Istilah "buduk" mungkin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Seringkali, kata ini digunakan untuk menggambarkan kondisi kulit yang ditandai dengan ruam, luka, koreng, dan rasa gatal yang hebat. Namun, secara medis, "buduk" paling sering merujuk pada skabies atau yang lebih dikenal dengan kudis. Ini adalah kondisi kulit menular yang disebabkan oleh tungau kecil bernama Sarcoptes scabiei.
Meskipun sering dianggap sepele, skabies adalah masalah kesehatan yang serius karena dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya dan sangat mudah menular. Pemahaman yang benar tentang penyebab, gejala, cara penularan, diagnosis, pengobatan, dan pencegahannya adalah kunci untuk mengatasi buduk secara efektif. Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek mengenai buduk, memberikan Anda panduan komprehensif untuk mengenali dan mengatasinya.
Apa Itu Buduk (Skabies)?
Secara harfiah, "buduk" dalam beberapa dialek daerah dapat merujuk pada berbagai jenis luka korengan atau penyakit kulit yang menimbulkan benjolan dan gatal. Namun, dalam konteks medis dan edukasi kesehatan publik, ketika orang membicarakan "buduk" yang gatal dan menular, mereka hampir selalu merujuk pada skabies.
Definisi Skabies
Skabies adalah infestasi kulit oleh tungau parasit mikroskopis bernama Sarcoptes scabiei varietas hominis. Tungau betina menggali terowongan di lapisan teratas kulit (stratum korneum), di mana ia bertelur dan mengeluarkan kotoran. Reaksi alergi terhadap tungau, telur, dan kotorannya inilah yang menyebabkan rasa gatal yang intens dan ruam kulit yang khas.
Sejarah dan Epidemiologi
Skabies bukanlah penyakit baru; keberadaannya telah didokumentasikan sejak ribuan tahun lalu. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia dan dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang ras, usia, atau status sosial ekonomi. Diperkirakan sekitar 300 juta kasus skabies terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia. Skabies cenderung menyebar lebih mudah di lingkungan yang padat penduduk, seperti panti jompo, pusat penitipan anak, asrama, penjara, dan keluarga besar. Daerah tropis dan subtropis juga memiliki prevalensi yang lebih tinggi.
Siklus Hidup Tungau Skabies
Memahami siklus hidup tungau sangat penting untuk memahami mengapa skabies sangat persisten dan sulit diberantas jika tidak diobati dengan benar. Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei melibatkan beberapa tahapan:
- Telur: Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan di bawah kulit dan bertelur 2-3 butir per hari selama masa hidupnya (sekitar 4-6 minggu). Telur ini sangat kecil dan tidak terlihat oleh mata telanjang.
- Larva: Setelah 3-4 hari, telur menetas menjadi larva. Larva memiliki enam kaki dan bergerak ke permukaan kulit untuk mencari folikel rambut dan lipatan kulit.
- Nimfa: Larva kemudian berkembang menjadi nimfa, yang memiliki delapan kaki seperti tungau dewasa, tetapi belum matang secara seksual. Tahap ini berlangsung sekitar 3-4 hari.
- Dewasa: Nimfa berkembang menjadi tungau dewasa dalam waktu sekitar 10-14 hari setelah menetas dari telur. Tungau dewasa betina kemudian kawin dengan tungau jantan di permukaan kulit. Setelah kawin, tungau jantan mati, dan tungau betina yang telah dibuahi akan mulai menggali terowongan baru dan bertelur, mengulang siklus.
Siklus lengkap dari telur hingga tungau dewasa yang siap bereproduksi memakan waktu sekitar 2-3 minggu. Perlu diingat bahwa pada kulit seseorang, biasanya hanya ada sekitar 10-15 tungau dewasa, kecuali pada kasus skabies berkrusta yang parah.
Penyebab Buduk (Skabies)
Penyebab utama skabies adalah infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Tungau ini adalah ektoparasit obligat, artinya ia harus hidup di inang (manusia) untuk bertahan hidup dan berkembang biak. Tungau betina yang telah dibuahi adalah pelaku utama yang menyebabkan gejala dengan menggali terowongan di bawah kulit.
Faktor Risiko
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi skabies:
- Kontak kulit-ke-kulit yang berkepanjangan: Ini adalah cara penularan paling umum. Kontak langsung yang singkat, seperti jabat tangan, biasanya tidak cukup untuk menularkan. Namun, kontak yang lebih lama, seperti berpelukan, tidur bersama, atau hubungan seksual, sangat berisiko.
- Lingkungan padat penduduk: Asrama, panti jompo, rumah sakit, pusat penitipan anak, dan penjara adalah tempat-tempat di mana skabies dapat menyebar dengan cepat karena kedekatan fisik antar individu.
- Kebersihan pribadi yang buruk: Meskipun skabies tidak hanya menyerang orang yang kurang bersih, kebersihan yang buruk dapat memperparah kondisi dan membuat penularan lebih mudah terjadi.
