Candi Indonesia: Menjelajahi Keagungan Arsitektur dan Sejarah Nusantara
Sebuah penjelajahan mendalam tentang warisan tak ternilai, arsitektur megah, dan kisah-kisah abadi yang terukir pada monumen-monumen suci di seluruh Indonesia.
Pengantar: Gerbang Menuju Masa Lalu
Indonesia, sebuah kepulauan yang kaya akan warisan budaya dan sejarah, menyimpan ribuan candi yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Monumen-monumen megah ini bukan sekadar tumpukan batu, melainkan manifestasi dari peradaban kuno yang pernah berjaya, cerminan dari keyakinan spiritual, filosofi hidup, dan puncak keahlian arsitektur para leluhur. Istilah "candik" dalam konteks ini akan kita gunakan untuk merujuk pada segala keunikan, karakteristik, dan seluk-beluk arsitektur yang membentuk setiap candi, menjadikannya objek studi yang tak ada habisnya dan sumber inspirasi yang tak terhingga.
Setiap candi memiliki kisah uniknya sendiri, sebuah narasi yang terukir dalam relief-reliefnya, terangkum dalam tata letaknya, dan tersembunyi dalam simbolisme arsitekturnya. Dari kemegahan Candi Borobudur yang Buddhis, simbol pencerahan dan jalan menuju nirwana, hingga keanggunan Candi Prambanan yang Hindu, sebuah persembahan bagi Trimurti, setiap "candik" atau karakteristik arsitektur candi menawarkan jendela ke dalam jiwa masyarakat kuno.
Artikel ini akan membawa kita menyelami lebih dalam dunia candi-candi Indonesia. Kita akan menelusuri sejarah pembangunannya, memahami kompleksitas arsitekturnya yang seringkali sarat makna filosofis, menggali fungsi dan simbolismenya, hingga menyoroti upaya pelestarian yang krusial bagi keberlangsungan warisan budaya ini. Mari kita memulai perjalanan ini untuk mengapresiasi dan memahami lebih jauh "candik" yang membuat candi-candi di Nusantara begitu istimewa dan abadi.
Asal-usul dan Perkembangan Candi di Nusantara
Pembangunan candi di Indonesia tidak lepas dari pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha yang masuk ke Nusantara sejak awal Tarikh Masehi. Pengaruh ini membawa serta konsep kosmologi, kepercayaan dewa-dewi, dan ritual keagamaan yang kemudian diadaptasi dan diinkorporasi ke dalam tradisi lokal. Puncak pembangunan candi terjadi pada masa kerajaan-kerajaan besar seperti Mataram Kuno di Jawa Tengah, Medang di Jawa Timur, Sriwijaya di Sumatera, hingga Majapahit yang menguasai sebagian besar Nusantara.
Periode awal pembangunan candi di Jawa Tengah (sekitar abad ke-8 hingga ke-10 Masehi) ditandai dengan munculnya candi-candi megah seperti Borobudur, Prambanan, Mendut, Sewu, dan kelompok Candi Dieng. Candi-candi ini menunjukkan kemahiran arsitektur yang luar biasa dan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Hindu dan Buddha. "Candik" pada periode ini seringkali dicirikan oleh penggunaan batu andesit, tata letak yang simetris, dan relief-relief yang sangat detail.
Kemudian, pusat kebudayaan beralih ke Jawa Timur (sekitar abad ke-10 hingga ke-15 Masehi) seiring dengan perpindahan pusat pemerintahan kerajaan. Candi-candi di Jawa Timur, seperti Candi Penataran, Jago, Singasari, Sukuh, dan Cetho, memiliki "candik" yang sedikit berbeda. Meskipun tetap mempertahankan esensi keagamaan, material yang digunakan lebih bervariasi (termasuk batu bata), tata letak cenderung lebih kompleks dengan banyak bangunan kecil, dan gaya reliefnya menjadi lebih dinamis dan realistis, seringkali menampilkan cerita-cerita Panji yang populer.
