Kata bertendensi, yang sering kita dengar dalam berbagai konteks, mengandung makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar "memiliki kecenderungan" atau "cenderung ke arah tertentu". Kata ini mengisyaratkan adanya sebuah pola, arah, atau predisposisi yang tersembunyi atau pun terlihat jelas dalam suatu sistem, perilaku, data, atau bahkan dalam pemikiran. Memahami fenomena 'bertendensi' adalah kunci untuk memprediksi masa depan, menganalisis masa lalu, dan mengoptimalkan keputusan di masa kini. Ini bukan hanya tentang apa yang mungkin terjadi, melainkan tentang apa yang *berpotensi kuat* untuk terjadi berdasarkan pengamatan dan analisis yang sistematis. Artikel ini akan mengupas tuntas konsep 'bertendensi' dari berbagai sudut pandang, mulai dari psikologi individu, dinamika sosial, ekonomi, teknologi, hingga aspek lingkungan dan filosofis, menyoroti bagaimana kecenderungan ini membentuk dunia kita.
Secara etimologis, 'tendensi' berasal dari bahasa Latin tendere, yang berarti "membentang" atau "bertujuan". Dalam bahasa Indonesia, 'bertendensi' dapat diartikan sebagai memiliki suatu arah atau kecenderungan kuat untuk melakukan atau menjadi sesuatu. Ini adalah konsep yang menunjukkan adanya suatu pola yang tidak acak, melainkan terarah oleh faktor-faktor tertentu. Tendensi bisa bersifat fisik, seperti benda yang bertendensi jatuh ke bawah karena gravitasi; atau non-fisik, seperti pasar saham yang bertendensi naik setelah rilis berita positif. Memahami esensi dari 'bertendensi' memerlukan analisis terhadap faktor pendorong, konteks, dan implikasinya.
Dalam banyak disiplin ilmu, 'bertendensi' digunakan untuk mengidentifikasi pola yang memungkinkan prediksi. Seorang ekonom mungkin melihat data historis dan menyatakan bahwa inflasi bertendensi naik menjelang akhir tahun. Seorang sosiolog mungkin mengamati masyarakat dan berkesimpulan bahwa generasi muda bertendensi lebih terbuka terhadap isu-isu lingkungan. Pola-pola ini tidak selalu mutlak, namun memberikan probabilitas yang lebih tinggi terhadap suatu hasil. Mereka adalah petunjuk, bukan kepastian. Kekuatan tendensi bergantung pada konsistensi pola tersebut di masa lalu dan stabilitas faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jika faktor pendorong berubah, tendensi juga bisa bergeser atau bahkan berbalik arah.
Tendensi tidak muncul begitu saja. Mereka dibentuk oleh serangkaian faktor yang kompleks, yang bisa saling berkaitan dan saling menguatkan. Faktor-faktor ini bisa internal (misalnya, motivasi pribadi, genetik) atau eksternal (misalnya, lingkungan sosial, kebijakan pemerintah, teknologi). Interaksi antara berbagai faktor inilah yang menciptakan arah atau kecenderungan yang kita amati. Misalnya, dalam psikologi, kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan (prokrastinasi) dapat dipicu oleh kombinasi faktor internal seperti kurangnya disiplin diri dan faktor eksternal seperti distraksi media sosial yang mudah diakses.
Manusia adalah makhluk yang kompleks, namun perilaku dan pemikiran kita seringkali menunjukkan tendensi yang dapat diamati dan dipelajari. Psikologi telah banyak mengungkap bagaimana otak kita bertendensi untuk berpikir, merasakan, dan bertindak dalam pola-pola tertentu, yang seringkali merupakan hasil dari evolusi, pembelajaran, dan pengalaman pribadi.
Salah satu tendensi paling fundamental dalam psikologi manusia adalah bias kognitif. Ini adalah pola penyimpangan dari norma atau rasionalitas dalam membuat penilaian atau keputusan. Manusia bertendensi untuk melihat dunia melalui lensa bias mereka sendiri, yang dapat menyebabkan polarisasi dan penguatan keyakinan yang sudah ada. Contoh paling umum adalah:
Bias-bias ini menunjukkan bagaimana pikiran kita bertendensi untuk menyederhanakan realitas, seringkali dengan mengorbankan akurasi, demi efisiensi kognitif atau untuk melindungi ego kita. Memahami bias ini sangat penting untuk berpikir lebih kritis dan membuat keputusan yang lebih rasional.
