Apa Itu Cacar Monyet (Monkeypox)? Gejala, Penyebab, Pengobatan dan Pencegahan Lengkap
Cacar Monyet, atau dikenal juga dengan sebutan Monkeypox, adalah penyakit infeksi virus langka yang disebabkan oleh virus Monkeypox. Virus ini termasuk dalam genus Orthopoxvirus, famili Poxviridae, yang juga mencakup virus variola (penyebab cacar) dan virus vaccinia (digunakan dalam vaksin cacar). Meskipun namanya mengindikasikan kera, kera bukanlah satu-satunya inang alami virus ini; berbagai hewan pengerat di Afrika Barat dan Tengah juga merupakan reservoir virus utama.
Sebelum wabah global yang menarik perhatian dunia pada tahun 2022, cacar monyet utamanya terbatas di wilayah endemik di beberapa negara Afrika. Namun, peningkatan kasus yang signifikan di luar Afrika, termasuk di Eropa, Amerika Utara, dan Asia, mengubah persepsi global terhadap penyakit ini. Pola penularan yang diamati dalam wabah 2022 juga menunjukkan karakteristik yang sedikit berbeda dari penularan historis, memicu kekhawatiran dan respons kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai cacar monyet, mulai dari penyebab, cara penularan, gejala klinis, diagnosis, pengobatan, hingga strategi pencegahan yang efektif.
1. Apa Itu Cacar Monyet (Monkeypox)?
Cacar Monyet adalah penyakit zoonosis, artinya dapat menular dari hewan ke manusia. Penyakit ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1958 di antara koloni monyet yang digunakan untuk penelitian di Denmark, yang menjadi asal-usul namanya. Kasus pertama pada manusia tercatat pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo (sebelumnya Zaire). Sejak saat itu, cacar monyet menjadi endemik di beberapa negara di Afrika Barat dan Tengah, dengan kasus-kasus sporadis yang dilaporkan sesekali di luar wilayah tersebut, seringkali terkait dengan perjalanan atau impor hewan.
Virus Monkeypox memiliki dua clade utama: clade Afrika Barat dan clade Afrika Tengah (Congo Basin). Clade Afrika Tengah secara historis dianggap menyebabkan penyakit yang lebih parah dan tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan clade Afrika Barat. Wabah global 2022 sebagian besar disebabkan oleh virus clade Afrika Barat, yang menunjukkan mortalitas lebih rendah namun kemampuan penularan antar manusia yang lebih efektif di luar konteks endemik.
Meskipun gejala cacar monyet mirip dengan cacar (variola), penyakit ini umumnya lebih ringan dan jarang berakibat fatal. Namun, komplikasi serius dapat terjadi, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, dan individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Pemahaman mendalam tentang penyakit ini sangat krusial untuk mengendalikan penyebaran dan melindungi kesehatan masyarakat.
2. Penyebab dan Cara Penularan Cacar Monyet
Cacar monyet disebabkan oleh infeksi virus Monkeypox, anggota genus Orthopoxvirus. Memahami bagaimana virus ini menyebar sangat penting untuk upaya pencegahan dan pengendalian.
2.1. Virus Monkeypox
Virus Monkeypox adalah virus DNA berukuran besar yang berkerabat dekat dengan virus variola, penyebab cacar. Seperti anggota Orthopoxvirus lainnya, virus Monkeypox relatif stabil di lingkungan dan dapat bertahan di permukaan untuk jangka waktu tertentu. Variasi genetik dalam virus ini mengarah pada pembagian menjadi dua clade utama, yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit.
2.2. Reservoir Hewan
Hewan pengerat adalah reservoir utama virus Monkeypox. Spesies seperti tikus bergaris, bajing pohon, dan berbagai jenis monyet di Afrika diyakini menjadi inang alami virus ini. Penularan zoonosis (dari hewan ke manusia) dapat terjadi melalui beberapa cara:
- Gigitan atau cakaran hewan terinfeksi: Kontak langsung dengan hewan yang sakit adalah cara penularan zoonosis yang paling umum.
- Kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau lesi hewan terinfeksi: Misalnya saat berburu, menyembelih, atau mengolah daging hewan liar yang terkontaminasi.
- Mengonsumsi daging hewan liar yang tidak dimasak dengan matang: Daging yang tidak dimasak sempurna bisa mengandung virus aktif.
Meskipun cacar monyet dinamakan demikian, monyet bukanlah satu-satunya sumber infeksi, dan peran mereka dalam epidemiologi penyakit ini masih terus dipelajari secara aktif.
2.3. Penularan Antar Manusia (Human-to-Human Transmission)
Penularan cacar monyet antar manusia terjadi terutama melalui kontak dekat. Ini berbeda dengan cacar air yang sangat menular melalui udara. Berikut adalah jalur penularan utama:
2.3.1. Kontak Fisik Langsung
Ini adalah mode penularan yang paling dominan, terutama selama wabah global 2022. Kontak fisik langsung melibatkan:
- Kontak kulit-ke-kulit: Bersentuhan dengan ruam, koreng, atau cairan tubuh (nanah, darah) dari orang yang terinfeksi. Ini termasuk sentuhan biasa, pelukan, ciuman, dan kontak seksual.
- Kontak dengan cairan tubuh: Terpapar ludah, lendir, atau cairan genital dari orang yang terinfeksi.
- Kontak dengan lesi di mulut atau tenggorokan: Berciuman atau berbagi peralatan makan dengan orang yang memiliki lesi oral dapat menularkan virus.
