Seni Komunikasi Lakonik
Berbicara Sedikit, Bermakna Banyak
Pengantar: Kekuatan dalam Keheningan Kata
Di dunia yang dibanjiri oleh kebisingan informasi, di mana setiap orang berlomba-lomba untuk didengar, ada sebuah kekuatan kuno yang justru menemukan pesonanya dalam kesederhanaan. Kekuatan itu adalah komunikasi lakonik—sebuah seni berbicara yang ringkas, padat, dan luar biasa efektif. Istilah "lakonik" berasal dari Laconia, wilayah Yunani kuno di mana negara-kota Sparta berdiri. Orang Sparta, yang terkenal dengan disiplin militer dan gaya hidup mereka yang keras, juga dikenal karena cara bicara mereka yang hemat kata namun sarat makna. Bagi mereka, kata-kata bukanlah hiasan, melainkan alat yang tajam dan presisi. Menggunakan terlalu banyak kata dianggap sebagai tanda pemikiran yang tidak jernih dan kelemahan karakter.
Menjadi lakonik bukan sekadar berbicara sedikit. Ini adalah tentang efisiensi linguistik yang disengaja. Ini adalah kemampuan untuk menyaring kebisingan, mengidentifikasi inti dari sebuah pesan, dan menyampaikannya dengan dampak maksimal. Dalam satu kalimat pendek, seorang komunikator lakonik dapat menyampaikan pujian, ancaman, kebijaksanaan, atau humor yang lebih berkesan daripada pidato panjang yang bertele-tele. Gaya ini menuntut kejelasan pikiran dan pemahaman mendalam tentang subjek yang dibicarakan. Seseorang tidak bisa menjadi lakonik secara efektif tanpa terlebih dahulu berpikir secara mendalam. Setiap kata yang dipilih harus memiliki bobot, setiap frasa harus memiliki tujuan. Tidak ada ruang untuk basa-basi atau pengisi yang tidak perlu.
Artikel ini akan mengajak Anda untuk menyelami dunia komunikasi lakonik secara mendalam. Kita akan menjelajahi akarnya dalam sejarah, membedah filosofi di baliknya, dan menemukan relevansinya yang mengejutkan di era modern yang serba cepat. Dari ruang rapat perusahaan hingga interaksi pribadi, dari kepemimpinan hingga penulisan kreatif, prinsip-prinsip lakonik menawarkan sebuah jalan untuk berkomunikasi dengan lebih kuat, lebih jelas, dan lebih berwibawa. Ini adalah undangan untuk menemukan kembali kekuatan dalam keheningan, untuk belajar bahwa terkadang, hal paling kuat yang bisa Anda katakan adalah dengan mengatakan sesedikit mungkin.
Akar Sejarah: Disiplin Sparta dalam Bertutur Kata
Untuk memahami esensi sejati dari gaya lakonik, kita harus kembali ke sumbernya: peradaban Sparta kuno. Sparta bukanlah tempat bagi para filsuf yang gemar berdebat panjang seperti di Athena. Sparta adalah masyarakat militeristik yang nilai utamanya adalah disiplin, kekuatan, dan efisiensi. Nilai-nilai ini tidak hanya tercermin dalam formasi phalanx mereka di medan perang, tetapi juga dalam cara mereka berkomunikasi. Pendidikan Spartan, yang dikenal sebagai agoge, menanamkan pada anak-anak muda kebencian terhadap obrolan kosong dan pidato yang berbunga-bunga. Mereka diajari bahwa keberanian sejati tidak memerlukan proklamasi yang muluk-muluk, dan kecerdasan sejati dapat diekspresikan dalam beberapa kata yang dipilih dengan cermat.
Sejarawan seperti Plutarch mencatat banyak anekdot yang menggambarkan kecerdasan lakonik orang Sparta. Salah satu yang paling terkenal adalah tanggapan mereka terhadap ancaman Filipus II dari Makedonia, ayah dari Aleksander Agung. Setelah menaklukkan banyak negara-kota Yunani, Filipus mengirim pesan ke Sparta yang berbunyi: "Jika saya memenangkan perang ini, Anda akan menjadi budak selamanya." Dalam versi lain, pesannya lebih panjang: "Anda disarankan untuk menyerah tanpa penundaan lebih lanjut, karena jika saya membawa pasukan saya ke tanah Anda, saya akan menghancurkan pertanian Anda, memperbudak rakyat Anda, dan menghancurkan kota Anda." Para tetua Sparta, setelah mempertimbangkan pesan ancaman yang panjang itu, mengirim kembali balasan yang hanya terdiri dari satu kata: "Jika."