- Sistem kekebalan tubuh lemah (imunokompromais): Orang dengan HIV/AIDS, pasien transplantasi organ, atau mereka yang menggunakan obat imunosupresif lebih rentan terhadap bentuk skabies yang parah, yang disebut skabies berkrusta (Norwegia).
- Usia ekstrem: Bayi, balita, dan lansia seringkali lebih rentan dan dapat mengalami gejala yang lebih parah atau atipikal.
Gejala Buduk (Skabies)
Gejala skabies biasanya muncul 2-6 minggu setelah paparan pertama kali. Namun, jika seseorang pernah terinfeksi sebelumnya, gejala bisa muncul lebih cepat, yaitu dalam beberapa hari. Gejala utama skabies adalah rasa gatal yang intens dan ruam kulit.
Gatal (Pruritus)
Ini adalah gejala paling khas dan seringkali paling mengganggu. Karakteristik gatal pada skabies meliputi:
- Intensitas: Sangat gatal, seringkali tak tertahankan, terutama pada malam hari atau setelah mandi air hangat. Panas meningkatkan aktivitas tungau dan sensasi gatal.
- Lokasi: Gatal bisa terjadi di hampir seluruh tubuh, tetapi seringkali lebih parah di area tertentu (lihat di bawah).
- Pola: Gatal cenderung menjadi-jadi di malam hari (nocturnal pruritus) karena aktivitas tungau lebih tinggi saat tubuh hangat dan penderita kurang sibuk.
Ruam Kulit (Lesi)
Ruam pada skabies bisa sangat bervariasi tergantung pada seberapa lama infestasi terjadi, respons imun individu, dan adanya infeksi sekunder akibat garukan. Lesi khas meliputi:
- Terowongan (Burrows): Ini adalah tanda patognomonik (khas) skabies, meskipun seringkali sulit ditemukan karena sangat kecil dan samar. Terowongan adalah garis tipis, berliku, keabu-abuan atau kemerahan, panjangnya beberapa milimeter hingga satu sentimeter, dengan vesikel kecil di ujungnya (tempat tungau berada). Terowongan ini biasanya ditemukan di area kulit yang tipis dan lembab.
- Papula: Benjolan kecil, padat, kemerahan, seringkali gatal.
- Vesikel: Gelembung kecil berisi cairan bening.
- Nodul: Benjolan yang lebih besar dan padat, seringkali terjadi di area genital, ketiak, atau bokong, terutama pada anak-anak. Ini adalah reaksi hipersensitivitas terhadap tungau.
- Ekskoriasi: Luka akibat garukan yang intens, yang bisa menjadi gerbang masuk bagi infeksi bakteri sekunder.
- Krusta (koreng): Lapisan kering yang terbentuk dari cairan yang mengering akibat luka garukan.
Lokasi Predileksi (Area yang Sering Terkena)
Tungau skabies memiliki preferensi untuk area kulit tertentu, yaitu:
- Sela-sela jari tangan dan kaki.
- Pergelangan tangan bagian dalam dan siku.
- Ketiak.
- Lipatan kulit (misalnya, di bawah payudara, lipatan perut).
- Sekitar pusar.
- Daerah genital (penis, skrotum, vulva).
- Bokong.
- Areola puting susu pada wanita.
Pada bayi dan anak kecil, skabies dapat muncul di area yang tidak biasa pada orang dewasa, seperti:
- Kulit kepala.
- Leher.
- Telapak tangan dan telapak kaki.
- Wajah (jarang, kecuali pada bayi atau skabies berkrusta).
Pada orang dewasa dan lansia, punggung juga bisa menjadi area yang sering terkena, meskipun jarang menjadi lokasi utama terowongan tungau.
Bentuk Skabies Khusus
Ada beberapa bentuk skabies yang memiliki karakteristik unik:
- Skabies Berkrusta (Norwegia Scabies): Ini adalah bentuk skabies yang sangat parah dan sangat menular, sering terjadi pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah (misalnya, penderita HIV/AIDS, leukemia, sindrom Down, atau pasien yang mengonsumsi obat imunosupresif). Gejalanya meliputi:
- Keropeng tebal dan krusta yang meluas, seringkali tanpa gatal yang signifikan (karena respons imun yang tertekan).
- Jumlah tungau yang sangat banyak (ribuan hingga jutaan), jauh lebih banyak daripada skabies biasa.
- Dapat ditemukan di seluruh tubuh, termasuk kuku, kulit kepala, wajah, telapak tangan, dan telapak kaki.
- Risiko tinggi untuk infeksi bakteri sekunder yang serius.
- Skabies Nodular: Ditandai dengan benjolan kemerahan atau coklat kemerahan yang gatal, berukuran 0,5-1 cm. Nodul ini merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap tungau dan bisa bertahan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah tungau dimusnahkan. Sering muncul di ketiak, lipat paha, bokong, dan alat kelamin.
- Skabies Inkognito: Terjadi ketika seseorang menggunakan kortikosteroid topikal atau oral untuk mengobati ruam yang disebabkan oleh skabies, tetapi tidak menyadari penyebab sebenarnya. Kortikosteroid dapat menekan respons imun, mengurangi gatal dan ruam, tetapi memungkinkan tungau untuk berkembang biak tanpa terkontrol, membuat diagnosis lebih sulit dan kondisi lebih parah saat terungkap.