Tidak hanya di Jawa, pembangunan candi juga menyebar ke berbagai wilayah lain di Nusantara. Di Sumatera, kita menemukan Candi Muara Takus di Riau yang bercorak Buddha, serta kompleks Candi Padang Lawas di Sumatera Utara. Bali juga kaya akan pura-pura (sebutan candi di Bali) yang terus berfungsi hingga kini. Setiap daerah mengadaptasi pengaruh Hindu-Buddha dengan "candik" lokal, menciptakan keragaman yang luar biasa dalam warisan arsitektur religius Indonesia.
Arsitektur Candik Khas Candi: Struktur dan Filosofi
Memahami "candik" arsitektur candi berarti menyelami tidak hanya bentuk fisik, tetapi juga filosofi yang mendasarinya. Setiap bagian candi dirancang dengan makna simbolis yang mendalam, mencerminkan pandangan dunia, kosmologi, dan ajaran agama pada masanya. Secara umum, struktur utama sebuah candi di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga bagian vertikal yang merepresentasikan tingkatan alam semesta atau alam kehidupan:
Elemen-elemen Utama Sebuah Candi
1. Bagian Kaki Candi (Bhurloka): Pondasi Kosmologi
Bagian kaki candi adalah fondasi atau alas bangunan yang melambangkan dunia bawah atau alam manusia (Bhurloka). Ini adalah dunia tempat manusia hidup, penuh nafsu, keinginan, dan segala hal duniawi. "Candik" pada bagian ini seringkali dihiasi dengan relief-relief yang menggambarkan neraka, cerita-cerita moral, atau penggambaran kehidupan sehari-hari untuk mengingatkan manusia akan siklus karma dan pentingnya berbuat baik. Beberapa candi memiliki teras berundak yang luas pada bagian kakinya, seperti Borobudur, yang melambangkan tahapan perjalanan spiritual.
- Basis/Lapik: Struktur paling bawah yang menopang seluruh bangunan, seringkali polos atau dengan hiasan geometris sederhana.
- Bidang Kaki: Bagian utama dari kaki candi, seringkali dihiasi dengan relief atau panel ukiran. Pada Candi Borobudur, bagian ini (Kamadhatu yang tersembunyi) menggambarkan hukum karma.
- Tangga Naik: Akses menuju bagian tubuh candi, seringkali diapit oleh makara atau naga, simbol penjaga gerbang.
2. Bagian Tubuh Candi (Bhurvaloka): Pusat Sakral
Bagian tubuh candi adalah struktur utama yang menjulang tinggi, melambangkan alam antara atau alam para dewa/makhluk suci (Bhurvaloka). Ini adalah dunia tempat manusia memulai perjalanan spiritualnya menuju pencerahan. Di dalam tubuh candi terdapat ruangan suci atau bilik (garbhagriha) yang menjadi pusat ritual keagamaan. "Candik" pada tubuh candi ini bervariasi; pada candi Hindu, bilik tersebut berisi arca dewa utama (misalnya Siwa, Wisnu), sedangkan pada candi Buddha mungkin berisi arca Buddha atau relik.
- Bilik Candi (Garbhagriha): Ruangan utama di tengah tubuh candi, tempat arca induk atau simbol pemujaan. Ini adalah inti sakral candi.
- Dinding Tubuh: Dinding luar bilik yang seringkali dihiasi dengan relung-relung berisi arca-arca dewa pendamping atau relief kisah-kisah epik. Contohnya, relief Ramayana di Prambanan dan relief Jataka/Avadana di Borobudur.
- Gopura/Kala-Makara: Gerbang masuk ke bilik candi atau ke kompleks candi, sering dihiasi dengan kepala Kala (monster raksasa bermata melotot tanpa rahang bawah) dan Makara (makhluk mitologis gabungan buaya/gajah dengan belalai) sebagai penjaga. Ini adalah "candik" ikonik yang sangat umum di candi-candi Jawa. Kala melambangkan waktu yang tak terbatas dan penjaga ambang batas, sementara Makara adalah simbol kesuburan dan kehidupan.