Jawaban tunggal ini adalah mahakarya komunikasi lakonik. Kata "Jika" secara bersamaan menunjukkan keberanian, penghinaan, dan keyakinan. Kata itu tidak menyangkal kekuatan Filipus, tetapi menantang premis kemenangannya. Kata itu menyampaikan bahwa Sparta tidak akan menyerah pada ancaman dan siap untuk bertempur sampai mati. Tidak ada pidato panjang tentang kehormatan atau kebebasan yang bisa menandingi kekuatan dan dampak dari satu kata itu. Filipus, yang memahami implikasi penuh dari jawaban tersebut, dilaporkan memutuskan untuk tidak menyerang Sparta. Kisah ini, meskipun kebenarannya diperdebatkan oleh beberapa sejarawan, secara sempurna merangkum semangat lakonik: dampak maksimal dengan usaha minimal.
Contoh lain yang sering dikutip adalah ketika seorang jenderal dari negara lain membual tentang tembok kotanya yang tinggi dan kuat. Seorang Spartan menanggapinya dengan sederhana, "Bagus untuk dihuni para wanita." Komentar ini, meskipun singkat, mengandung kritik yang tajam: tembok yang kuat menyiratkan bahwa para prianya tidak cukup kuat untuk mempertahankan kota mereka di lapangan terbuka. Bagi seorang Spartan, tembok pertahanan sejati sebuah kota adalah keberanian para prajuritnya. Jawaban-jawaban seperti ini bukan sekadar humor kering; itu adalah cerminan dari seluruh pandangan dunia mereka yang memprioritaskan substansi di atas penampilan, tindakan di atas kata-kata, dan kekuatan inti di atas pertahanan eksternal. Mereka percaya bahwa kata-kata yang berlebihan sering kali digunakan untuk menutupi kekurangan atau ketidakpastian, sebuah kemewahan yang tidak bisa mereka miliki.
Filosofi di Balik Keringkasan: Lebih dari Sekadar Gaya Bicara
Komunikasi lakonik lebih dari sekadar kebiasaan atau gaya bicara; ia berakar pada filosofi hidup yang mendalam yang menghargai kejelasan, efisiensi, dan kejujuran. Ada hubungan yang kuat antara prinsip lakonik dengan aliran pemikiran seperti Stoicisme dan minimalisme. Keduanya sama-sama menekankan pentingnya fokus pada apa yang esensial dan menghilangkan apa yang tidak perlu.
Para penganut Stoicisme, seperti Seneca dan Marcus Aurelius, mengajarkan pentingnya pengendalian diri, rasionalitas, dan hidup selaras dengan alam. Mereka percaya bahwa banyak penderitaan manusia berasal dari hasrat yang tidak terkendali dan keterikatan pada hal-hal eksternal yang tidak penting. Dalam komunikasi, ini diterjemahkan menjadi menghindari keluhan yang berlebihan, gosip yang tidak berguna, dan pidato emosional yang tidak terkendali. Seorang Stoic akan berusaha untuk berbicara dengan tenang, objektif, dan langsung ke intinya. Mereka memahami bahwa kata-kata memiliki kekuatan untuk mengobarkan emosi yang merusak, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, mereka menggunakan kata-kata dengan hati-hati, seolah-olah itu adalah sumber daya yang terbatas dan berharga. Gaya lakonik, dengan penekanannya pada pemikiran sebelum berbicara dan penggunaan kata-kata yang presisi, sangat selaras dengan cita-cita Stoic ini.
Demikian pula, filosofi minimalisme modern, yang menganjurkan untuk hidup hanya dengan apa yang benar-benar kita butuhkan dan hargai, memiliki padanan linguistik dalam lakonisme. Jika minimalisme membersihkan ruang fisik kita dari kekacauan untuk menciptakan ketenangan dan fokus, maka lakonisme membersihkan komunikasi kita dari "kekacauan verbal"—kata-kata pengisi, frasa klise, dan penjelasan berbelit-belit—untuk mencapai kejelasan dan dampak. Seorang minimalis verbal memahami bahwa setiap kata yang tidak perlu melemahkan kekuatan kata-kata yang penting. Dengan memangkas kelebihan, pesan inti menjadi lebih menonjol, lebih mudah dipahami, dan lebih berkesan. Ini adalah pendekatan "lebih sedikit adalah lebih" yang diterapkan pada bahasa.