Manusia juga sangat bertendensi untuk membentuk kebiasaan dan rutinitas. Otak kita dirancang untuk mengotomatisasi tindakan dan keputusan yang sering diulang untuk menghemat energi. Sebuah kebiasaan biasanya mengikuti siklus: isyarat (trigger), rutinitas (tindakan itu sendiri), dan hadiah (reward). Misalnya, setelah bangun tidur (isyarat), Anda bertendensi untuk langsung memeriksa ponsel (rutinitas) karena Anda mendapatkan dopamin dari notifikasi atau informasi baru (hadiah). Tendensi ini bisa positif (misalnya, olahraga teratur, membaca) atau negatif (misalnya, merokok, menunda pekerjaan). Mengubah kebiasaan memerlukan pemahaman mendalam tentang siklus ini dan upaya sadar untuk memutus atau mengubah rutinitas yang ada.
Dalam konteks motivasi, manusia bertendensi untuk didorong oleh kombinasi motivasi intrinsik (dari dalam diri, seperti kepuasan, minat) dan ekstrinsik (dari luar diri, seperti penghargaan, hukuman). Namun, ada tendensi yang jelas bahwa motivasi intrinsik seringkali menghasilkan keterlibatan yang lebih dalam dan kepuasan jangka panjang. Ketika seseorang bertendensi untuk melakukan sesuatu karena kecintaan pada prosesnya, bukan semata-mata karena imbalan, hasilnya cenderung lebih berkualitas dan berkelanjutan. Sebaliknya, ketergantungan pada motivasi ekstrinsik bisa membuat seseorang kehilangan minat begitu hadiah eksternal dihilangkan.
Meskipun kita memiliki tendensi untuk terjerumus dalam kebiasaan buruk atau bias kognitif, manusia juga menunjukkan tendensi luar biasa untuk resiliensi dan adaptasi. Dalam menghadapi krisis, bencana, atau kesulitan pribadi, kita seringkali bertendensi untuk mencari cara untuk bertahan, belajar, dan tumbuh. Ini adalah tendensi fundamental untuk mencari keseimbangan dan kelangsungan hidup, baik secara fisik maupun psikologis. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah atau mengatasi trauma menunjukkan kekuatan bawaan dalam jiwa manusia untuk menemukan solusi dan melanjutkan perjalanan.
Di luar individu, tendensi juga sangat terlihat dalam skala kolektif, membentuk dinamika masyarakat dan budaya. Sosiologi, antropologi, dan ilmu politik banyak mengkaji bagaimana kelompok manusia bertendensi untuk berinteraksi, berkembang, dan berubah.
Masyarakat senantiasa mengalami tren sosial dan pergeseran nilai. Misalnya, dalam beberapa dekade terakhir, ada tendensi global menuju individualisme yang lebih besar dibandingkan kolektivisme. Terdapat pula tendensi peningkatan kesadaran akan hak asasi manusia dan kesetaraan gender di banyak belahan dunia. Tren ini tidak selalu linear; terkadang ada gelombang balik atau resistensi, namun secara keseluruhan, arahnya cenderung konsisten. Perubahan teknologi, globalisasi, dan pendidikan seringkali menjadi pendorong utama tendensi ini, memengaruhi cara individu berinteraksi, membentuk keluarga, dan memandang otoritas.
Di era digital, masyarakat menunjukkan tendensi yang mengkhawatirkan terhadap polarisasi sosial. Dengan algoritma media sosial yang dirancang untuk menampilkan konten yang relevan dengan minat pengguna, individu seringkali terjebak dalam "echo chambers" atau gelembung filter. Di dalam gelembung ini, mereka hanya terpapar pada informasi dan pandangan yang menguatkan keyakinan mereka sendiri. Akibatnya, kelompok-kelompok masyarakat bertendensi untuk menjadi semakin terpisah, dengan sedikit dialog lintas pandangan, yang memperburuk kesalahpahaman dan konflik.