Selama kontak seksual, penularan dapat terjadi tidak hanya melalui cairan tubuh tetapi juga melalui kontak kulit langsung yang erat dan berkepanjangan dengan lesi. Penting untuk dicatat bahwa cacar monyet bukanlah Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam arti klasik karena penularan tidak hanya terbatas pada aktivitas seksual, namun kontak seksual merupakan jalur penularan yang sangat efektif karena melibatkan kontak kulit yang intens dan berkepanjangan.
2.3.2. Tetesan Pernapasan (Droplets)
Penularan melalui tetesan pernapasan dapat terjadi saat seseorang berada dalam kontak tatap muka yang dekat dan berkepanjangan dengan individu yang terinfeksi. Tetesan besar yang mengandung virus dapat menyebar saat batuk, bersin, atau berbicara. Namun, tidak seperti virus yang sangat menular melalui udara seperti campak atau cacar air, virus Monkeypox memerlukan kontak jarak dekat yang lebih lama untuk penularan melalui rute ini. Ini lebih sering terjadi dalam lingkungan rumah tangga atau fasilitas kesehatan tanpa APD yang memadai.
2.3.3. Benda Terkontaminasi (Fomites)
Virus dapat menular secara tidak langsung melalui kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi oleh cairan tubuh atau lesi penderita. Contoh fomites meliputi:
- Pakaian
- Sprei dan handuk
- Peralatan makan
- Permukaan yang sering disentuh
Oleh karena itu, menjaga kebersihan lingkungan dan tidak berbagi barang pribadi sangat penting dalam mencegah penularan.
2.3.4. Penularan dari Ibu ke Janin atau Bayi
Virus Monkeypox dapat menular dari ibu hamil ke janinnya melalui plasenta (kongenital) atau dari ibu ke bayi selama atau setelah lahir melalui kontak dekat. Ini dapat menyebabkan cacar monyet bawaan pada bayi, dengan risiko yang signifikan terhadap kesehatan bayi.
2.4. Faktor Risiko
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi cacar monyet:
- Tinggal atau bepergian ke daerah endemik: Terutama di Afrika Barat dan Tengah.
- Kontak dekat dengan orang yang terinfeksi: Terutama yang memiliki lesi kulit atau ruam.
- Kontak dengan hewan yang terinfeksi: Misalnya melalui pekerjaan yang melibatkan hewan, atau berburu/makan hewan liar di daerah endemik.
- Melakukan kontak seksual dengan banyak pasangan atau pasangan anonim: Ini menjadi faktor risiko penting selama wabah 2022 karena meningkatkan peluang kontak kulit-ke-kulit yang erat dan berkepanjangan.
- Petugas kesehatan: Berisiko tinggi jika tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang tepat saat merawat pasien cacar monyet.
Penting untuk diingat bahwa siapa pun dapat terinfeksi cacar monyet jika terpapar virus, terlepas dari orientasi seksual atau identitas gender mereka. Stigma yang terkait dengan penyakit dapat menghambat upaya deteksi dan pencegahan.
3. Gejala Klinis Cacar Monyet
Gejala cacar monyet umumnya mirip dengan cacar biasa, tetapi lebih ringan. Penyakit ini memiliki masa inkubasi (waktu antara paparan dan munculnya gejala) yang bervariasi, biasanya 6 hingga 13 hari, tetapi bisa berkisar antara 5 hingga 21 hari.
3.1. Fase Prodromal (Fase Awal)
Fase ini biasanya berlangsung selama 1 hingga 5 hari sebelum munculnya ruam kulit. Gejala yang umum meliputi:
- Demam: Seringkali merupakan gejala pertama dan dapat mencapai suhu tinggi.
- Sakit kepala: Nyeri kepala yang bisa bervariasi intensitasnya.
- Nyeri otot (mialgia): Rasa sakit dan pegal di sekujur tubuh.
- Nyeri punggung: Mirip dengan flu berat.
- Kelelahan ekstrem (asthenia): Rasa lelah yang parah dan kurang energi.
- Pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati): Ini adalah ciri khas cacar monyet yang membedakannya dari cacar air atau cacar (variola). Kelenjar getah bening dapat membengkak di leher, ketiak, atau selangkangan, dan seringkali nyeri saat disentuh.
Pembengkakan kelenjar getah bening ini bisa unilateral (satu sisi) atau bilateral (kedua sisi), dan merupakan petunjuk diagnostik penting untuk membedakan cacar monyet dari penyakit lain yang juga menyebabkan ruam.
3.2. Fase Erupsi (Fase Ruam)
Fase ini dimulai 1 hingga 3 hari setelah demam muncul, dan ditandai dengan perkembangan ruam kulit. Ruam cacar monyet melalui beberapa tahapan yang khas:
- Makula: Bercak merah datar di kulit.
- Papula: Benjolan kecil yang padat dan sedikit terangkat.
- Vesikel: Benjolan yang berisi cairan bening.
- Pustula: Vesikel yang berisi nanah atau cairan keruh.
- Koreng (crust): Pustula yang mengering dan membentuk koreng. Koreng ini kemudian akan mengelupas, meninggalkan bekas luka.
Perkembangan ruam ini biasanya terjadi secara serentak di seluruh area tubuh yang terkena, artinya semua lesi pada suatu area akan berada pada tahapan yang sama. Ini berbeda dengan cacar air, di mana lesi mungkin berada pada tahapan yang berbeda secara bersamaan.
3.2.1. Pola Penyebaran Ruam
Ruam biasanya dimulai di wajah, kemudian menyebar ke bagian tubuh lain, termasuk:
- Wajah: Seringkali merupakan area pertama yang terkena, dapat mencakup hingga 95% kasus.