3. Bagian Atap Candi (Svarloka): Menuju Nirwana
Bagian atap candi adalah yang tertinggi, melambangkan alam atas atau alam dewa-dewi yang lebih tinggi/Nirwana (Svarloka). Ini adalah puncak perjalanan spiritual, tempat kebebasan dari siklus kelahiran dan kematian. "Candik" pada bagian atap seringkali berbentuk stupa (pada candi Buddha), amalaka (pada candi Hindu), atau kombinasi berundak yang mengecil ke atas, melambangkan gunung suci Meru, pusat alam semesta.
- Stupa: Bentuk kubah yang melambangkan Buddha atau relik suci, banyak ditemukan di candi Buddha seperti Borobudur dan Mendut.
- Amalaka: Bentuk seperti buah amla berundak yang sering ditemukan di puncak candi Hindu, sebagai simbol kesuburan dan kekuasaan dewa.
- Pinnacle/Ratna: Mahkota atau puncak candi yang paling atas, melambangkan kemurnian dan puncak spiritualitas.
Ornamen dan Relief: Kisah yang Terukir
Selain struktur utama, "candik" yang paling mencolok dan menceritakan banyak hal adalah ornamen dan relief. Relief adalah pahatan gambar timbul pada dinding candi yang seringkali membentuk narasi panjang. Mereka berfungsi sebagai media pendidikan, penyampaian ajaran agama, dan penggambaran kisah-kisah epik. Beberapa relief terkenal antara lain:
- Borobudur: Relief Lalitavistara (kisah hidup Buddha Siddhartha), Jataka (kisah kelahiran Buddha sebelumnya), Avadana (kisah perbuatan baik), dan Gandhawyuha (perjalanan Sudhana mencari pencerahan). Seluruhnya mencakup ribuan panel yang membentang bermil-mil.
- Prambanan: Relief Ramayana (kisah Rama dan Sinta) dan Krishnayana (kisah Kresna). Relief ini sangat dinamis dan menjadi sumber inspirasi bagi seni pertunjukan tradisional.
- Candi Sukuh dan Cetho: Relief-relief yang lebih “primitif” dengan gaya wayang beber, seringkali bertema kesuburan dan ajaran Tantra.
Ornamen lain seperti patung dewa-dewi, apsara (bidadari), gandharva (dewa musik), hewan-hewan mitologis seperti kinnara-kinnari (manusia burung), singa, gajah, dan bunga-bunga teratai juga memperkaya "candik" visual candi. Setiap ukiran memiliki makna tersendiri, menambah kedalaman filosofis pada keindahan arsitekturnya.
Material dan Teknik Pembangunan Candik
Pembangunan candi-candi raksasa seperti Borobudur dan Prambanan, tanpa bantuan teknologi modern, adalah sebuah mahakarya keinsinyuran kuno. "Candik" konstruksi candi menunjukkan pemahaman mendalam para pembangun terhadap material dan prinsip-prinsip statika.
Mayoritas candi di Jawa Tengah dibangun menggunakan batu andesit, sejenis batuan vulkanik yang keras dan tahan lama. Batu ini diambil dari gunung-gunung berapi terdekat, dipahat, diangkut, dan disusun tanpa menggunakan perekat. Teknik yang digunakan adalah sistem interlock atau penguncian, di mana setiap batu dipahat sedemikian rupa sehingga saling mengunci satu sama lain. Beberapa batu memiliki tonjolan (mortise) yang pas dengan lekukan (tenon) pada batu di atas atau di sampingnya, menciptakan struktur yang sangat stabil dan tahan gempa. Ini adalah salah satu "candik" paling mengagumkan dari teknologi pembangunan candi kuno.
Untuk candi-candi di Jawa Timur dan beberapa di Sumatera, seperti Candi Muara Takus, material batu bata lebih sering digunakan. Batu bata yang digunakan juga memiliki kualitas yang sangat baik, dibakar dengan teknik khusus untuk menghasilkan kekuatan maksimal. Susunan batu bata ini juga menggunakan sistem penguncian atau perekat alami dari campuran pasir dan kapur.