Bagaimana inovasi atau ide baru menyebar dalam masyarakat juga menunjukkan tendensi yang dapat diprediksi. Model difusi inovasi, misalnya, menggambarkan bagaimana adopsi teknologi atau gaya hidup baru biasanya dimulai oleh sejumlah kecil "inovator" atau "pengadopsi awal", dan kemudian bertendensi menyebar ke "mayoritas awal", "mayoritas akhir", dan terakhir "kelompok yang tertinggal". Pola penyebaran ini menunjukkan tendensi masyarakat untuk secara bertahap menerima perubahan, dengan kecepatan yang bervariasi tergantung pada sifat inovasi dan karakteristik sosial budaya kelompok tersebut.
Ketika sekelompok orang merasa ada ketidakadilan atau kebutuhan akan perubahan, mereka bertendensi untuk membentuk gerakan sosial. Gerakan-gerakan ini seringkali dimulai dari ketidakpuasan individu yang terisolasi, yang kemudian beresonansi dengan orang lain, hingga akhirnya membentuk kekuatan kolektif yang mendesak perubahan. Tendensi untuk bersatu dalam menghadapi masalah bersama, menuntut keadilan, atau memperjuangkan hak-hak tertentu adalah motor penggerak banyak perubahan besar dalam sejarah manusia, dari perjuangan hak sipil hingga gerakan lingkungan.
Dunia ekonomi adalah arena di mana 'bertendensi' menjadi konsep yang sangat penting. Para analis pasar, ekonom, dan investor selalu mencari tendensi dalam data untuk membuat keputusan yang terinformasi.
Ekonomi makro menunjukkan tendensi untuk bergerak dalam siklus: periode pertumbuhan (ekspansi) diikuti oleh kemerosotan (resesi), dan kemudian pemulihan. Meskipun siklus ini tidak memiliki durasi yang tetap, pola naik-turunnya adalah tendensi yang telah diamati selama berabad-abad. Faktor-faktor seperti tingkat suku bunga, kepercayaan konsumen, investasi bisnis, dan kebijakan pemerintah bertendensi untuk memengaruhi fase-fase siklus ini. Demikian pula, pasar saham bertendensi untuk bergerak sesuai sentimen investor, yang bisa didorong oleh berita ekonomi, geopolitik, atau bahkan psikologi massa.
Konsumen juga menunjukkan tendensi perilaku yang dapat diprediksi. Misalnya, ada tendensi untuk lebih banyak berbelanja selama musim liburan, atau tendensi untuk memilih produk yang berkelanjutan seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan. Preferensi merek, loyalitas, dan respons terhadap harga atau promosi juga menunjukkan pola tendensial. Perusahaan yang memahami tendensi perilaku konsumen ini dapat merancang strategi pemasaran yang lebih efektif dan mengembangkan produk yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar.
Dalam beberapa dekade terakhir, ada tendensi yang kuat menuju globalisasi ekonomi, di mana negara-negara menjadi semakin saling bergantung. Fluktuasi di satu pasar dapat dengan cepat menyebar ke pasar lain di seluruh dunia. Ini berarti bahwa keputusan ekonomi di satu negara bertendensi untuk memiliki dampak yang jauh jangkauannya, menciptakan jaringan interdependensi yang kompleks yang harus dianalisis dengan cermat untuk memahami risiko dan peluang global.
Ekonomi modern juga bertendensi untuk didorong oleh inovasi dan disrupsi. Teknologi baru dan model bisnis yang inovatif seringkali memiliki tendensi untuk mengubah industri secara fundamental, menciptakan pemenang dan pecundang. Misalnya, munculnya internet dan e-commerce memiliki tendensi untuk mengganggu model ritel tradisional, sementara energi terbarukan bertendensi untuk secara bertahap menggantikan bahan bakar fosil. Memahami tendensi disrupsi ini sangat penting bagi perusahaan dan pemerintah untuk tetap relevan dan kompetitif.
Dalam ilmu pengetahuan, 'bertendensi' seringkali merujuk pada hukum alam, probabilitas statistik, atau pola evolusi. Alam semesta kita dipenuhi dengan tendensi yang mengatur segala sesuatu, dari partikel subatomik hingga galaksi.