- Tangan dan telapak kaki: Umum terkena, dapat mencakup hingga 75% kasus. Ini juga merupakan ciri khas.
- Mulut dan tenggorokan: Lesi di selaput lendir mulut (enanthema) dapat menyebabkan nyeri saat menelan atau berbicara.
- Alat kelamin dan anus: Sering ditemukan pada wabah 2022, terkait dengan penularan melalui kontak seksual.
- Mata: Lesi pada kornea dapat menyebabkan nyeri mata, konjungtivitis, dan dalam kasus yang parah, kehilangan penglihatan.
Jumlah lesi dapat bervariasi dari beberapa hingga ribuan, tergantung pada tingkat keparahan infeksi. Lesi seringkali terasa gatal, nyeri, dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
3.3. Durasi Penyakit
Penyakit ini biasanya berlangsung antara 2 hingga 4 minggu. Seseorang dianggap infeksius sejak timbulnya gejala pertama (biasanya demam) hingga semua koreng mengelupas dan lapisan kulit baru terbentuk di bawahnya.
3.4. Gejala Atipikal
Selama wabah 2022, beberapa kasus menunjukkan gejala atipikal yang perlu diwaspadai:
- Munculnya ruam sebelum demam atau gejala prodromal lainnya.
- Ruam yang terlokalisasi di area genital atau perianal, terkadang hanya satu lesi tunggal.
- Lesi yang tidak berkembang melalui semua tahapan atau tidak serentak.
- Munculnya lesi di mulut atau anus tanpa ruam kulit lainnya.
Gejala atipikal ini dapat menyulitkan diagnosis dan menekankan pentingnya kewaspadaan klinis yang tinggi, terutama di komunitas di mana penularan sedang berlangsung.
4. Diagnosis Cacar Monyet
Diagnosis cacar monyet memerlukan kombinasi pemeriksaan klinis dan konfirmasi laboratorium. Karena gejalanya dapat mirip dengan penyakit lain, diagnosis banding sangat penting.
4.1. Pemeriksaan Klinis
Dokter akan memulai dengan mengumpulkan riwayat medis pasien secara menyeluruh, termasuk:
- Riwayat perjalanan: Apakah pasien baru saja bepergian ke daerah endemik atau ke lokasi yang melaporkan kasus cacar monyet?
- Riwayat kontak: Apakah pasien memiliki kontak dekat dengan individu yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi cacar monyet, atau dengan hewan yang sakit?
- Gejala yang dialami: Kapan gejala dimulai, urutan kemunculannya, dan karakteristik ruam.
Setelah riwayat medis, pemeriksaan fisik akan dilakukan, berfokus pada:
- Evaluasi ruam: Memeriksa lokasi, jumlah, dan tahapan lesi (makula, papula, vesikel, pustula, koreng). Dokter akan memperhatikan apakah lesi berada pada tahapan yang seragam.
- Pemeriksaan kelenjar getah bening: Meraba area leher, ketiak, dan selangkangan untuk mendeteksi pembengkakan kelenjar getah bening, yang merupakan tanda penting cacar monyet.
- Tanda vital: Mengukur suhu tubuh untuk demam.
4.2. Diagnosis Banding (Differential Diagnosis)
Penting untuk membedakan cacar monyet dari penyakit lain yang dapat menyebabkan ruam serupa, seperti:
- Cacar air (Varicella): Ruamnya juga vesikular, tetapi lesi cacar air seringkali muncul pada tahapan yang berbeda secara bersamaan, dan jarang menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening yang signifikan.
- Campak (Measles): Ruam makulopapular yang biasanya dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh, tetapi tidak berkembang menjadi vesikel atau pustula.
- Herpes simpleks: Lesi vesikular yang cenderung terlokalisasi, terutama di area mulut atau genital.
- Sifilis sekunder: Ruam makulopapular yang dapat muncul di telapak tangan dan kaki, tetapi tidak biasanya vesikular.
- Reaksi alergi: Ruam gatal yang seringkali tidak memiliki pola perkembangan yang spesifik.
- Infeksi bakteri kulit (Impetigo): Lesi koreng yang disebabkan oleh bakteri.
4.3. Pemeriksaan Laboratorium
Konfirmasi diagnosis cacar monyet memerlukan pengujian laboratorium.
4.3.1. Reaksi Berantai Polimerase (PCR)
PCR adalah metode diagnostik pilihan dan standar emas untuk cacar monyet. Tes ini mendeteksi materi genetik virus (DNA) dan sangat sensitif serta spesifik. Sampel yang digunakan untuk PCR biasanya diambil dari:
- Cairan dari lesi kulit: Ini adalah sampel yang paling direkomendasikan dan memiliki tingkat deteksi virus tertinggi.
- Swab dari lesi kulit (koreng): Menggunakan swab steril untuk mengambil sampel dari dasar lesi atau koreng yang mengering.
- Biopsi lesi: Dalam beberapa kasus, pengambilan sampel jaringan lesi dapat dilakukan.
- Swab orofaring atau nasofaring: Untuk mendeteksi virus di saluran pernapasan, terutama pada fase awal penyakit.
- Darah: PCR darah mungkin positif pada fase viremia (saat virus beredar dalam darah), tetapi kurang sensitif dibandingkan sampel lesi.
- Urine dan semen: Dapat dipertimbangkan dalam konteks penelitian atau kasus-kasus khusus.
Sampel harus ditangani dengan sangat hati-hati oleh personel laboratorium yang terlatih dan dalam kondisi biosekuriti yang sesuai.