Penularan Buduk (Skabies)
Skabies adalah penyakit yang sangat menular. Memahami cara penularannya adalah kunci untuk mencegah penyebaran dan mengatasi wabah di lingkungan tertentu.
Kontak Langsung Kulit-ke-Kulit
Ini adalah metode penularan paling umum dan efisien. Penularan terjadi melalui kontak fisik yang berkepanjangan dengan seseorang yang terinfeksi. Contohnya:
- Tidur bersama: Anggota keluarga atau pasangan yang tidur dalam satu ranjang memiliki risiko tinggi untuk saling menularkan.
- Sentuhan intim: Hubungan seksual adalah jalur penularan yang umum.
- Perawatan langsung: Orang tua dan anak, atau perawat dan pasien yang sering memiliki kontak fisik dekat.
Kontak fisik singkat seperti jabat tangan atau pelukan cepat biasanya tidak cukup untuk menularkan tungau skabies, karena tungau bergerak relatif lambat dan membutuhkan waktu untuk berpindah inang.
Kontak Tidak Langsung (Fomites)
Penularan melalui benda mati (fomites) seperti pakaian, seprai, handuk, atau furnitur jarang terjadi pada kasus skabies biasa. Tungau Sarcoptes scabiei hanya dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia selama 24-72 jam dalam kondisi yang menguntungkan (lembap dan hangat). Namun, risiko penularan melalui fomites meningkat secara signifikan pada kasus:
- Skabies berkrusta: Karena jumlah tungau yang sangat banyak pada kulit penderita, risiko penularan melalui pakaian, seprai, dan barang pribadi lainnya sangat tinggi. Tungau dalam jumlah besar ini lebih mungkin untuk bertahan hidup di luar inang dan menemukan inang baru.
- Berbagi barang pribadi: Meskipun jarang, berbagi pakaian, selimut, atau handuk dengan orang yang terinfeksi skabies dapat menjadi jalur penularan, terutama jika barang tersebut baru saja digunakan.
Penting: Hewan peliharaan tidak menularkan skabies manusia. Tungau skabies pada hewan peliharaan (misalnya, tungau kudis pada anjing) adalah varietas yang berbeda dan tidak dapat bertahan hidup atau berkembang biak pada manusia. Mereka mungkin menyebabkan gatal singkat pada kulit manusia jika terjadi kontak, tetapi tidak akan menimbulkan infestasi berkepanjangan.
Diagnosis Buduk (Skabies)
Diagnosis skabies memerlukan kombinasi evaluasi klinis dan, jika memungkinkan, konfirmasi laboratorium. Diagnosis yang tepat sangat penting untuk memulai pengobatan yang benar dan mencegah penyebaran lebih lanjut.
Anamnesis (Wawancara Medis)
Dokter akan menanyakan riwayat penyakit, fokus pada gejala dan faktor risiko:
- Gatal: Intensitas, pola (terutama malam hari), dan lokasi.
- Riwayat kontak: Apakah ada anggota keluarga, teman, atau orang yang tinggal serumah yang juga mengalami gejala serupa? Riwayat paparan di lingkungan padat penduduk?
- Pengobatan sebelumnya: Apakah ada riwayat penggunaan salep atau obat lain yang mungkin menutupi gejala?
- Riwayat perjalanan: Ke daerah endemik.
Pemeriksaan Fisik
Dokter akan memeriksa seluruh permukaan kulit untuk mencari tanda-tanda khas skabies:
- Lokasi lesi: Mencari ruam di area predileksi (sela jari, pergelangan tangan, siku, ketiak, genital, dll.).
- Terowongan: Mencari terowongan tungau yang khas. Ini mungkin memerlukan kaca pembesar dan pencahayaan yang baik.
- Tanda garukan: Melihat adanya ekskoriasi, krusta, atau infeksi sekunder akibat garukan.
Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
Meskipun diagnosis klinis seringkali cukup, konfirmasi laboratorium dapat membantu, terutama pada kasus yang atipikal atau sulit didiagnosis:
- Kerokan Kulit (Skin Scraping): Ini adalah metode diagnostik standar emas. Dokter akan mengikis lembut area kulit yang dicurigai (terutama terowongan atau lesi baru) dengan pisau bedah steril setelah diolesi minyak mineral. Sampel kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk mencari tungau, telur, atau feses (scybala).
- Tes Tinta (Burrow Ink Test): Tinta atau penanda khusus dioleskan pada area yang dicurigai terowongan, kemudian dihapus. Jika ada terowongan, tinta akan meresap ke dalamnya, membuatnya terlihat lebih jelas sebagai garis gelap.
- Dermatoskopi: Penggunaan alat dermatoskop (perangkat genggam dengan pembesaran dan sumber cahaya) dapat membantu dokter mengidentifikasi terowongan dan tungau (seringkali terlihat sebagai struktur berbentuk "delta" atau "pesawat terbang") secara non-invasif.