Proses pembangunan dimulai dengan penyiapan fondasi yang kuat, seringkali dengan menggali tanah hingga lapisan yang stabil dan kemudian mengisi dengan batu atau kerikil. Setelah itu, batu-batu candi dipahat di lokasi penambangan atau di dekat lokasi pembangunan, kemudian diangkut dan disusun. Para ahli memperkirakan bahwa ribuan pekerja terlibat dalam pembangunan candi-candi besar, mulai dari pemahat batu, pengukir relief, hingga insinyur yang merancang struktur.
Teknik drainase juga menjadi "candik" penting dalam konstruksi candi, terutama untuk mencegah kerusakan akibat air hujan. Saluran-saluran air dipahat di lantai candi atau di sekitar fondasi untuk mengalirkan air, mengurangi erosi dan kelembaban yang dapat merusak struktur.
Ragam Candi di Indonesia: Dari Megah Hingga Tersembunyi
Indonesia adalah rumah bagi ribuan candi, masing-masing dengan "candik" dan cerita uniknya. Meskipun banyak yang telah rusak atau hilang, ratusan candi masih berdiri kokoh, menjadi saksi bisu masa lalu. Keragaman ini mencerminkan evolusi budaya, agama, dan gaya arsitektur selama berabad-abad.
1. Candi Buddha: Simbol Pencerahan
Candi-candi Buddha didirikan untuk memuliakan Buddha atau untuk menyimpan relik suci. "Candik" utama candi Buddha adalah keberadaan stupa dan relief yang menggambarkan ajaran serta kisah hidup Buddha.
- Candi Borobudur: Mahakarya arsitektur Buddha terbesar di dunia, terletak di Magelang, Jawa Tengah. Struktur berundaknya merepresentasikan tingkatan kosmologi Buddha: Kamadhatu (dunia nafsu), Rupadhatu (dunia bentuk), dan Arupadhatu (dunia tanpa bentuk). Ribuan panel reliefnya adalah perpustakaan visual ajaran Buddha, dan ratusan stupanya menyimpan arca Buddha. "Candik" unik Borobudur adalah konsep mandala raksasa dan stupa induk di puncaknya yang kosong, melambangkan nirwana.
- Candi Mendut: Terletak tidak jauh dari Borobudur, candi ini menyimpan tiga arca Buddha besar: Buddha Vairocana yang diapit oleh Bodhisattva Awalokiteswara dan Wajrapani. Relief-reliefnya menggambarkan fabel Pancatantra. "Candik" Mendut adalah arca-arca megah di dalamnya dan relief singa penjaga di tangga masuk.
- Candi Pawon: Candi kecil yang menjadi penghubung antara Mendut dan Borobudur, sering disebut sebagai "gerbang" menuju Borobudur. "Candik"nya adalah desain yang elegan dan relief pohon kalpataru yang melambangkan pohon kehidupan.
- Candi Sewu: Kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Borobudur, dengan candi induk yang dikelilingi oleh ratusan candi perwara. "Candik" Sewu adalah jumlahnya yang masif dan arca Dvarapala (penjaga pintu) berukuran besar di setiap gerbang.
2. Candi Hindu: Manifestasi Dewa-Dewi
Candi Hindu dibangun sebagai persembahan atau tempat pemujaan bagi dewa-dewi Hindu. "Candik" utamanya adalah keberadaan arca dewa Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa) atau manifestasinya, serta relief yang menggambarkan kisah-kisah epik Hindu.
- Candi Prambanan: Kompleks candi Hindu terbesar dan tercantik di Indonesia, didedikasikan untuk Trimurti. Tiga candi utama dipersembahkan untuk Siwa, Wisnu, dan Brahma, dengan candi perwara untuk vahana (kendaraan) masing-masing dewa. "Candik" Prambanan adalah siluetnya yang menjulang tinggi, relief Ramayana yang memukau, dan arca Durga Mahisasuramardini yang misterius di Candi Siwa.