4.3.2. Tes Serologi
Tes serologi (mendeteksi antibodi terhadap virus) dapat digunakan untuk mendeteksi respons imun terhadap infeksi Monkeypox atau Orthopoxvirus lainnya. Namun, tes ini tidak dapat membedakan secara spesifik antara infeksi Monkeypox dan infeksi Orthopoxvirus lainnya (misalnya, akibat vaksinasi cacar atau infeksi variola sebelumnya). Oleh karena itu, tes serologi lebih berguna untuk tujuan epidemiologi atau untuk diagnosis retrospektif, bukan sebagai alat diagnostik primer untuk kasus akut.
4.3.3. Kultur Virus
Kultur virus (mengembangbiakkan virus di laboratorium) adalah metode yang sangat sensitif tetapi memakan waktu dan memerlukan fasilitas biosekuriti tingkat tinggi (BSL-3 atau BSL-4). Metode ini biasanya hanya dilakukan di laboratorium rujukan spesialis untuk tujuan penelitian atau konfirmasi.
Diagnosis dini dan akurat sangat penting untuk memfasilitasi isolasi pasien, melacak kontak, dan mencegah penyebaran lebih lanjut, terutama dalam situasi wabah.
5. Pengobatan Cacar Monyet
Sebagian besar kasus cacar monyet sembuh dengan sendirinya tanpa intervensi medis khusus. Pengobatan umumnya bersifat suportif, bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi. Namun, pada kasus yang parah atau pada kelompok berisiko tinggi, terapi antivirus dapat dipertimbangkan.
5.1. Perawatan Suportif
Ini adalah pilar utama manajemen cacar monyet untuk sebagian besar pasien:
- Pereda nyeri dan demam: Obat-obatan seperti paracetamol (acetaminophen) atau ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi demam dan meredakan nyeri otot serta sakit kepala.
- Hidrasi yang cukup: Minum banyak cairan untuk mencegah dehidrasi, terutama jika ada lesi di mulut yang membuat makan dan minum menjadi sulit.
- Nutrisi yang adekuat: Pastikan asupan makanan yang bergizi untuk mendukung sistem kekebalan tubuh.
- Perawatan kulit dan lesi:
- Menjaga kebersihan lesi untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Mencuci area yang terkena dengan sabun dan air, lalu mengeringkannya dengan lembut.
- Penggunaan antiseptik ringan (misalnya, povidone-iodine atau chlorhexidine) sesuai petunjuk dokter.
- Kompres hangat atau dingin dapat membantu meredakan gatal atau nyeri pada lesi.
- Hindari menggaruk lesi, karena dapat memperburuk infeksi dan meninggalkan bekas luka.
- Istirahat yang cukup: Membantu tubuh pulih dan memerangi infeksi.
- Manajemen gatal: Antihistamin oral dapat diresepkan untuk mengurangi gatal yang parah.
- Perawatan mata: Jika ada lesi di mata, perawatan khusus oleh dokter mata mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi seperti infeksi kornea atau kebutaan.
Pasien dengan gejala yang ringan umumnya dapat dirawat di rumah dengan isolasi yang ketat dan pemantauan mandiri.
5.2. Terapi Antivirus
Beberapa obat antivirus telah dikembangkan untuk mengobati infeksi Orthopoxvirus, termasuk cacar monyet. Penggunaan obat ini umumnya dipertimbangkan untuk:
- Pasien dengan penyakit parah atau progresif.
- Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah (misalnya, penderita HIV/AIDS, penerima transplantasi organ, pasien kanker yang menjalani kemoterapi).
- Anak-anak, terutama bayi.
- Ibu hamil atau menyusui.
- Pasien dengan lesi di lokasi sensitif yang dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti mata (berisiko kebutaan) atau genital/anal yang menyebabkan nyeri hebat.
Obat antivirus yang paling banyak dibahas adalah:
5.2.1. Tecovirimat (TPOXX)
- Mekanisme kerja: Menghambat protein utama virus yang diperlukan untuk pembentukan virus yang matang, sehingga mencegah penyebaran virus di dalam tubuh.
- Status: Disetujui di beberapa negara (termasuk AS dan Uni Eropa) untuk pengobatan cacar, cacar monyet, dan vaccinia progresif.
- Cara pemberian: Dapat diberikan secara oral (pil) atau intravena.
- Efek samping: Umumnya ringan, seperti sakit kepala, mual, dan sakit perut.
Tecovirimat adalah pilihan utama jika terapi antivirus diindikasikan, meskipun ketersediaannya mungkin terbatas di beberapa negara.
5.2.2. Cidofovir dan Brincidofovir
- Mekanisme kerja: Kedua obat ini adalah analog nukleotida yang mengganggu replikasi DNA virus.
- Status: Cidofovir disetujui untuk pengobatan retinitis cytomegalovirus, tetapi memiliki aktivitas terhadap Orthopoxvirus. Brincidofovir adalah prodrug dari cidofovir dengan bioavailabilitas oral yang lebih baik dan profil keamanan yang berpotensi lebih baik.
- Efek samping: Cidofovir dikaitkan dengan toksisitas ginjal yang signifikan, sehingga penggunaannya memerlukan pemantauan ketat. Brincidofovir memiliki efek samping yang lebih ringan, namun tetap memerlukan pengawasan medis.
Obat-obatan ini biasanya dipertimbangkan sebagai alternatif jika tecovirimat tidak tersedia atau tidak efektif.