Diagnosis Banding
Karena gejala gatal dan ruam bisa mirip dengan banyak kondisi kulit lain, dokter akan mempertimbangkan diagnosis banding, seperti:
- Dermatitis atopik (eksim): Seringkali disertai kulit kering dan riwayat alergi.
- Dermatitis kontak iritan/alergi: Ruam terlokalisasi sesuai area kontak dengan iritan/alergen.
- Gigitan serangga: Lesi diskrit, biasanya tidak menyebar ke banyak area.
- Impetigo: Infeksi bakteri dengan koreng madu.
- Infeksi jamur kulit (tinea): Ruam berbentuk cincin, gatal.
- Prurigo: Nodul gatal kronis.
Pengobatan Buduk (Skabies)
Pengobatan skabies bertujuan untuk memusnahkan tungau dan telurnya, serta meredakan gejala. Penting untuk mengobati semua orang yang tinggal serumah dan memiliki kontak dekat secara bersamaan untuk mencegah reinfestasi.
Prinsip Umum Pengobatan
- Obati semua kontak: Semua anggota keluarga serumah, pasangan seksual, dan individu yang memiliki kontak fisik dekat harus diobati secara bersamaan, bahkan jika mereka belum menunjukkan gejala. Ini karena periode inkubasi yang bisa lama (2-6 minggu) dan tungau dapat menular sebelum gejala muncul.
- Aplikasi obat yang benar: Obat topikal harus dioleskan ke seluruh permukaan kulit dari leher hingga ujung kaki, termasuk sela-sela jari, lipatan kulit, dan area di bawah kuku. Pada bayi dan lansia, wajah dan kulit kepala juga mungkin perlu diobati.
- Pembersihan lingkungan: Pakaian, handuk, seprai, dan barang-barang yang mungkin terkontaminasi harus dicuci dengan air panas (setidaknya 60°C selama 10-20 menit) dan dikeringkan dengan suhu tinggi, atau dimasukkan ke dalam kantong plastik tertutup rapat selama minimal 3 hari (72 jam) untuk membiarkan tungau mati karena kelaparan.
- Obati gejala penyerta: Gatal bisa tetap ada hingga beberapa minggu setelah tungau berhasil dimusnahkan. Ini adalah reaksi alergi tertunda dan bukan berarti pengobatan gagal. Obat antihistamin atau kortikosteroid topikal ringan dapat digunakan untuk meredakan gatal pasca-skabies.
Pilihan Obat Skabies (Skabisida)
Berikut adalah beberapa obat yang umum digunakan untuk mengobati skabies:
1. Permethrin 5% Krim
- Mekanisme Kerja: Permethrin adalah agen neurotoksik yang bekerja dengan mengganggu sistem saraf tungau, menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Ini dianggap sebagai pengobatan lini pertama karena efikasinya yang tinggi dan profil keamanan yang baik.
- Cara Penggunaan: Oleskan tipis-tipis ke seluruh tubuh dari leher ke bawah (termasuk telapak tangan dan kaki, sela-sela jari, area genital, dan di bawah kuku). Biarkan selama 8-14 jam (biasanya semalaman), lalu bilas bersih. Pengobatan seringkali diulang setelah 7-14 hari untuk membunuh tungau yang baru menetas dari telur yang mungkin selamat dari aplikasi pertama.
- Keamanan: Aman untuk sebagian besar individu, termasuk anak-anak di atas 2 bulan dan wanita hamil/menyusui (dengan perhatian khusus). Efek samping umumnya ringan, seperti iritasi kulit sementara atau rasa terbakar.
2. Ivermectin Oral
- Mekanisme Kerja: Ivermectin adalah obat anti-parasit yang bekerja secara sistemik, membunuh tungau dan larva. Ini merupakan pilihan yang efektif untuk skabies yang parah (terutama skabies berkrusta) atau ketika pengobatan topikal tidak praktis atau gagal.
- Cara Penggunaan: Diberikan dalam dosis tunggal berdasarkan berat badan, lalu diulang setelah 7-14 hari. Harus diresepkan oleh dokter.
- Keamanan: Umumnya aman, tetapi tidak dianjurkan untuk anak-anak di bawah 15 kg atau wanita hamil/menyusui kecuali dalam situasi tertentu di bawah pengawasan medis ketat. Efek samping bisa termasuk pusing, mual, diare.
3. Sulfur Presipitatum (Belerang) 5-10% Salep
- Mekanisme Kerja: Sulfur memiliki sifat skabisida dan keratolitis (mengelupas kulit). Ini adalah pengobatan tradisional yang masih digunakan, terutama untuk bayi, anak kecil, dan wanita hamil/menyusui karena profil keamanannya.
- Cara Penggunaan: Dioleskan ke seluruh tubuh setiap malam selama 3-7 hari berturut-turut. Harus dibiarkan semalaman dan dibilas keesokan paginya.
- Kekurangan: Bau yang tidak menyenangkan, dapat mengotori pakaian, dan mungkin mengiritasi kulit. Efektivitasnya sedikit lebih rendah dibandingkan permethrin.
4. Benzyl Benzoate 25% Emulsi/Lotion
- Mekanisme Kerja: Bersifat toksik bagi tungau.
