutamakan dalam permainan.
Aspek Mental: Fokus, Konsentrasi, Keberanian
Di luar gerakan fisik, aspek mental adalah kunci keberhasilan seorang pesilat. Latihan silat secara konsisten akan membangun:
- Fokus dan Konsentrasi: Kemampuan untuk tetap tenang dan berpikir jernih di bawah tekanan.
- Keberanian: Mengatasi rasa takut dan keraguan diri.
- Disiplin Diri: Ketaatan pada jadwal latihan dan aturan perguruan.
- Kepercayaan Diri: Tumbuh dari penguasaan teknik dan kemampuan mengendalikan diri.
Perguruan dan Aliran Silat: Ragam Kekayaan Nusantara
Kekayaan sejati silat terletak pada keberagaman perguruan dan aliran yang tersebar di seluruh Nusantara. Setiap daerah, bahkan setiap desa, mungkin memiliki corak silatnya sendiri, yang berkembang berdasarkan kondisi geografis, budaya lokal, dan pengalaman sejarah masyarakatnya. Keragaman ini bukan sebuah kelemahan, melainkan sebuah kekuatan yang mencerminkan adaptabilitas dan kedalaman seni bela diri ini.
Konsep Perguruan dalam Silat
Perguruan silat adalah wadah di mana pengetahuan dan keterampilan silat diajarkan dan dilestarikan. Berbeda dengan pusat pelatihan modern, perguruan tradisional seringkali memiliki struktur hierarki yang jelas (murid, asisten pelatih, guru, guru besar), ritual-ritual khusus, dan bahkan kode etik yang ketat. Hubungan antara guru dan murid seringkali sangat personal, di mana guru tidak hanya mengajarkan teknik, tetapi juga filosofi hidup dan nilai-nilai moral. Banyak perguruan memiliki "rahasia" atau "kekhasan" tersendiri yang hanya diajarkan kepada murid-murid yang dianggap layak dan setia.
Contoh Aliran Silat Besar di Indonesia
Indonesia adalah rumah bagi ribuan aliran silat, namun beberapa di antaranya sangat dikenal dan memiliki pengaruh luas:
- Pencak Silat Harimau (Sumatera Barat): Aliran ini meniru gerakan harimau yang lincah, kuat, dan menyerang dengan cepat. Kuda-kuda rendah dan gerakan meliuk-liuk menjadi ciri khasnya, sangat efektif di medan berat seperti hutan atau rawa-rawa. Filosofinya menekankan pada keberanian, kecepatan, dan kemampuan beradaptasi.
- Pencak Silat Cimande (Jawa Barat): Salah satu aliran tertua dan paling dihormati, berasal dari daerah Cimande, Kabupaten Bogor. Dikenal dengan teknik tangan yang kuat, kuncian, dan penguasaan titik vital. Filosofinya sangat kental dengan nilai-nilai spiritual dan etika, di mana kekerasan hanya digunakan sebagai upaya terakhir.
- Pencak Silat Cikalong (Jawa Barat): Berasal dari daerah Cianjur, aliran ini terkenal dengan gerakan yang halus namun mematikan, fokus pada kecepatan dan efisiensi. Teknik kuncian dan patahan sendi menjadi andalannya, serta prinsip "serang dan hindari secara bersamaan".
- Perguruan Silat Perisai Diri (Nasional): Didirikan oleh R.M. Soebandiman Dirdjoatmodjo, Perisai Diri dikenal dengan metode latihan yang saintifik dan logis, menggabungkan teknik asli Indonesia dengan adaptasi modern. Ciri khasnya adalah "teknik kecepatan dan olah gerak" yang memungkinkan pesilat bergerak dengan sangat cepat dan fleksibel.
- Perguruan Silat Tapak Suci Putera Muhammadiyah (Nasional): Didirikan oleh kader-kader Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta. Tapak Suci menekankan pada ajaran Islam dalam setiap gerakannya. Teknik tendangan dan pukulan yang cepat dan kuat menjadi ciri khasnya, serta fokus pada pembentukan karakter religius.
- Perguruan Silat Merpati Putih (Nasional): Berasal dari Yogyakarta, Merpati Putih fokus pada pengembangan tenaga dalam dan olah pernapasan. Dikenal dengan kemampuan memecahkan benda keras dengan tangan kosong, mendeteksi getaran, dan penguasaan energi internal untuk kesehatan dan pertahanan.