5.2.3. Vaksin Imunoglobulin (VIGIV)
Vaksin Imunoglobulin (VIGIV) adalah antibodi yang diperoleh dari plasma orang yang telah divaksinasi cacar. Ini dapat digunakan sebagai pengobatan darurat pada individu yang sangat sakit dengan komplikasi serius atau pada pasien imunokompromi, terutama jika obat antivirus tidak tersedia. Namun, efektivitasnya dalam pengobatan cacar monyet kurang terbukti dibandingkan antivirus modern.
5.3. Manajemen Komplikasi
Jika komplikasi muncul, penanganan spesifik akan diperlukan:
- Infeksi bakteri sekunder: Diobati dengan antibiotik.
- Pneumonia: Diobati dengan antibiotik atau antivirus yang sesuai.
- Ensefalitis: Membutuhkan perawatan suportif intensif dan mungkin antivirus.
- Dehidrasi: Diatasi dengan rehidrasi oral atau intravena.
Keputusan mengenai penggunaan terapi antivirus harus dibuat oleh dokter berdasarkan penilaian klinis pasien dan ketersediaan obat. Isolasi pasien tetap menjadi aspek krusial untuk mencegah penularan ke orang lain.
6. Komplikasi Cacar Monyet
Meskipun cacar monyet umumnya merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan lebih ringan daripada cacar, komplikasi serius dapat terjadi, terutama pada kelompok rentan.
6.1. Infeksi Bakteri Sekunder
Salah satu komplikasi paling umum adalah infeksi bakteri pada lesi kulit yang terbuka atau digaruk. Bakteri seperti Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes dapat masuk ke dalam kulit yang rusak, menyebabkan impetigo, selulitis, atau bahkan infeksi yang lebih parah yang memerlukan antibiotik. Infeksi ini dapat memperlambat penyembuhan dan meninggalkan bekas luka yang lebih parah.
6.2. Pneumonia
Infeksi paru-paru (pneumonia) adalah komplikasi serius yang dapat terjadi, terutama pada anak-anak, individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, atau mereka yang memiliki penyakit paru-paru yang sudah ada sebelumnya. Pneumonia dapat disebabkan oleh virus Monkeypox itu sendiri atau oleh infeksi bakteri sekunder. Gejalanya meliputi batuk, sesak napas, dan nyeri dada.
6.3. Ensefalitis
Ensefalitis, atau peradangan otak, adalah komplikasi neurologis yang jarang tetapi berpotensi fatal. Ini dapat menyebabkan gejala seperti sakit kepala parah, kebingungan, kejang, dan perubahan kesadaran. Jika tidak ditangani segera, ensefalitis dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau kematian.
6.4. Infeksi Kornea dan Kehilangan Penglihatan
Jika lesi cacar monyet berkembang di mata atau kelopak mata, virus dapat menginfeksi kornea (lapisan bening di depan iris dan pupil). Hal ini dapat menyebabkan konjungtivitis (mata merah), nyeri mata, fotofobia (sensitivitas terhadap cahaya), dan dalam kasus yang parah, ulkus kornea atau jaringan parut. Tanpa penanganan yang tepat, infeksi kornea dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen.
6.5. Sepsis
Pada kasus yang parah, virus atau infeksi bakteri sekunder dapat menyebar ke seluruh aliran darah, menyebabkan sepsis. Sepsis adalah respons inflamasi ekstrem tubuh terhadap infeksi yang dapat menyebabkan kerusakan organ dan merupakan kondisi yang mengancam jiwa.
6.6. Dehidrasi
Lesi di mulut dan tenggorokan dapat menyebabkan nyeri hebat saat menelan, membuat pasien enggan makan atau minum. Jika asupan cairan tidak memadai, dehidrasi dapat terjadi, yang dapat memperburuk kondisi pasien, terutama pada anak-anak.
6.7. Bekas Luka Permanen
Lesi kulit cacar monyet, terutama jika parah atau terinfeksi sekunder, dapat meninggalkan bekas luka permanen yang menonjol dan hipopigmentasi (area kulit yang lebih terang). Bekas luka ini dapat menjadi sumber masalah kosmetik dan psikologis bagi penderita.
6.8. Kematian
Meskipun tingkat kematian cacar monyet secara keseluruhan rendah (sekitar 1-10% untuk clade Afrika Tengah dan jauh lebih rendah untuk clade Afrika Barat pada wabah 2022), kematian dapat terjadi, terutama pada:
- Anak-anak kecil.
- Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah.
- Wanita hamil.
- Individu dengan komplikasi serius seperti ensefalitis atau sepsis.
Oleh karena itu, pengawasan ketat dan manajemen komplikasi yang cepat sangat penting untuk meminimalkan risiko hasil yang merugikan.
7. Pencegahan Cacar Monyet
Pencegahan adalah kunci untuk mengendalikan penyebaran cacar monyet. Strategi pencegahan melibatkan kombinasi vaksinasi, kebersihan pribadi, menghindari kontak dengan sumber infeksi, dan edukasi masyarakat.
7.1. Vaksinasi
Vaksinasi memainkan peran penting dalam pencegahan cacar monyet, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi terpapar.
7.1.1. Vaksin Cacar (Smallpox Vaccine)
Karena virus Monkeypox berkerabat dekat dengan virus variola (penyebab cacar), vaksin cacar juga efektif dalam mencegah cacar monyet. Ada dua jenis utama vaksin cacar yang relevan:
- ACAM2000: Vaksin generasi kedua yang menggunakan virus vaccinia hidup yang direplikasi. Vaksin ini diberikan melalui tusukan kulit berulang dengan jarum bercabang, dan dapat menimbulkan reaksi lokal yang khas. Efektivitasnya terhadap cacar monyet sekitar 85%. Namun, ACAM2000 memiliki beberapa kontraindikasi, termasuk pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, ibu hamil, atau penderita kondisi kulit tertentu (misalnya eksim), karena risiko efek samping yang lebih serius.