- Cara Penggunaan: Oleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah. Biarkan selama 24 jam, lalu bilas. Pengobatan dapat diulang 2-3 kali dengan jeda 2-3 hari. Untuk anak-anak, konsentrasi yang lebih rendah (10-12.5%) disarankan.
- Kekurangan: Dapat menyebabkan iritasi kulit yang signifikan, rasa terbakar, dan dermatitis kontak. Tidak dianjurkan untuk anak-anak di bawah 2 tahun atau wanita hamil/menyusui.
5. Crotamiton 10% Krim/Lotion
- Mekanisme Kerja: Memiliki sifat skabisida dan antipruritik (meredakan gatal).
- Cara Penggunaan: Oleskan ke seluruh tubuh sekali sehari selama 3-5 hari.
- Kekurangan: Efektivitasnya dianggap lebih rendah dibandingkan permethrin atau ivermectin, sehingga sering digunakan sebagai pilihan kedua atau untuk meredakan gatal saja.
Obat-obatan Tambahan untuk Gejala dan Komplikasi
- Antihistamin Oral: Untuk meredakan gatal yang parah, terutama di malam hari. Contoh: Cetirizine, Loratadine (non-sedatif) atau Diphenhydramine, Chlorpheniramine (sedatif untuk tidur).
- Kortikosteroid Topikal: Krim kortikosteroid ringan (misalnya, hidrokortison) dapat digunakan untuk meredakan peradangan dan gatal setelah infestasi tungau berhasil diobati. Namun, penggunaannya sebelum tungau dimusnahkan dapat memperburuk kondisi (skabies inkognito).
- Antibiotik Oral/Topikal: Jika terjadi infeksi bakteri sekunder (misalnya, impetigo) akibat garukan, antibiotik mungkin diperlukan.
Penting: Jangan pernah mengobati sendiri skabies dengan obat yang tidak tepat atau metode yang tidak terbukti. Selalu konsultasikan dengan dokter atau tenaga medis untuk diagnosis dan rencana pengobatan yang tepat. Penggunaan obat-obatan tanpa resep yang benar dapat memperburuk kondisi atau menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan.
Obat | Aplikasi | Catatan Penting | Keamanan (Hamil/Anak) |
---|---|---|---|
Permethrin 5% Krim | Oleskan leher ke bawah, 8-14 jam, bilas. Ulangi 7-14 hari. | Lini pertama, sangat efektif. Efek samping ringan. | Aman >2 bulan & ibu hamil/menyusui (konsul). |
Ivermectin Oral | Dosis tunggal per berat badan, ulangi 7-14 hari. (Resep dokter). | Untuk skabies parah/gagal topikal. Sistemik. | Tidak untuk <15kg, ibu hamil/menyusui (kecuali ketat). |
Sulfur Presipitatum 5-10% Salep | Oleskan seluruh tubuh setiap malam selama 3-7 hari, bilas pagi. | Alternatif tradisional. Bau menyengat, dapat mengotori. | Aman untuk bayi & ibu hamil/menyusui. |
Benzyl Benzoate 25% | Oleskan leher ke bawah, biarkan 24 jam, bilas. Ulangi 2-3x dengan jeda. | Dapat iritasi kulit. Konsentrasi rendah untuk anak. | Tidak untuk <2 tahun, ibu hamil/menyusui. |
Crotamiton 10% | Oleskan seluruh tubuh 1x sehari selama 3-5 hari. | Kurang efektif sebagai skabisida, kadang untuk gatal. | Dapat digunakan, tapi efikasi lebih rendah. |
Pencegahan Buduk (Skabies)
Pencegahan adalah kunci untuk mengendalikan penyebaran skabies, terutama di lingkungan komunal. Langkah-langkah pencegahan berfokus pada kebersihan diri, lingkungan, dan menghindari kontak langsung dengan individu yang terinfeksi.
1. Hindari Kontak Kulit-ke-Kulit Langsung
- Jika Anda mengetahui seseorang terinfeksi skabies, hindari kontak fisik yang berkepanjangan hingga mereka selesai menjalani pengobatan.
- Edukasi diri dan orang di sekitar tentang cara penularan skabies.
2. Kebersihan Pakaian dan Lingkungan
- Cuci semua pakaian, handuk, dan seprai yang digunakan oleh orang yang terinfeksi (dan semua kontak dekatnya) dengan air panas (setidaknya 60°C) dan keringkan dengan suhu tinggi. Lakukan ini pada hari pertama pengobatan.
- Barang yang tidak bisa dicuci (misalnya, boneka, selimut tebal) dapat dimasukkan ke dalam kantong plastik tertutup rapat selama minimal 3 hari (72 jam) agar tungau mati karena kelaparan. Beberapa ahli menyarankan hingga 7 hari untuk keamanan maksimal.
- Bersihkan rumah secara menyeluruh dengan menyedot debu (vacuum cleaner) karpet dan furnitur, terutama di area yang sering digunakan oleh orang yang terinfeksi. Buang kantong vakum segera setelah digunakan.
- Bersihkan permukaan yang sering disentuh dengan disinfektan.