- Perguruan Silat Pagar Nusa (Nasional): Didirikan oleh Nahdlatul Ulama, Pagar Nusa juga mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam praktiknya. Memiliki banyak variasi teknik karena menggabungkan berbagai aliran dari daerah-daerah NU.
Ciri Khas dan Pengaruh Geografis
Setiap aliran memiliki ciri khas yang membedakannya, baik dari segi gerakan, filosofi, maupun fokus latihannya. Misalnya, silat di daerah pesisir mungkin memiliki gerakan yang lebih terbuka dan mengandalkan kekuatan, sementara silat di daerah pegunungan mungkin lebih fokus pada kecepatan dan kelincahan untuk bergerak di medan yang tidak rata. Pengaruh budaya lokal, seperti musik pengiring, pakaian adat, atau upacara tertentu, juga sangat memengaruhi corak dan penampilan silat di suatu daerah.
Keragaman ini adalah salah satu aset terbesar silat, memungkinkan adaptasi dan inovasi yang berkelanjutan. Meskipun ada upaya untuk standarisasi untuk keperluan olahraga, semangat menjaga keunikan setiap aliran tetap menjadi prioritas bagi para praktisi tradisional.
Memahami ragam perguruan dan aliran ini adalah memahami mozaik budaya Nusantara yang kaya. Setiap aliran adalah sebuah "kitab hidup" yang menyimpan kearifan lokal, sejarah, dan cara pandang masyarakatnya. Melalui perguruan-perguruan ini, warisan silat terus hidup dan berkembang, memastikan bahwa jejak para leluhur tidak akan pernah padam.
Bersilat di Panggung Dunia: Melintasi Batas Geografis
Dari gelanggang-gelanggang sederhana di desa-desa terpencil Nusantara, bersilat kini telah melangkah jauh, melintasi samudra, dan meramaikan panggung-panggung internasional. Proses globalisasi ini tidak hanya memperkenalkan silat kepada dunia, tetapi juga menantang para praktisi untuk beradaptasi tanpa kehilangan esensinya. Penyebaran silat ke berbagai belahan dunia merupakan bukti universalitas nilai-nilai dan efektivitas teknik yang dikandungnya.
Peran Organisasi Internasional (PERSILAT)
Tonggak penting dalam penyebaran silat secara global adalah pembentukan Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa (PERSILAT) pada tahun 1980. Organisasi ini didirikan dengan tujuan utama untuk menyatukan dan mengembangkan pencak silat di seluruh dunia. PERSILAT bertindak sebagai badan pengatur, mengatur standar kompetisi, sertifikasi pelatih, dan memfasilitasi pertukaran budaya. Melalui PERSILAT, berbagai federasi pencak silat nasional di berbagai negara dapat berkoordinasi dan bekerja sama dalam mempromosikan seni bela diri ini.
PERSILAT juga berperan penting dalam mempopulerkan pencak silat sebagai cabang olahraga, mendorong penyelenggaraan kejuaraan dunia dan regional. Upaya kolektif ini telah berhasil memperkenalkan pencak silat ke lebih dari 50 negara di lima benua, membuktikan bahwa daya tarik silat tidak terbatas pada satu wilayah saja.
Kompetisi dan Festival Internasional
Pencak silat kini menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam berbagai ajang multi-event internasional. Kehadirannya di SEA Games (Pesta Olahraga Asia Tenggara) telah menjadi tradisi, dan sejak Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang, pencak silat juga dipertandingkan di tingkat Asia. Ini adalah pencapaian besar yang menunjukkan pengakuan terhadap silat sebagai olahraga yang kompetitif dan memiliki aturan yang jelas.
Selain kompetisi olahraga, banyak festival kebudayaan dan seni bela diri internasional juga sering menampilkan demonstrasi pencak silat. Acara-acara ini tidak hanya menjadi ajang unjuk kebolehan para pesilat, tetapi juga platform untuk memperkenalkan kekayaan filosofi dan keindahan artistik silat kepada audiens yang lebih luas. Melalui pertunjukan-pertunjukan ini, citra silat sebagai seni bela diri yang elegan dan sarat makna semakin kuat di mata dunia.