- Candi Dieng: Kelompok candi tertua di Jawa, terletak di dataran tinggi Dieng. Candi-candi kecil ini didedikasikan untuk Siwa. "Candik" Dieng adalah kesederhanaan arsitekturnya, kekunoannya, dan lokasinya yang berada di antara kawah-kawah vulkanik yang mistis.
- Candi Gedong Songo: Kelompok candi Hindu di lereng Gunung Ungaran, Semarang, yang terdiri dari sembilan kelompok candi (sesuai namanya, "sembilan bangunan"). "Candik" Gedong Songo adalah lokasinya yang indah dengan pemandangan pegunungan dan arsitektur yang mirip dengan candi-candi Dieng.
- Candi Penataran: Kompleks candi Hindu terbesar di Jawa Timur, yang merupakan peninggalan Kerajaan Kediri dan Majapahit. "Candik" Penataran adalah tata letaknya yang luas, relief cerita Ramayana dan Krisnayana dengan gaya wayang yang khas Jawa Timur, serta kolam-kolam dan bangunan bergaya Pura Bali.
- Candi Singasari: Candi yang didedikasikan untuk Raja Kertanegara dari Singasari. "Candik"nya adalah arca Dvarapala raksasa di gerbang masuk dan bentuk atapnya yang unik.
- Candi Jago: Candi Buddha-Hindu yang menunjukkan sinkretisme agama. "Candik"nya adalah relief cerita Kunjarakarna dan Patra Purbakala.
- Candi Sukuh dan Cetho: Candi-candi unik di lereng Gunung Lawu yang bercorak Hindu namun dengan "candik" arsitektur Megalitik dan relief-relief yang lebih "folklorik" dan bertema kesuburan. Bentuknya menyerupai piramida berundak.
3. Candi-Candi Lainnya: Jejak Sejarah yang Beragam
Di luar Jawa, ada juga candi-candi penting yang menunjukkan "candik" berbeda:
- Candi Muara Takus: Satu-satunya peninggalan candi Buddha di Riau, Sumatera. "Candik"nya adalah stupa-stupa tanah liat dan stupa Mahligai yang unik, menunjukkan pengaruh Sriwijaya.
- Candi Bahal (Padang Lawas): Kompleks candi Buddha di Sumatera Utara, dibangun dengan batu bata. "Candik"nya adalah arca-arca penjaga dan arsitektur bata merah khas Sumatera.
- Candi Loro Jonggrang: Nama lain untuk kompleks Candi Prambanan, yang juga merujuk pada legenda putri Roro Jonggrang dan seribu candi.
Fungsi dan Simbolisme Candik: Pesan dari Leluhur
Jauh melampaui keindahan arsitekturnya, setiap "candik" dalam sebuah candi sarat dengan fungsi dan makna simbolis yang mendalam. Candi bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga pusat peradaban, pendidikan, dan cerminan alam semesta.
- Tempat Pemujaan dan Upacara Keagamaan: Ini adalah fungsi utama candi. Candi Hindu untuk memuja Trimurti dan dewa-dewi lainnya, sementara candi Buddha untuk memuliakan Buddha dan ajarannya. Upacara-upacara keagamaan seperti persembahan, meditasi, dan ritual lain sering dilakukan di dalam bilik candi atau di pelataran.
- Makam Raja/Relik Suci: Banyak candi berfungsi sebagai tempat pendharmaan abu jenazah raja atau bangsawan yang telah meninggal dan dianggap bersatu dengan dewa. Arca dewa yang dipuja di candi seringkali merupakan perwujudan dari raja yang telah didewakan. Pada candi Buddha, seringkali disimpan relik suci Buddha atau Bodhisattva.
- Pusat Pendidikan dan Penyebaran Ajaran: Relief-relief pada dinding candi berfungsi sebagai kitab suci visual. Mereka mengajarkan kisah-kisah moral, hukum karma, dan ajaran agama kepada masyarakat yang mungkin tidak bisa membaca aksara. Proses mengelilingi candi searah jarum jam (pradakshina) sambil mengamati relief adalah bentuk pendidikan spiritual.