3. Deteksi dan Pengobatan Dini
- Jika ada satu anggota keluarga yang didiagnosis skabies, penting untuk mengobati semua anggota keluarga serumah dan kontak dekat lainnya secara bersamaan, bahkan jika mereka belum menunjukkan gejala. Ini adalah langkah paling krusial untuk mencegah reinfestasi dan menghentikan siklus penularan.
- Jangan menunda pengobatan setelah diagnosis ditegakkan.
4. Edukasi Masyarakat
- Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang skabies, gejala, penularan, dan pencegahannya dapat membantu mengurangi stigma dan mendorong orang untuk mencari pertolongan medis lebih awal.
- Sekolah, panti jompo, dan fasilitas perawatan lainnya harus memiliki protokol yang jelas untuk menangani kasus skabies dan mencegah wabah.
Komplikasi Buduk (Skabies)
Meskipun skabies sendiri disebabkan oleh tungau, garukan yang terus-menerus dan kondisi kulit yang rusak dapat menyebabkan berbagai komplikasi, terutama infeksi bakteri sekunder.
1. Infeksi Bakteri Sekunder
Ini adalah komplikasi paling umum. Kulit yang rusak akibat garukan menjadi gerbang masuk bagi bakteri, terutama Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Infeksi bakteri ini dapat bermanifestasi sebagai:
- Impetigo: Infeksi kulit dangkal yang ditandai dengan lesi melepuh yang kemudian pecah dan membentuk koreng berwarna madu.
- Ektima: Infeksi kulit yang lebih dalam, membentuk ulkus (luka terbuka) dengan dasar yang mengeras.
- Selulitis: Infeksi bakteri pada lapisan kulit yang lebih dalam dan jaringan di bawahnya, menyebabkan kemerahan, bengkak, nyeri, dan terasa hangat.
- Abses: Kumpulan nanah di bawah kulit.
2. Glomerulonefritis Pasca-Streptokokus (PSGN)
Pada kasus yang parah dan tidak diobati, terutama pada anak-anak di daerah endemik, infeksi Streptococcus pyogenes sekunder akibat skabies dapat memicu kondisi serius yang disebut glomerulonefritis pasca-streptokokus. Ini adalah jenis kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan pembengkakan (edema), tekanan darah tinggi, dan masalah ginjal lainnya. Meskipun jarang di negara maju, ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di daerah miskin dan berkembang.
3. Dermatitis Kronis dan Eczematisasi
Garukan kronis dan peradangan dapat menyebabkan kulit menjadi menebal, kering, bersisik, dan menggelap (likenifikasi), menyerupai eksim. Kondisi ini dapat bertahan lama meskipun tungau telah dimusnahkan.
4. Gangguan Tidur dan Kualitas Hidup
Gatal yang intens, terutama di malam hari, dapat menyebabkan gangguan tidur yang signifikan. Kurang tidur dapat berdampak negatif pada konsentrasi, suasana hati, kinerja di sekolah atau pekerjaan, dan kualitas hidup secara keseluruhan.
5. Stigma Sosial dan Masalah Psikologis
Skabies seringkali dikaitkan dengan kebersihan yang buruk, meskipun ini adalah mitos. Stigma ini dapat menyebabkan rasa malu, isolasi sosial, kecemasan, dan bahkan depresi pada penderita.
Skabies pada Populasi Khusus
Penanganan skabies mungkin memerlukan pendekatan khusus pada kelompok-kelompok tertentu karena perbedaan gejala, risiko komplikasi, atau batasan dalam pemilihan obat.
1. Bayi dan Anak Kecil
- Gejala Atipikal: Pada bayi, skabies dapat muncul di area yang tidak biasa seperti wajah, kulit kepala, leher, telapak tangan, dan telapak kaki. Lesi bisa berupa vesikel, pustula, atau nodul. Gatal yang intens dapat menyebabkan rewel, gangguan tidur, dan kesulitan makan.
- Pilihan Pengobatan: Permethrin 5% krim biasanya aman untuk bayi di atas 2 bulan. Sulfur presipitatum 5-10% salep adalah alternatif yang aman untuk bayi di bawah 2 bulan atau jika permethrin tidak dapat digunakan. Dosis ivermectin oral tidak dianjurkan untuk anak di bawah 15 kg.
- Pencegahan Garukan: Penting untuk memotong kuku anak dan menjaga kebersihannya untuk mencegah infeksi sekunder. Bayi mungkin perlu dipakaikan sarung tangan agar tidak menggaruk.
2. Wanita Hamil dan Menyusui
- Pilihan Pengobatan: Permethrin 5% krim dianggap sebagai pengobatan lini pertama yang aman. Sulfur presipitatum juga merupakan pilihan yang aman.
- Obat yang Dihindari: Ivermectin oral umumnya tidak direkomendasikan karena data keamanan yang terbatas pada kelompok ini. Benzyl benzoate dan Lindane juga harus dihindari karena potensi toksisitas.
3. Lansia
- Gejala Atipikal: Kulit lansia mungkin lebih tipis dan sensitif. Gejala gatal mungkin tidak seintens pada orang dewasa muda, atau ruam bisa lebih samar. Namun, mereka lebih rentan terhadap infeksi sekunder.