Penerimaan Silat di Negara-negara Lain
Di luar wilayah asalnya, silat telah menemukan rumah di berbagai negara. Di Eropa, negara-negara seperti Belanda, Jerman, Prancis, dan Inggris memiliki komunitas pesilat yang aktif, banyak di antaranya didirikan oleh keturunan imigran dari Indonesia atau Malaysia, atau oleh warga lokal yang tertarik pada keunikan silat. Di Amerika Utara, khususnya Amerika Serikat, minat terhadap silat juga berkembang, terutama di kalangan praktisi seni bela diri campuran (MMA) yang mencari teknik-teknik baru.
Di Australia dan beberapa negara di Asia Timur, silat juga mulai mendapatkan pengikut. Para pelatih dan guru besar silat sering diundang untuk memberikan lokakarya atau seminar, membantu menyebarkan teknik dan filosofi silat ke luar negeri. Banyak perguruan baru yang muncul, menggabungkan pengajaran silat tradisional dengan kebutuhan dan preferensi lokal.
Adaptasi Silat di Luar Negeri
Ketika silat menyebar ke berbagai negara, ia juga mengalami adaptasi. Beberapa perguruan di luar negeri mungkin lebih menekankan aspek bela diri praktis, sementara yang lain fokus pada aspek olahraga atau bahkan kebugaran. Ada pula yang mengintegrasikan teknik silat dengan seni bela diri lainnya, menciptakan gaya hibrida. Meskipun adaptasi ini bisa menjadi positif dalam menarik minat baru, ada juga kekhawatiran bahwa esensi tradisional dan filosofi silat bisa terkikis.
Oleh karena itu, peran PERSILAT dan federasi nasional menjadi krusial dalam menjaga kemurnian dan autentisitas silat, sambil tetap membuka diri terhadap inovasi dan pengembangan. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa silat terus dikenal dan dihormati sebagai warisan budaya Nusantara yang unik, sekaligus dapat bersaing di kancah olahraga internasional.
Perjalanan bersilat di panggung dunia adalah sebuah narasi tentang ketahanan budaya dan daya tarik universal. Ini adalah bukti bahwa sebuah seni yang berakar kuat pada tradisi lokal dapat menjangkau hati dan pikiran orang-orang dari berbagai latar belakang, menjadikannya bukan hanya kebanggaan bangsa, tetapi juga kontribusi yang berharga bagi dunia seni bela diri global.
Manfaat Bersilat: Transformasi Diri Lahir dan Batin
Mempelajari dan mempraktikkan bersilat menawarkan spektrum manfaat yang luas, tidak hanya terbatas pada kemampuan fisik atau pertahanan diri. Disiplin yang ketat, filosofi yang mendalam, dan latihan yang komprehensif dari silat secara holistik membentuk individu, mengoptimalkan potensi lahir dan batin.
Manfaat Fisik: Kekuatan, Kelenturan, Stamina, Koordinasi
Latihan silat adalah bentuk olahraga yang sangat menuntut secara fisik, memberikan dampak positif yang signifikan pada tubuh:
- Kekuatan Otot: Gerakan-gerakan dinamis, kuda-kuda yang kokoh, serta pukulan dan tendangan yang bertenaga membangun kekuatan di seluruh tubuh, terutama kaki, inti, dan lengan.
- Kelenturan: Banyak gerakan silat melibatkan rentang gerak yang luas, meningkatkan fleksibilitas sendi dan otot, yang juga mengurangi risiko cedera.
- Stamina dan Ketahanan: Latihan yang berkesinambungan dan intensif meningkatkan kapasitas kardiovaskular dan daya tahan tubuh, memungkinkan pesilat untuk tetap aktif dan fokus dalam durasi yang lebih lama.
- Koordinasi dan Keseimbangan: Silat sangat menuntut koordinasi antara mata, tangan, dan kaki, serta kemampuan menjaga keseimbangan dalam berbagai posisi yang rumit. Ini mempertajam respons neuromuskular.
- Refleks dan Kecepatan Reaksi: Latihan simulasi pertarungan dan repetisi gerakan membantu mengembangkan refleks yang cepat dan responsif terhadap ancaman.