- JYNNEOS (juga dikenal sebagai Imvanex atau Imvamune): Vaksin generasi ketiga yang menggunakan virus vaccinia termodifikasi yang tidak bereplikasi (Modified Vaccinia Ankara, MVA). Vaksin ini disetujui untuk mencegah cacar dan cacar monyet, dan memiliki profil keamanan yang lebih baik daripada ACAM2000. JYNNEOS dapat diberikan kepada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dan ibu hamil, menjadikannya pilihan yang lebih aman untuk populasi berisiko tinggi. Diberikan dalam dua dosis.
7.1.2. Strategi Vaksinasi
- Vaksinasi pra-paparan (Pre-exposure Prophylaxis/PrEP): Direkomendasikan untuk kelompok yang berisiko tinggi, seperti:
- Petugas laboratorium yang bekerja dengan virus Orthopoxvirus.
- Petugas kesehatan yang merawat pasien cacar monyet.
- Individu yang memiliki banyak pasangan seksual atau terlibat dalam aktivitas seksual berisiko tinggi di wilayah dengan penularan komunitas yang signifikan.
- Vaksinasi pasca-paparan (Post-exposure Prophylaxis/PEP): Diberikan kepada individu yang telah terpapar virus Monkeypox. Vaksinasi dalam waktu 4 hari setelah paparan dapat sangat efektif dalam mencegah penyakit. Vaksinasi antara 4 hingga 14 hari setelah paparan masih dapat mengurangi keparahan penyakit.
Kebijakan vaksinasi bervariasi antar negara dan disesuaikan dengan situasi epidemiologi setempat.
7.2. Kebersihan Pribadi dan Lingkungan
Praktik kebersihan yang baik sangat penting untuk mencegah penularan:
- Cuci tangan teratur: Menggunakan sabun dan air atau pembersih tangan berbasis alkohol, terutama setelah kontak dengan orang sakit, hewan, atau benda yang berpotensi terkontaminasi.
- Desinfeksi permukaan: Bersihkan dan desinfeksi permukaan yang sering disentuh, terutama di lingkungan di mana ada kasus cacar monyet.
- Penanganan limbah yang aman: Pakaian, sprei, handuk, dan bahan lain yang telah digunakan oleh orang yang terinfeksi harus ditangani dengan hati-hati dan dicuci secara terpisah menggunakan air panas dan deterjen.
7.3. Menghindari Kontak dengan Sumber Infeksi
7.3.1. Hewan
- Hindari kontak dengan hewan liar: Terutama hewan pengerat dan primata di daerah endemik Afrika.
- Jangan menangani hewan yang sakit atau mati: Jika menemukan hewan sakit atau mati di daerah endemik, laporkan kepada otoritas setempat.
- Masak daging dengan matang: Daging hewan liar (bushmeat) harus dimasak sampai matang sempurna untuk membunuh virus.
7.3.2. Orang yang Terinfeksi
- Isolasi pasien: Orang yang didiagnosis cacar monyet harus diisolasi di rumah atau di fasilitas kesehatan hingga semua lesi sembuh total dan lapisan kulit baru terbentuk.
- Hindari kontak fisik: Anggota keluarga atau petugas kesehatan yang merawat pasien harus menghindari kontak kulit-ke-kulit langsung dan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai, seperti sarung tangan, gaun, dan masker.
- Jangan berbagi barang pribadi: Termasuk peralatan makan, pakaian, sprei, dan handuk.
- Jaga jarak: Batasi kontak tatap muka yang dekat dan berkepanjangan dengan orang yang terinfeksi.
7.4. Edukasi Masyarakat
Penyebaran informasi yang akurat dan berbasis fakta kepada masyarakat adalah kunci. Ini termasuk:
- Meningkatkan kesadaran tentang gejala cacar monyet.
- Menjelaskan cara penularan yang benar untuk menghindari kesalahpahaman dan stigma.
- Mendorong orang untuk mencari pertolongan medis jika mereka mengalami gejala yang mencurigakan, tanpa rasa takut atau malu.
- Mengedukasi tentang pentingnya perilaku seksual yang aman selama wabah (mengurangi jumlah pasangan, menghindari kontak kulit-ke-kulit yang erat jika ada lesi yang dicurigai).
7.5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Petugas kesehatan dan orang yang merawat pasien di rumah harus menggunakan APD yang sesuai:
- Sarung tangan: Saat menyentuh lesi, cairan tubuh, atau benda terkontaminasi.
- Gaun: Untuk melindungi pakaian dari kontaminasi.
- Masker: Masker bedah standar atau respirator N95/FFP2 jika ada risiko prosedur aerosol.
- Pelindung mata: Kacamata pelindung atau face shield.
Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan ini secara konsisten, penyebaran cacar monyet dapat diminimalisir dan dampak pada kesehatan masyarakat dapat dikurangi.
8. Situasi Global dan di Indonesia
Sejarah cacar monyet didominasi oleh kasus-kasus sporadis di wilayah endemik Afrika. Namun, wabah global 2022 mengubah lanskap penyakit ini secara signifikan.
8.1. Sejarah Singkat dan Wabah di Afrika
Seperti yang telah disebutkan, cacar monyet pertama kali diidentifikasi pada monyet pada tahun 1958 dan pada manusia pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo (DRC). Sejak itu, sebagian besar kasus cacar monyet dilaporkan di negara-negara Afrika Barat dan Tengah, terutama DRC, Nigeria, Kamerun, Republik Afrika Tengah, dan Sudan. Wabah di wilayah ini seringkali terkait dengan kontak dengan hewan terinfeksi dan penularan dalam keluarga. Tingkat kematian bervariasi tergantung pada clade virus, dengan clade Kongo Basin (Afrika Tengah) memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi.