- Risiko Skabies Berkrusta: Lansia, terutama yang tinggal di panti jompo atau memiliki kondisi kesehatan kronis atau imunokompromais, berisiko tinggi terkena skabies berkrusta.
- Pilihan Pengobatan: Permethrin 5% krim umumnya aman. Ivermectin oral dapat digunakan jika diperlukan, tetapi dengan hati-hati pada lansia dengan banyak komorbiditas.
4. Individu Imunokompromais
- Risiko Skabies Berkrusta: Pasien dengan HIV/AIDS, leukemia, limfoma, penerima transplantasi organ, atau yang menggunakan kortikosteroid sistemik dalam jangka panjang sangat rentan terhadap skabies berkrusta.
- Penanganan Khusus: Skabies berkrusta memerlukan pengobatan yang lebih agresif, seringkali kombinasi terapi topikal (Permethrin) dan oral (Ivermectin) untuk memusnahkan jumlah tungau yang sangat banyak. Pengobatan dapat diulang beberapa kali. Lingkungan juga harus dibersihkan secara lebih intensif.
- Diagnosis Sulit: Karena respons imun yang tertekan, gatal mungkin minimal atau tidak ada sama sekali, membuat diagnosis lebih sulit dan seringkali tertunda.
Mitos dan Fakta Seputar Buduk (Skabies)
Banyak mitos beredar mengenai skabies yang dapat menghambat diagnosis dan pengobatan yang tepat. Mari kita luruskan beberapa di antaranya:
Mitos 1: Skabies hanya menyerang orang yang jorok atau miskin.
- Fakta: Skabies dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang status sosial ekonomi atau tingkat kebersihan pribadi. Tungau tertarik pada kulit manusia, bukan pada kebersihan seseorang. Meskipun kebersihan yang buruk dapat memperparah kondisi dan membuat penularan lebih mudah, skabies bukanlah indikator kebersihan pribadi.
Mitos 2: Skabies bisa didapatkan dari hewan peliharaan.
- Fakta: Tungau skabies pada manusia (Sarcoptes scabiei varietas hominis) berbeda dengan tungau yang menyebabkan kudis pada hewan (misalnya, Sarcoptes scabiei varietas canis pada anjing). Tungau hewan tidak dapat hidup atau berkembang biak pada manusia. Kontak dengan hewan yang terinfeksi mungkin menyebabkan gatal sementara, tetapi tidak akan menyebabkan infestasi skabies yang berkepanjangan pada manusia.
Mitos 3: Sekali menggaruk, skabies akan menyebar ke seluruh tubuh.
- Fakta: Meskipun garukan dapat memperparah ruam dan menyebabkan infeksi sekunder, tungau tidak menyebar secara instan ke seluruh tubuh hanya karena digaruk. Tungau bergerak perlahan dan penularan membutuhkan kontak kulit-ke-kulit yang berkepanjangan. Namun, garukan yang intens memang dapat memindahkan beberapa tungau ke area lain dan merusak kulit, memperburuk kondisi lokal.
Mitos 4: Jika gatal masih ada setelah pengobatan, artinya pengobatan gagal.
- Fakta: Rasa gatal bisa bertahan hingga 2-4 minggu setelah semua tungau berhasil dimusnahkan. Ini disebut "post-scabetic itch" atau gatal pasca-skabies, dan merupakan reaksi alergi tertunda terhadap sisa-sisa tungau, telur, dan kotorannya di bawah kulit. Ini bukan berarti pengobatan gagal atau Anda masih terinfeksi. Gatal ini biasanya akan mereda seiring waktu dan dapat diredakan dengan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Namun, jika gatal memburuk atau muncul ruam baru yang khas, evaluasi ulang oleh dokter mungkin diperlukan.
Mitos 5: Saya bisa mengobati skabies dengan obat-obatan alami atau tradisional.
- Fakta: Obat-obatan alami atau tradisional, seperti minyak pohon teh, cuka, atau rempah-rempah, belum terbukti secara ilmiah efektif untuk membunuh tungau skabies dan telurnya. Menggunakan metode ini dapat menunda pengobatan yang tepat, memperpanjang penderitaan, dan meningkatkan risiko penularan serta komplikasi. Selalu gunakan obat skabisida yang diresepkan atau direkomendasikan oleh dokter.
Mitos 6: Hanya perlu mengobati orang yang menunjukkan gejala.
- Fakta: Ini adalah mitos paling berbahaya yang menyebabkan siklus reinfestasi. Tungau skabies memiliki periode inkubasi 2-6 minggu, artinya seseorang dapat terinfeksi dan menular sebelum menunjukkan gejala. Untuk menghentikan siklus penularan, semua kontak dekat dan orang yang tinggal serumah harus diobati secara bersamaan, terlepas dari apakah mereka menunjukkan gejala atau tidak.
Dampak Psikososial Buduk (Skabies)
Selain dampak fisik, skabies juga memiliki efek signifikan pada kesehatan mental dan sosial penderitanya. Seringkali, aspek ini diabaikan, padahal dapat sangat mengganggu kualitas hidup.