Manfaat Mental: Disiplin, Fokus, Kepercayaan Diri, Manajemen Stres
Aspek mental adalah komponen krusial dalam silat, dan latihannya secara efektif mengasah kemampuan kognitif dan emosional:
- Disiplin Diri: Proses belajar silat yang panjang dan menantang mengajarkan pentingnya disiplin, ketekunan, dan komitmen.
- Fokus dan Konsentrasi: Setiap gerakan membutuhkan perhatian penuh. Latihan jurus dan aplikasi melatih pikiran untuk tetap fokus dan tidak mudah terdistraksi.
- Kepercayaan Diri: Menguasai teknik-teknik baru, meningkatkan kemampuan fisik, dan mengatasi tantangan dalam latihan secara bertahap membangun rasa percaya diri yang sehat.
- Manajemen Stres: Aktivitas fisik yang intens dan fokus mental dapat menjadi katarsis yang efektif untuk melepaskan stres dan ketegangan, meninggalkan perasaan tenang dan jernih setelah latihan.
- Pengambilan Keputusan Cepat: Dalam situasi simulasi pertarungan, pesilat dilatih untuk menganalisis dan bereaksi dengan cepat dan tepat.
Manfaat Spiritual: Ketenangan, Kesadaran Diri, Etika
Bagi banyak praktisi, silat adalah perjalanan spiritual yang mendalam:
- Ketenangan Batin: Latihan pernapasan, konsentrasi, dan filosofi kerendahan hati membantu mencapai kondisi pikiran yang lebih tenang dan damai.
- Kesadaran Diri: Silat mendorong introspeksi dan pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan, serta emosi.
- Etika dan Moralitas: Penekanan pada budi pekerti luhur, rasa hormat, dan tanggung jawab membentuk individu yang berakhlak mulia.
- Koneksi dengan Tradisi: Melalui silat, praktisi terhubung dengan warisan leluhur dan nilai-nilai budaya yang kaya.
Manfaat Bela Diri: Efektivitas dalam Situasi Nyata
Tentu saja, manfaat paling langsung dari bersilat adalah kemampuan bela diri.
- Teknik Efektif: Silat memiliki beragam teknik yang telah teruji efektivitasnya dalam berbagai situasi pertarungan.
- Pencegahan Konflik: Dengan kepercayaan diri yang terbangun dan kemampuan mengendalikan diri, pesilat seringkali dapat menghindari konfrontasi atau meredakan situasi sebelum menjadi kekerasan.
- Penguasaan Jarak dan Posisi: Pesilat terlatih untuk memahami jarak yang tepat untuk menyerang atau bertahan, serta posisi yang menguntungkan.
- Penggunaan Lingkungan: Beberapa aliran mengajarkan cara memanfaatkan lingkungan sekitar untuk keuntungan dalam pertahanan diri.
Manfaat Sosial: Persaudaraan dan Komunitas
Bergabung dalam perguruan silat juga membawa manfaat sosial:
- Persaudaraan: Latihan bersama menciptakan ikatan persaudaraan yang kuat antarpesilat.
- Rasa Memiliki: Menjadi bagian dari sebuah perguruan memberikan rasa memiliki dan identitas.
- Jejaring Sosial: Silat menjadi wadah untuk bertemu orang-orang baru dari berbagai latar belakang.
- Kepemimpinan dan Kerjasama: Kesempatan untuk memimpin latihan atau bekerja sama dalam demonstrasi melatih keterampilan sosial ini.
Etika dan Tata Krama dalam Bersilat: Fondasi Seorang Pesilat Sejati
Dalam dunia bersilat, penguasaan teknik dan kekuatan fisik saja tidak cukup. Etika dan tata krama adalah fondasi utama yang membentuk karakter seorang pesilat sejati, membedakannya dari sekadar petarung. Nilai-nilai ini diajarkan sejak awal dan terus ditekankan sepanjang perjalanan belajar, memastikan bahwa ilmu silat digunakan dengan bertanggung jawab dan bermartabat.
Penghormatan kepada Guru dan Sesama
Salah satu pilar utama etika dalam silat adalah rasa hormat yang mendalam kepada guru (pelatih) dan sesama pesilat. Guru dianggap sebagai sumber ilmu dan pembimbing, sehingga segala instruksi harus diikuti dengan penuh perhatian dan rasa hormat. Begitu pula kepada sesama rekan seperguruan, baik yang lebih senior maupun junior, harus diperlakukan dengan sopan dan saling menghargai. Ini menciptakan lingkungan belajar yang positif dan mendukung.