8.2. Wabah Global 2022-2023
Pada bulan Mei 2022, beberapa negara non-endemik di Eropa melaporkan kasus cacar monyet yang tidak terkait dengan perjalanan ke Afrika Barat atau Tengah. Ini dengan cepat diikuti oleh laporan kasus di Amerika Utara, Asia, dan Oseania, menandai penyebaran global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ciri-ciri penting dari wabah ini meliputi:
- Penyebaran di luar wilayah endemik: Mayoritas kasus terjadi di negara-negara di mana cacar monyet sebelumnya tidak ditemukan.
- Pola penularan baru: Penularan antar manusia, terutama melalui kontak seksual antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), menjadi jalur penularan yang dominan. Penting untuk diingat bahwa cacar monyet bukan IMS eksklusif dan bisa menular ke siapa saja melalui kontak dekat, tetapi pola penularan awal ini sangat mempengaruhi respons kesehatan masyarakat.
- Gejala atipikal: Banyak kasus menunjukkan lesi yang terlokalisasi di area genital atau perianal, terkadang tanpa gejala prodromal yang jelas, yang menyulitkan deteksi dini.
- Respon Global: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan cacar monyet sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (PHEIC) pada Juli 2022, menekankan urgensi respons global.
Wabah ini menyoroti pentingnya sistem surveilans global yang kuat dan kapasitas diagnostik yang cepat untuk mendeteksi dan merespons penyakit menular baru.
8.3. Situasi di Indonesia
Indonesia, sebagai negara yang aktif dalam jejaring kesehatan global, turut memantau perkembangan cacar monyet.
- Kasus Pertama: Kasus cacar monyet pertama di Indonesia dikonfirmasi pada Agustus 2022. Pasien tersebut memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri dan menunjukkan gejala yang konsisten dengan cacar monyet.
- Respons Pemerintah: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah mengambil langkah-langkah pencegahan dan pengendalian, antara lain:
- Peningkatan kewaspadaan di pintu masuk negara (bandara, pelabuhan) melalui skrining kesehatan.
- Sosialisasi dan edukasi kepada tenaga medis dan masyarakat tentang gejala, cara penularan, dan pencegahan cacar monyet.
- Penyiapan fasilitas diagnostik (laboratorium) untuk pengujian PCR.
- Penyiapan pedoman tatalaksana kasus dan isolasi.
- Pengadaan vaksin cacar monyet (JYNNEOS) untuk kelompok berisiko tinggi.
- Kerjasama dengan WHO dan organisasi kesehatan internasional lainnya untuk mendapatkan informasi terkini dan dukungan teknis.
- Strategi Vaksinasi di Indonesia: Vaksinasi cacar monyet di Indonesia diprioritaskan untuk kelompok berisiko tinggi, terutama kontak erat pasien terkonfirmasi, tenaga kesehatan yang menangani pasien, dan individu dengan risiko paparan tinggi, sesuai dengan rekomendasi WHO dan ketersediaan vaksin. Program ini dilakukan secara terbatas dan terarah.
- Peran Masyarakat: Masyarakat di Indonesia didorong untuk tetap tenang namun waspada, melaporkan gejala yang mencurigakan, dan mengikuti anjuran kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Meskipun jumlah kasus di Indonesia relatif terkendali dibandingkan dengan beberapa negara lain, kewaspadaan tetap harus dijaga mengingat mobilitas penduduk dan potensi penularan yang berkelanjutan.
9. Mitos dan Fakta Seputar Cacar Monyet
Selama wabah, seringkali muncul informasi yang salah atau mitos yang dapat menghambat upaya pencegahan dan menyebabkan stigma. Penting untuk membedakan mitos dari fakta.
9.1. Mitos: Cacar Monyet Hanya Menyerang Komunitas Tertentu (Misalnya, Pria Homoseksual)
Fakta: Ini adalah salah satu mitos paling berbahaya yang muncul selama wabah 2022. Faktanya, siapa pun dapat terinfeksi cacar monyet jika terpapar virus. Meskipun penularan awal wabah 2022 banyak terjadi di antara laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) karena pola kontak sosial dan seksual yang melibatkan kontak kulit-ke-kulit yang erat dan berkepanjangan, virus tidak membeda-bedakan berdasarkan orientasi seksual, identitas gender, ras, atau etnis. Penularan dapat terjadi melalui kontak dekat apa pun dengan orang yang terinfeksi, termasuk kontak kulit-ke-kulit, berpelukan, berciuman, berbagi tempat tidur, atau berbagi barang pribadi. Stigma yang terkait dengan mitos ini dapat menghambat orang untuk mencari perawatan atau pengujian, yang pada gilirannya dapat mempercepat penyebaran virus.
9.2. Mitos: Cacar Monyet Sama dengan Cacar Air
Fakta: Meskipun keduanya menyebabkan ruam, cacar monyet dan cacar air disebabkan oleh virus yang berbeda dan memiliki karakteristik yang berbeda.
- Virus: Cacar monyet disebabkan oleh virus Monkeypox (Orthopoxvirus), sedangkan cacar air disebabkan oleh virus Varicella-zoster (Herpesviridae).
- Limfadenopati: Ciri khas cacar monyet adalah pembengkakan kelenjar getah bening yang signifikan, yang jarang terjadi pada cacar air.