- Simbol Kosmologi: Struktur tiga bagian candi (kaki, tubuh, atap) melambangkan tiga tingkatan alam semesta (Bhurloka, Bhurvaloka, Svarloka) atau tiga alam eksistensi (Kamadhatu, Rupadhatu, Arupadhatu). Puncak candi sering melambangkan gunung Mahameru, pusat alam semesta dalam mitologi Hindu-Buddha.
- Penanggalan dan Astrologi: Beberapa candi memiliki orientasi yang spesifik terhadap titik-titik matahari terbit atau terbenam pada waktu tertentu, atau terhadap rasi bintang, menunjukkan pengetahuan astronomi yang maju.
- Penjaga dan Pelindung: Arca-arca Dvarapala, Kala-Makara, dan makhluk mitologis lainnya yang menghiasi gerbang dan dinding candi berfungsi sebagai penjaga dari roh-roh jahat dan energi negatif, memastikan kesucian tempat tersebut.
Setiap "candik" arsitektur, mulai dari tata letak kompleks hingga detail ukiran terkecil, menyatu menjadi sebuah kesatuan simbolis yang kaya makna. Mereka adalah pesan abadi dari para leluhur, sebuah undangan untuk merenungkan kehidupan, spiritualitas, dan tempat manusia di alam semesta.
Pelestarian dan Tantangan Candik Masa Kini
Warisan "candik" arsitektur candi yang luar biasa ini menghadapi berbagai tantangan dalam pelestariannya. Usia ribuan tahun, faktor alam, dan aktivitas manusia secara perlahan mengikis keagungan monumen-monumen ini. Oleh karena itu, upaya pelestarian menjadi sangat krusial.
Tantangan Alami:
- Erosi dan Pelapukan: Batu candi, meskipun keras, rentan terhadap pelapukan akibat air hujan, angin, lumut, dan mikroorganisme. Perubahan suhu ekstrem juga dapat menyebabkan retakan.
- Bencana Alam: Gempa bumi dan letusan gunung berapi, seperti yang terjadi pada Gunung Merapi di dekat Borobudur dan Prambanan, dapat menyebabkan kerusakan struktural yang signifikan. Abu vulkanik juga bersifat korosif.
- Perubahan Iklim: Peningkatan kelembaban dan curah hujan ekstrem dapat mempercepat pertumbuhan lumut dan jamur yang merusak batu.
Tantangan Antropogenik (Ulah Manusia):
- Vandalisme dan Pencurian: Meskipun telah ada upaya pengamanan, beberapa bagian candi masih rentan terhadap aksi vandalisme atau pencurian artefak.
- Polusi Udara: Emisi dari kendaraan dan industri di sekitar candi dapat menghasilkan zat-zat kimia yang mempercepat pelapukan batuan.
- Tekanan Pariwisata: Kunjungan wisatawan yang masif, meskipun menguntungkan secara ekonomi, dapat menyebabkan keausan fisik pada struktur, terutama jika tidak dikelola dengan baik. Sentuhan tangan, pijakan, dan keringat dapat merusak permukaan batu.
- Pembangunan Infrastruktur: Pembangunan di sekitar situs candi tanpa perencanaan yang matang dapat mengancam lingkungan dan integritas situs.
Upaya Pelestarian:
Pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan organisasi internasional seperti UNESCO, serta berbagai lembaga penelitian, terus melakukan upaya pelestarian. Ini mencakup:
- Restorasi dan Konservasi: Tim ahli melakukan pembersihan, penguatan struktur, penggantian batu yang rusak (rekonstruksi anastylosis), dan perawatan rutin untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Contoh paling terkenal adalah restorasi besar Candi Borobudur yang berlangsung selama bertahun-tahun.
- Penelitian Ilmiah: Studi tentang material candi, penyebab kerusakan, dan metode konservasi yang efektif terus dilakukan.