Bentuk penghormatan ini dapat berupa:
- Memberi salam (hormat) sebelum dan sesudah latihan.
- Mendengarkan instruksi dengan seksama.
- Tidak menyela pembicaraan guru.
- Membantu sesama pesilat yang kesulitan.
- Tidak merendahkan kemampuan orang lain.
Disiplin dan Kepatuhan
Disiplin adalah inti dari setiap seni bela diri, dan dalam silat, ini tidak hanya berarti datang tepat waktu atau mengikuti jadwal latihan. Disiplin mencakup ketaatan pada aturan perguruan, etika latihan, dan konsistensi dalam upaya meningkatkan diri. Pesilat diajarkan untuk patuh pada sistem dan hierarki, memahami bahwa ini adalah bagian dari proses pembentukan karakter yang tangguh dan bertanggung jawab.
Kepatuhan juga berarti memahami batas-batas dan menghindari tindakan yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain, baik di dalam maupun di luar gelanggang.
Kerendahan Hati (Andhap Asor)
Seorang pesilat yang semakin tinggi ilmunya harus semakin rendah hati. Prinsip "ilmu padi" ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak perlu dipamerkan atau disombongkan. Kerendahan hati mencegah kesombongan dan keangkuhan, serta mendorong pesilat untuk terus belajar dan tidak pernah merasa puas dengan pencapaiannya. Pesilat sejati akan menggunakan kekuatannya untuk melindungi, bukan menindas, dan selalu berusaha mencari solusi damai sebelum menggunakan kekerasan.
Penggunaan Ilmu Silat Secara Bertanggung Jawab
Ini adalah etika paling fundamental: ilmu silat tidak boleh digunakan untuk kejahatan, balas dendam, atau semata-mata untuk menunjukkan kekuatan. Tujuan utama silat adalah pertahanan diri dan perlindungan. Pesilat diajarkan untuk hanya menggunakan teknik mereka ketika benar-benar terancam dan tidak ada pilihan lain. Bahkan dalam situasi tersebut, sebisa mungkin meminimalisir cedera pada lawan.
Tanggung jawab ini juga meluas pada menjaga nama baik perguruan, guru, dan seni silat itu sendiri. Tindakan tidak etis oleh seorang pesilat dapat mencoreng reputasi seluruh komunitas silat.
Sportivitas dan Semangat Persaudaraan
Dalam konteks pertandingan olahraga, sportivitas adalah segalanya. Pesilat diajarkan untuk bertarung secara fair, menghargai keputusan juri, dan memberi hormat kepada lawan, terlepas dari hasil pertandingan. Semangat persaudaraan di atas kemenangan adalah nilai yang dijunjung tinggi, mengingat silat adalah warisan budaya bersama.
Dengan memegang teguh etika dan tata krama ini, seorang pesilat tidak hanya menjadi mahir dalam bertarung, tetapi juga menjadi individu yang bermoral, berkarakter kuat, dan menjadi contoh positif bagi masyarakat. Ini adalah esensi dari menjadi seorang pesilat sejati, di mana kekuatan fisik didukung oleh keindahan budi pekerti.
Bersilat sebagai Pusaka Budaya: Penjaga Identitas Bangsa
Lebih dari sekadar seni bela diri atau olahraga, bersilat adalah sebuah pusaka budaya yang hidup, merekam dan memancarkan identitas bangsa-bangsa di Nusantara. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari jalinan tradisi, seni, dan spiritualitas yang telah membentuk masyarakat selama berabad-abad. Peran silat sebagai penjaga identitas budaya sangatlah krusial, terutama di tengah arus globalisasi.
Integrasi dalam Seni Pertunjukan
Banyak gerakan silat yang indah dan dinamis telah diadaptasi ke dalam berbagai bentuk seni pertunjukan. Tari-tarian tradisional di banyak daerah seringkali menampilkan elemen-elemen silat, mengubah gerakan pertarungan menjadi koreografi yang artistik dan penuh makna. Misalnya, "randai" di Sumatera Barat, sebuah teater rakyat yang memadukan tari, musik, lagu, dan silat. Atau "Debus" di Banten, yang menggabungkan atraksi kekebalan tubuh dan gerakan silat dengan nuansa mistis.