Hukum fisika dan kimia adalah contoh paling jelas dari tendensi yang mutlak. Air bertendensi untuk membeku pada 0°C dan mendidih pada 100°C di tekanan standar. Benda bertendensi untuk jatuh ke pusat gravitasi. Reaksi kimia bertendensi untuk mencapai keadaan energi terendah. Tendensi-tendensi ini adalah fondasi dari pemahaman kita tentang alam semesta, memungkinkan kita untuk memprediksi hasil eksperimen dan merancang teknologi.
Dalam biologi, organisme bertendensi untuk berevolusi melalui seleksi alam. Spesies dengan sifat-sifat yang lebih adaptif terhadap lingkungannya bertendensi untuk bertahan hidup dan bereproduksi lebih banyak, meneruskan sifat-sifat tersebut ke generasi berikutnya. Ini menghasilkan tendensi jangka panjang dalam perubahan genetik populasi dan diversifikasi kehidupan di Bumi. Misalnya, bakteri bertendensi untuk mengembangkan resistensi terhadap antibiotik seiring waktu karena tekanan seleksi.
Salah satu tendensi paling mendesak yang kita hadapi saat ini adalah perubahan iklim. Data ilmiah menunjukkan bahwa suhu global bertendensi untuk meningkat, pola cuaca bertendensi untuk menjadi lebih ekstrem, dan permukaan air laut bertendensi untuk naik. Tendensi-tendensi ini didorong oleh peningkatan emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Memahami dan mengatasi tendensi lingkungan ini adalah tantangan terbesar bagi umat manusia, karena dampaknya akan sangat luas terhadap ekosistem dan masyarakat.
Banyak spesies hewan menunjukkan tendensi musiman untuk bermigrasi sebagai respons terhadap perubahan suhu, ketersediaan makanan, atau musim kawin. Burung, ikan, dan mamalia darat seringkali mengikuti rute migrasi yang sama setiap tahun, menunjukkan tendensi perilaku yang telah beradaptasi selama ribuan tahun. Perubahan iklim dan hilangnya habitat dapat mengganggu tendensi-tendensi ini, mengancam kelangsungan hidup spesies dan keseimbangan ekosistem.
Sektor teknologi adalah salah satu yang paling dinamis, dan di dalamnya, tendensi sangat berperan dalam membentuk arah perkembangan, adopsi, dan dampak pada masyarakat.
Inovasi teknologi seringkali mengikuti kurva S dalam adopsi, mirip dengan difusi budaya. Pada awalnya, adopsi lambat (fase perintis), kemudian bertendensi untuk meningkat secara eksponensial (fase pertumbuhan), sebelum akhirnya melambat dan mencapai saturasi (fase kedewasaan). Misalnya, penggunaan internet dan telepon pintar telah mengikuti pola tendensi ini. Memahami kurva S membantu perusahaan memprediksi potensi pasar dan investor mengidentifikasi peluang pertumbuhan.
Ada tendensi kuat menuju konvergensi teknologi, di mana berbagai teknologi yang sebelumnya terpisah mulai menyatu. Contohnya, ponsel pintar yang kini menggabungkan kamera, pemutar musik, GPS, dan komputer mini. Konvergensi ini seringkali bertendensi untuk menciptakan disrupsi pada industri yang ada, seperti yang dialami industri kamera digital atau perangkat GPS. Selain itu, kecerdasan buatan (AI) bertendensi untuk semakin terintegrasi ke dalam hampir setiap aspek teknologi, dari analisis data hingga otomasi.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, muncul pula tendensi dan kekhawatiran terkait etika. Misalnya, pengembangan AI yang semakin canggih memunculkan pertanyaan tentang bias algoritma, privasi data, dan potensi penggantian pekerjaan manusia. Masyarakat dan regulator bertendensi untuk semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas dari perusahaan teknologi, menciptakan tendensi baru menuju regulasi yang lebih ketat terhadap data dan kecerdasan buatan.
Internet dan teknologi komunikasi telah menciptakan tendensi yang kuat menuju demokratisasi akses informasi. Pengetahuan yang sebelumnya terbatas kini dapat diakses oleh miliaran orang. Tendensi ini memiliki dampak besar pada pendidikan, aktivisme politik, dan partisipasi publik, meskipun juga membawa tantangan seperti penyebaran informasi palsu (hoaks).