- Perkembangan Ruam: Pada cacar monyet, lesi biasanya berkembang melalui tahapan yang seragam (semua lesi berada pada tahap yang sama pada area tubuh tertentu). Pada cacar air, lesi seringkali muncul pada tahapan yang berbeda secara bersamaan (ada makula, vesikel, dan koreng sekaligus).
- Keparahan: Cacar monyet umumnya lebih ringan dari cacar (variola), tetapi lebih parah dari cacar air, terutama pada yang belum divaksin cacar.
9.3. Mitos: Vaksin Cacar Air dapat Melindungi dari Cacar Monyet
Fakta: Vaksin cacar air (Varicella vaccine) tidak memberikan perlindungan terhadap cacar monyet. Vaksin cacar monyet adalah vaksin cacar (smallpox vaccine) yang mengandung virus vaccinia. Meskipun kedua penyakit menyebabkan ruam, mereka disebabkan oleh virus yang sangat berbeda, dan vaksin untuk satu tidak akan efektif untuk yang lain. Hanya vaksin cacar yang terbukti memberikan perlindungan silang terhadap cacar monyet.
9.4. Mitos: Cacar Monyet adalah Penyakit Baru
Fakta: Cacar monyet bukanlah penyakit baru. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1958 dan kasus manusia pertama pada tahun 1970. Yang baru adalah penyebarannya yang luas di luar wilayah endemik Afrika dalam wabah 2022, serta pola penularan yang lebih dominan antar manusia melalui kontak dekat di lingkungan non-endemik.
9.5. Mitos: Cacar Monyet Sangat Mudah Menular Melalui Udara Seperti COVID-19
Fakta: Meskipun cacar monyet dapat menular melalui tetesan pernapasan, penularannya membutuhkan kontak tatap muka yang sangat dekat dan berkepanjangan. Ini berbeda dengan virus seperti SARS-CoV-2 (penyebab COVID-19) atau campak yang dapat menyebar lebih jauh melalui partikel aerosol kecil di udara. Penularan cacar monyet sebagian besar terjadi melalui kontak fisik langsung dengan lesi, cairan tubuh, atau benda terkontaminasi. Jadi, risiko penularan di tempat umum yang ramai tanpa kontak dekat langsung lebih rendah dibandingkan dengan virus pernapasan lainnya.
9.6. Mitos: Cacar Monyet Selalu Berakibat Fatal
Fakta: Cacar monyet umumnya merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan memiliki tingkat kematian yang rendah, terutama clade Afrika Barat yang mendominasi wabah 2022. Sebagian besar orang pulih sepenuhnya dalam 2-4 minggu. Namun, komplikasi serius dan kematian dapat terjadi pada kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, dan individu imunokompromi. Kematian juga lebih tinggi pada clade Afrika Tengah.
9.7. Mitos: Cacar Monyet Hanya Menular Melalui Hubungan Seksual
Fakta: Kontak seksual adalah salah satu jalur penularan yang efektif karena melibatkan kontak kulit-ke-kulit yang erat dan berkepanjangan dengan lesi atau cairan tubuh. Namun, cacar monyet BUKANLAH infeksi menular seksual (IMS) dalam arti eksklusif. Penularan dapat terjadi melalui jenis kontak fisik dekat lainnya, termasuk berpelukan, berciuman, memijat, kontak kulit-ke-kulit non-seksual, serta kontak dengan benda terkontaminasi (pakaian, sprei) dari orang yang terinfeksi.
Memahami perbedaan antara mitos dan fakta sangat penting untuk mencegah penyebaran informasi yang salah, mengurangi stigma, dan mendorong perilaku yang bertanggung jawab dalam upaya pengendalian cacar monyet.
Kesimpulan
Cacar monyet adalah penyakit virus zoonosis yang, meskipun umumnya ringan dan sembuh sendiri, dapat menyebabkan komplikasi serius pada kelompok rentan. Penyebabnya adalah virus Monkeypox dari genus Orthopoxvirus, dan penularannya dapat terjadi dari hewan ke manusia, serta antar manusia melalui kontak fisik langsung, tetesan pernapasan jarak dekat, dan benda terkontaminasi. Masa inkubasi bervariasi, diikuti oleh fase prodromal dengan demam dan limfadenopati, kemudian fase erupsi dengan ruam yang berkembang secara seragam dari makula hingga koreng.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan evaluasi klinis dan konfirmasi laboratorium melalui PCR. Pengobatan sebagian besar bersifat suportif untuk meredakan gejala, namun terapi antivirus seperti tecovirimat dapat dipertimbangkan untuk kasus parah atau kelompok berisiko tinggi. Komplikasi dapat mencakup infeksi bakteri sekunder, pneumonia, ensefalitis, dan masalah mata.
Pencegahan merupakan strategi kunci, yang meliputi vaksinasi (menggunakan vaksin cacar seperti JYNNEOS) untuk kelompok berisiko tinggi, menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan, menghindari kontak dengan hewan terinfeksi, mengisolasi pasien, dan menggunakan alat pelindung diri. Wabah global 2022 menyoroti pentingnya kewaspadaan, surveilans, dan edukasi masyarakat untuk melawan stigma dan informasi yang salah.
Dengan pemahaman yang komprehensif tentang cacar monyet dan penerapan langkah-langkah pencegahan yang tepat, masyarakat dapat berkontribusi dalam mengendalikan penyebaran penyakit ini dan melindungi kesehatan diri serta komunitas. Tetaplah terinformasi dari sumber terpercaya dan jangan ragu untuk mencari bantuan medis jika mengalami gejala yang mencurigakan.