Pertunjukan-pertunjukan ini bukan hanya hiburan, tetapi juga medium untuk menyampaikan cerita rakyat, legenda pahlawan, dan nilai-nilai moral. Dengan demikian, silat tetap hidup dalam ekspresi seni, diwariskan dari generasi ke generasi melalui pentas-pentas kebudayaan.
Bagian dari Upacara Adat dan Ritual
Di beberapa komunitas tradisional, silat masih menjadi bagian integral dari upacara adat atau ritual penting. Misalnya, dalam pernikahan adat Minangkabau, pesilat seringkali menampilkan "galombang" untuk menyambut tamu kehormatan. Atau dalam ritual penyambutan tamu di beberapa kerajaan atau kesultanan, demonstrasi silat ditampilkan sebagai simbol kehormatan dan kekuatan.
Kehadiran silat dalam ritual ini memperkuat nilai sakralnya dan menegaskan posisinya sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas komunal. Ini adalah cara masyarakat untuk terus menghidupkan dan menghargai warisan nenek moyang.
Warisan Takbenda yang Perlu Dilestarikan
Pada tahun 2019, Pencak Silat secara resmi diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage) Kemanusiaan. Pengakuan ini adalah bukti betapa pentingnya silat sebagai sebuah manifestasi budaya yang unik dan bernilai universal. Status ini juga memberikan dorongan besar untuk upaya pelestarian dan promosi silat di seluruh dunia. Pelestarian tidak hanya berarti menjaga tekniknya, tetapi juga filosofi, etika, musik pengiring, pakaian, dan semua elemen yang membentuk identitas silat.
Ancaman terhadap warisan takbenda seperti silat adalah modernisasi dan kurangnya minat generasi muda. Oleh karena itu, berbagai program edukasi, festival, dan demonstrasi terus dilakukan untuk menanamkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap silat kepada generasi penerus.
Peran dalam Membentuk Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang terkandung dalam silat—seperti disiplin, keberanian, kerendahan hati, kejujuran, dan semangat pantang menyerah—adalah nilai-nilai yang sangat relevan dalam membentuk karakter bangsa yang kuat. Melalui silat, generasi muda diajarkan untuk mencintai budaya sendiri, menghargai kearifan lokal, dan mengembangkan pribadi yang tangguh secara fisik maupun mental. Ini adalah investasi jangka panjang dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
Singkatnya, bersilat adalah lebih dari sekadar bela diri. Ia adalah cermin dari jiwa Nusantara, sebuah pustaka hidup yang menceritakan sejarah, filosofi, dan identitas bangsanya. Melalui upaya kolektif, silat akan terus menjadi obor yang menerangi jalan bagi generasi mendatang, menjaga api semangat budaya agar tidak pernah padam.
Masa Depan Bersilat: Tantangan dan Peluang di Era Modern
Di tengah pusaran zaman modern yang terus bergerak cepat, bersilat menghadapi beragam tantangan sekaligus peluang emas untuk terus tumbuh dan relevan. Warisan kuno ini harus mampu beradaptasi tanpa kehilangan akar, berinovasi tanpa meninggalkan esensi, dan menjangkau lebih banyak orang tanpa mengorbankan kedalaman filosofinya.
Tantangan di Era Modern
- Globalisasi dan Komersialisasi: Di satu sisi, globalisasi membawa silat ke kancah internasional. Di sisi lain, ada risiko komersialisasi yang berlebihan dapat mengaburkan nilai-nilai tradisional dan spiritualnya, menjadikannya sekadar "produk" bela diri tanpa jiwa.
- Minat Generasi Muda: Dengan banyaknya pilihan hiburan dan olahraga modern, menarik minat generasi muda untuk mempelajari silat tradisional yang membutuhkan komitmen tinggi adalah tantangan tersendiri. Mereka mungkin lebih tertarik pada seni bela diri asing yang lebih populer atau tampak "keren".
- Standardisasi versus Keberagaman: Upaya untuk menstandarkan silat untuk keperluan olahraga (misalnya, agar dapat dipertandingkan di Olimpiade) dapat bertentangan dengan prinsip keberagaman aliran yang menjadi ciri khas silat tradisional. Menemukan keseimbangan antara keduanya adalah pekerjaan rumah yang besar.