Dalam ranah politik, tendensi sangat penting untuk memahami dinamika kekuasaan, hubungan internasional, dan stabilitas suatu negara.
Banyak negara di dunia menunjukkan tendensi yang meningkat ke arah polarisasi politik. Spektrum politik tampaknya semakin terpecah menjadi kubu-kubu yang ekstrem, dengan sedikit ruang untuk kompromi. Tendensi ini seringkali diperkuat oleh media sosial, berita partisan, dan meningkatnya ketidaksetaraan ekonomi. Sejalan dengan ini, ada juga tendensi global menuju kebangkitan gerakan populisme, di mana para pemimpin menjanjikan solusi sederhana untuk masalah kompleks, seringkali dengan mengorbankan institusi demokratis.
Dalam skala global, kita menyaksikan tendensi pergeseran kekuatan geopolitik dari Barat ke Timur, dengan munculnya Tiongkok dan India sebagai kekuatan ekonomi dan politik yang signifikan. Tendensi ini mengubah aliansi tradisional, menciptakan persaingan baru, dan menuntut pendekatan diplomatik yang lebih kompleks. Negara-negara kecil bertendensi untuk menavigasi lanskap yang semakin multipolar ini dengan hati-hati.
Meskipun globalisasi telah menjadi tendensi dominan selama beberapa dekade, ada pula tendensi yang berlawanan menuju regionalisme dan proteksionisme. Beberapa negara bertendensi untuk lebih fokus pada kepentingan nasional mereka, memberlakukan tarif perdagangan, atau menarik diri dari perjanjian internasional. Tendensi ini seringkali didorong oleh kekhawatiran terhadap hilangnya pekerjaan domestik, keamanan nasional, atau keinginan untuk melindungi industri dalam negeri.
Di era digital, informasi telah menjadi alat yang sangat kuat dalam politik. Ada tendensi yang mengkhawatirkan di mana informasi yang salah (misinformasi) atau sengaja menyesatkan (disinformasi) digunakan sebagai propaganda untuk memengaruhi opini publik, mendiskreditkan lawan politik, atau bahkan mengganggu proses demokrasi. Ini menunjukkan tendensi untuk memanipulasi narasi demi kepentingan politik tertentu.
Memahami bahwa segala sesuatu 'bertendensi' adalah langkah pertama. Langkah selanjutnya adalah bagaimana kita mengelola, merespons, atau bahkan memanfaatkan tendensi-tendensi ini untuk tujuan yang konstruktif.
Dalam konteks pribadi, mengidentifikasi tendensi negatif—seperti prokrastinasi, pola pikir negatif, atau kebiasaan buruk—adalah kunci untuk pengembangan diri. Setelah teridentifikasi, individu dapat secara sadar berupaya untuk mengubah pola-pola ini melalui disiplin, dukungan, atau perubahan lingkungan. Dalam skala sosial, mengenali tendensi seperti polarisasi atau disinformasi dapat mendorong upaya untuk mempromosikan literasi media, dialog lintas budaya, atau kebijakan yang mendukung persatuan.
Sebaliknya, tendensi positif—seperti tendensi untuk berinovasi, beradaptasi, atau mencari keadilan—dapat dimanfaatkan untuk kemajuan. Dalam bisnis, memahami tendensi konsumen dapat membantu menciptakan produk yang lebih baik. Dalam pendidikan, mengetahui tendensi belajar siswa dapat mengarah pada metode pengajaran yang lebih efektif. Dalam pembangunan berkelanjutan, memanfaatkan tendensi alami ekosistem dapat membantu upaya konservasi dan restorasi lingkungan.
Dunia tidak statis; tendensi dapat berubah dan berinteraksi dengan cara yang tidak terduga. Oleh karena itu, kemampuan untuk tetap fleksibel dan adaptif adalah krusial. Sistem yang terlalu kaku atau pikiran yang terlalu dogmatis bertendensi untuk gagal ketika tendensi yang mendasarinya berubah. Ini berlaku untuk individu, organisasi, bahkan negara. Kemampuan untuk mengidentifikasi tendensi baru dan menyesuaikan diri dengannya adalah ciri khas keberhasilan jangka panjang.