1. Stigma dan Malu
Karena mitos yang mengaitkan skabies dengan kebersihan buruk, banyak penderita merasa malu dan berusaha menyembunyikan kondisi mereka. Stigma ini dapat menyebabkan isolasi sosial, penundaan pencarian pertolongan medis, dan bahkan pengucilan oleh lingkungan sekitar. Anak-anak yang terinfeksi mungkin diejek atau dijauhi oleh teman-temannya.
2. Gangguan Tidur dan Kelelahan
Gatal yang intens, terutama di malam hari, seringkali menyebabkan gangguan tidur yang parah. Kurang tidur kronis dapat mengakibatkan kelelahan ekstrem, kesulitan berkonsentrasi, penurunan kinerja di sekolah atau pekerjaan, mudah marah, dan penurunan mood secara keseluruhan.
3. Kecemasan dan Depresi
Rasa gatal yang tak tertahankan, gangguan tidur, rasa malu, dan frustrasi karena pengobatan yang panjang atau berulang dapat memicu atau memperburuk masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Penderita mungkin merasa putus asa, tidak berdaya, atau tertekan karena kondisi mereka.
4. Dampak pada Hubungan Interpersonal
Ketakutan menularkan orang lain atau merasa tidak menarik karena kondisi kulitnya dapat mempengaruhi hubungan intim dan sosial. Penderita mungkin menghindari kontak fisik, yang dapat membebani hubungan dengan pasangan, keluarga, dan teman.
5. Kualitas Hidup Menurun
Secara keseluruhan, gabungan dari gejala fisik yang mengganggu, komplikasi, dan dampak psikososial menyebabkan penurunan kualitas hidup yang signifikan bagi individu dan keluarga yang terinfeksi skabies.
Mengenali dan mengatasi dampak psikososial ini sama pentingnya dengan mengobati infestasi fisik. Dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan dapat membantu penderita menghadapi tantangan ini.
Kapan Harus ke Dokter?
Mengingat sifat skabies yang menular dan potensi komplikasinya, sangat penting untuk mencari pertolongan medis segera jika Anda atau orang di sekitar Anda mencurigai adanya skabies. Jangan mencoba mengobati sendiri dengan solusi yang tidak terbukti.
Anda harus segera berkonsultasi dengan dokter jika mengalami kondisi berikut:
- Gatal hebat yang memburuk di malam hari: Ini adalah gejala klasik skabies.
- Munculnya ruam kulit yang tidak biasa: Terutama jika ruam berupa benjolan kecil, vesikel, atau garis berliku yang gatal di area predileksi skabies.
- Riwayat kontak dengan orang yang didiagnosis skabies: Bahkan jika Anda belum menunjukkan gejala, Anda mungkin perlu diperiksa dan diobati.
- Keluarga atau orang yang tinggal serumah juga mengalami gatal serupa: Ini sangat mengindikasikan adanya skabies yang menular.
- Pengobatan yang telah dilakukan tidak efektif: Jika Anda sudah mencoba mengobati sendiri tetapi gejala tidak membaik atau malah memburuk.
- Muncul tanda-tanda infeksi sekunder: Seperti luka bernanah, kemerahan yang meluas, bengkak, nyeri, atau demam.
- Jika Anda memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah: Sangat penting untuk mencari pertolongan medis segera jika Anda curiga skabies, karena risiko skabies berkrusta yang parah lebih tinggi.
Dokter dapat menegakkan diagnosis yang tepat, membedakan skabies dari kondisi kulit lain, dan meresepkan pengobatan yang paling sesuai untuk Anda dan kontak dekat Anda. Penanganan yang cepat dan benar akan mencegah penyebaran lebih lanjut dan mengurangi risiko komplikasi.
Kesimpulan
Buduk, yang sebagian besar merujuk pada skabies, adalah masalah kesehatan kulit yang umum namun seringkali disalahpahami. Disebabkan oleh tungau mikroskopis, penyakit ini menimbulkan gatal yang luar biasa dan ruam yang mengganggu, serta sangat mudah menular melalui kontak kulit-ke-kulit yang berkepanjangan. Pemahaman yang komprehensif tentang penyebab, gejala, cara penularan, dan terutama, pengobatan yang tepat adalah fundamental untuk memberantasnya.
Ingatlah bahwa skabies bukan indikator kebersihan pribadi dan dapat menyerang siapa saja. Mitos-mitos yang beredar hanya akan memperburuk stigma dan menunda penanganan yang efektif. Kunci keberhasilan penanganan adalah diagnosis dini, penggunaan skabisida yang tepat, pengobatan serentak untuk semua kontak dekat, dan pembersihan lingkungan yang menyeluruh.
Jangan pernah ragu untuk mencari bantuan medis profesional jika Anda atau orang di sekitar Anda menunjukkan gejala skabies. Dokter adalah sumber informasi dan penanganan terbaik untuk kondisi ini. Dengan langkah-langkah yang benar dan konsisten, buduk dapat disembuhkan sepenuhnya, mengembalikan kenyamanan dan kualitas hidup Anda.