- Regenerasi Guru dan Pelatih: Guru silat yang mumpuni dengan pemahaman mendalam tentang teknik dan filosofi tidak mudah ditemukan. Regenerasi guru dan pelatih berkualitas adalah krusial untuk memastikan transfer ilmu yang utuh ke generasi berikutnya.
- Dokumentasi dan Arsip: Banyak pengetahuan silat tradisional yang masih diwariskan secara lisan atau dalam bentuk catatan pribadi. Mendokumentasikan dan mengarsipkannya secara sistematis sangat penting agar tidak hilang ditelan zaman.
Peluang di Era Modern
- Digitalisasi dan Media Sosial: Internet dan media sosial menawarkan platform tak terbatas untuk mempromosikan silat. Video-video demonstrasi, dokumenter pendek, dan konten edukatif dapat menjangkau audiens global, menarik minat dari berbagai latar belakang.
- Peluang Cabang Olahraga Olimpiade: Jika silat berhasil menjadi cabang olahraga Olimpiade, ini akan memberikan dorongan besar pada popularitas dan pengakuan internasionalnya, serta menarik dukungan dana dan pembinaan yang lebih besar.
- Fokus pada Kesehatan dan Kebugaran: Selain aspek bela diri, silat juga dapat dipromosikan sebagai metode kebugaran holistik yang meningkatkan kesehatan fisik dan mental, menarik mereka yang mencari alternatif olahraga yang lebih bermakna.
- Kolaborasi Lintas Budaya: Silat dapat berkolaborasi dengan seni bela diri atau seni pertunjukan lain dari berbagai negara, menciptakan bentuk-bentuk baru yang inovatif dan memperkaya khazanah budaya global.
- Pariwisata Budaya: Silat dapat menjadi daya tarik pariwisata budaya, di mana wisatawan dapat belajar dan mengalami langsung keunikan seni bela diri ini di tempat asalnya.
- Pendidikan Karakter: Nilai-nilai luhur silat sangat relevan untuk pendidikan karakter, dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah atau program pengembangan diri.
Masa depan bersilat akan sangat bergantung pada kemampuan para pemangku kepentingan—pemerintah, organisasi silat, guru, dan para praktisi—untuk secara strategis mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang. Dengan komitmen yang kuat untuk menjaga akar tradisi sambil merangkul inovasi, silat akan terus bersinar sebagai permata budaya Nusantara yang tak lekang oleh waktu, memberikan inspirasi dan manfaat bagi dunia.
Kesimpulan: Bersilat, Jiwa yang Tak Pernah Padam
Bersilat, dengan segala keindahan gerakan, kedalaman filosofi, dan kekayaan sejarahnya, adalah sebuah warisan tak ternilai yang patut kita jaga dan banggakan. Ia bukan sekadar rangkaian pukulan dan tendangan, melainkan sebuah manifestasi dari kebijaksanaan leluhur, sebuah disiplin yang membentuk karakter, dan sebuah cermin dari identitas budaya Nusantara yang begitu beragam.
Dari akar prasejarah hingga panggung global, bersilat telah menunjukkan ketahanan dan adaptabilitasnya. Ia telah menjadi teman setia dalam perjuangan, guru dalam pembentukan diri, dan duta budaya di mata dunia. Manfaatnya merentang dari kekuatan fisik, ketajaman mental, kedalaman spiritual, hingga ikatan sosial yang kuat, menjadikannya sebuah jalan hidup yang holistik.
Di tengah derasnya arus modernisasi, tantangan memang ada, namun peluang untuk bersilat semakin luas. Dengan semangat melestarikan kearifan lokal, keterbukaan terhadap inovasi, dan komitmen untuk menanamkan nilai-nilai luhurnya kepada generasi mendatang, bersilat akan terus hidup, berkembang, dan memberikan inspirasi.
Maka, mari kita bersama-sama terus menghargai, mempelajari, dan mempromosikan bersilat. Biarlah setiap gerakan, setiap filosofi, dan setiap nilai luhur yang terkandung di dalamnya terus mengalir, menjadi jiwa yang tak pernah padam, menerangi jalan bagi kemuliaan bangsa dan kontribusi bagi peradaban dunia. Bersilat adalah kita, dan kita adalah bersilat.