- Pengelolaan Lingkungan: Penanaman vegetasi yang tepat, pengelolaan drainase, dan pemantauan kualitas udara di sekitar situs candi.
- Pendidikan dan Kesadaran Publik: Mengedukasi masyarakat dan wisatawan tentang pentingnya menjaga kelestarian candi melalui papan informasi, pemandu wisata, dan program-program pendidikan.
- Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan: Pembatasan jumlah pengunjung, penentuan jalur kunjungan, dan larangan menyentuh atau memanjat bagian-bagian candi untuk meminimalkan dampak negatif pariwisata.
- Pengamanan Situs: Peningkatan pengamanan untuk mencegah vandalisme dan pencurian.
Pelestarian "candik" ini adalah tanggung jawab bersama. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang nilai dan kerentanan candi, kita dapat memastikan bahwa warisan budaya yang tak ternilai ini dapat terus dinikmati dan dipelajari oleh generasi mendatang.
Warisan Candik Bagi Kebudayaan Indonesia
Candi-candi di Indonesia bukan hanya monumen sejarah; mereka adalah jantung dari identitas budaya bangsa. Setiap "candik" pada candi, dari relief terkecil hingga siluet megah yang menjulang ke langit, telah membentuk dan terus mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Inspirasi Seni dan Arsitektur Modern: Banyak seniman, arsitek, dan desainer modern mengambil inspirasi dari "candik" arsitektur candi. Motif relief, bentuk stupa, dan ornamen Kala-Makara sering diadaptasi ke dalam karya seni kontemporer, bangunan, atau bahkan produk kerajinan tangan. Keindahan simetris dan detail artistik candi menjadi sumber kreativitas yang tak ada habisnya.
Pengaruh pada Seni Pertunjukan: Kisah-kisah yang terukir pada relief candi, seperti Ramayana di Prambanan dan Borobudur, menjadi dasar bagi pengembangan seni pertunjukan tradisional seperti sendratari dan wayang orang. Pertunjukan Sendratari Ramayana di Prambanan adalah contoh nyata bagaimana "candik" visual candi diterjemahkan menjadi pertunjukan yang hidup dan memukau.
Pendidikan dan Sejarah: Candi adalah buku sejarah raksasa yang terbuka. Melalui "candik" arsitektur dan relief-reliefnya, generasi muda dapat belajar tentang peradaban kuno, kerajaan-kerajaan yang pernah berkuasa, ajaran agama, serta nilai-nilai filosofis dan moral para leluhur. Mereka memperkaya pemahaman kita tentang akar budaya Indonesia.
Pariwisata dan Ekonomi Lokal: Candi-candi besar seperti Borobudur dan Prambanan adalah daya tarik wisata utama yang menarik jutaan pengunjung setiap tahun, baik domestik maupun internasional. Industri pariwisata yang berkembang di sekitar candi memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat lokal, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah.
Simbol Identitas Nasional dan Kebanggaan: Candi adalah simbol kebanggaan nasional. Mereka menunjukkan kemegahan dan kecemerlangan peradaban Indonesia di masa lalu. Keberadaan candi-candi yang diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO semakin memperkuat posisi Indonesia di mata dunia dan membangkitkan rasa memiliki serta tanggung jawab untuk melestarikannya.
Nilai Spiritual dan Kearifan Lokal: Bagi sebagian masyarakat, terutama di Bali dan sebagian Jawa, candi masih memiliki fungsi spiritual yang hidup. Ritual-ritual tradisional masih sering dilakukan, menjaga hubungan antara masa kini dan warisan masa lalu. "Candik" filosofis yang terkandung dalam arsitektur candi terus relevan sebagai sumber kearifan lokal.
Melestarikan "candik" pada candi-candi Indonesia berarti menjaga ingatan kolektif bangsa, mempertahankan sumber inspirasi seni dan budaya, serta memastikan bahwa nilai-nilai luhur dari peradaban masa lalu terus hidup dan relevan di masa depan. Candi adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan leluhur, sebuah pengingat abadi akan kebesaran sejarah dan kekayaan budaya Nusantara.