Di era informasi, data dan analisis menjadi sangat penting dalam mengungkap tendensi. Big data, kecerdasan buatan, dan pembelajaran mesin memungkinkan kita untuk mengidentifikasi pola-pola yang sebelumnya tidak terlihat dalam volume data yang besar. Ini memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana berbagai hal bertendensi untuk berkembang, membantu kita membuat keputusan yang lebih cerdas di berbagai bidang, mulai dari kesehatan hingga perencanaan kota.
Melihat ke depan, bagaimana tendensi akan terus membentuk dunia kita?
Salah satu tendensi besar yang akan terus kita saksikan adalah tarik-menarik antara globalisasi dan fragmentasi. Sementara teknologi digital terus menghubungkan dunia, ada juga tendensi untuk meningkatnya nasionalisme dan identitas lokal yang kuat. Bagaimana keseimbangan ini akan terwujud akan sangat memengaruhi hubungan internasional, perdagangan, dan budaya global.
Hampir semua aspek kehidupan manusia akan terus mengalami digitalisasi mendalam. Dari rumah pintar hingga kota pintar, dari kesehatan digital hingga ekonomi berbasis blockchain, teknologi digital bertendensi untuk semakin meresap. Ini membawa efisiensi dan inovasi, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang privasi, keamanan, dan kesenjangan digital.
Meskipun tantangan lingkungan masih besar, ada tendensi yang jelas menuju peningkatan kesadaran dan tindakan terhadap isu-isu lingkungan. Konsumen bertendensi untuk menuntut produk yang lebih ramah lingkungan, perusahaan bertendensi untuk mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan, dan pemerintah bertendensi untuk memberlakukan regulasi lingkungan yang lebih ketat. Tendensi ini adalah harapan besar untuk masa depan planet kita.
Dalam dunia yang terus berubah, kemampuan untuk belajar dan beradaptasi akan menjadi tendensi fundamental bagi individu dan organisasi. Pekerjaan di masa depan akan memerlukan keterampilan baru, dan inovasi akan terus mengubah cara kita hidup dan bekerja. Mereka yang memiliki tendensi untuk terus belajar dan merangkul perubahan akan lebih siap menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di masa depan.
Pada akhirnya, 'bertendensi' adalah pengingat bahwa tidak ada yang benar-benar acak. Selalu ada pola, selalu ada arah, selalu ada kekuatan pendorong di balik setiap fenomena. Dengan memahami dan menganalisis tendensi ini, kita dapat menjadi pengamat yang lebih baik, pengambil keputusan yang lebih bijak, dan agen perubahan yang lebih efektif dalam membentuk dunia yang kita inginkan.
Fenomena 'bertendensi' adalah salah satu aspek paling fundamental dalam memahami dunia di sekitar kita. Dari alam semesta yang diatur oleh hukum-hukum tendensial fisika, hingga kompleksitas pikiran manusia dengan bias kognitif dan kebiasaannya, serta dinamika masyarakat, ekonomi, dan teknologi yang terus berkembang, tendensi ada di mana-mana. Mereka adalah pola yang memberikan kita kemampuan untuk memprediksi, merencanakan, dan beradaptasi.
Memahami bahwa individu bertendensi untuk mencari pola, kelompok sosial bertendensi untuk membentuk norma, pasar bertendensi untuk mengikuti siklus, dan teknologi bertendensi untuk berkembang secara eksponensial, memberikan kita lensa yang kuat untuk menganalisis realitas. Tantangan terbesar bukanlah menghentikan tendensi yang tidak diinginkan, melainkan memahami pemicunya dan mencari cara untuk mengarahkan kembali atau memanfaatkan energi yang ada demi tujuan yang lebih baik.
Di era informasi yang masif, di mana data berlimpah dan perubahan berlangsung cepat, kemampuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan merespons tendensi akan menjadi keterampilan yang semakin tak ternilai. Ini menuntut kita untuk selalu berpikir kritis, fleksibel dalam adaptasi, dan terbuka terhadap ide-ide baru. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi pengamat pasif dari tendensi yang terjadi, tetapi juga pelaku aktif yang dapat membentuk arah dan masa depan yang kita inginkan.