Inti dari filosofi ini adalah keyakinan bahwa kejelasan pikiran mengarah pada kejelasan ucapan. Seseorang yang berbicara secara bertele-tele sering kali belum sepenuhnya memahami apa yang ingin mereka katakan. Mereka "berpikir dengan bersuara", melemparkan banyak kata dengan harapan beberapa di antaranya akan kena sasaran. Sebaliknya, seorang komunikator lakonik melakukan kerja keras di dalam pikiran mereka terlebih dahulu. Mereka menganalisis situasi, mengidentifikasi poin kunci, dan merumuskan cara paling efisien untuk menyampaikannya. Proses internal ini adalah disiplin mental yang menuntut. Hasilnya adalah komunikasi yang tampak mudah tetapi sebenarnya merupakan produk dari pemikiran yang ketat dan terfokus. Ini adalah penolakan terhadap gagasan bahwa kuantitas ucapan setara dengan kualitas pemikiran. Sebaliknya, ini adalah penegasan bahwa kebijaksanaan sejati sering kali berbisik, bukan berteriak.
Penerapan Modern: Relevansi Lakonik di Era Digital
Meskipun berasal dari dunia kuno, prinsip-prinsip lakonik mungkin lebih relevan saat ini daripada sebelumnya. Kita hidup di era kelebihan informasi (information overload). Setiap hari, kita dibombardir oleh ribuan pesan melalui email, media sosial, aplikasi perpesanan, dan rapat virtual. Rentang perhatian kita semakin pendek, dan kesabaran kita untuk komunikasi yang tidak efisien semakin menipis. Dalam konteks ini, kemampuan untuk berkomunikasi secara lakonik bukan lagi hanya sebuah gaya, tetapi sebuah keterampilan bertahan hidup yang penting.
Di Dunia Bisnis dan Profesional
Dalam lingkungan profesional, waktu adalah uang, dan kejelasan adalah keuntungan. Seorang pemimpin yang dapat memberikan arahan yang ringkas dan jelas akan lebih dihormati dan ditaati daripada seorang manajer yang berbicara berputar-putar dalam rapat. Bayangkan sebuah email: email panjang yang berisi paragraf-paragraf yang tidak relevan kemungkinan besar akan diabaikan atau hanya dibaca sekilas. Sebaliknya, email yang memiliki subjek yang jelas, menyatakan tujuannya di kalimat pertama, dan menyajikan poin-poin penting dalam format poin (bullet points) akan segera dipahami dan ditindaklanjuti. Ini adalah lakonisme dalam tindakan.
Rapat adalah area lain di mana pendekatan lakonik sangat dibutuhkan. Banyak rapat menjadi tidak produktif karena kurangnya fokus dan diskusi yang berlarut-larut. Seorang fasilitator yang lakonik akan menetapkan agenda yang jelas, menjaga diskusi tetap pada jalurnya, dan menyimpulkan poin-poin tindakan secara ringkas di akhir. Mereka mendorong peserta untuk menyampaikan pendapat mereka secara padat dan didukung oleh data, bukan opini yang panjang. Hasilnya adalah rapat yang lebih singkat, lebih fokus, dan jauh lebih produktif.
Bahkan dalam presentasi atau pitching ide, keringkasan adalah kunci. Investor dan eksekutif senior memiliki waktu yang sangat terbatas. Mereka tidak tertarik pada cerita latar belakang yang panjang; mereka ingin tahu inti dari ide tersebut, potensi pasarnya, dan apa yang Anda butuhkan dari mereka. Kemampuan untuk merangkum proposal bisnis yang kompleks ke dalam "elevator pitch" selama 30 detik adalah ujian sejati dari pemahaman dan keterampilan komunikasi lakonik seseorang.
Dalam Komunikasi Digital dan Media Sosial
Platform seperti Twitter, dengan batasan karakternya, secara inheren mendorong bentuk komunikasi yang lakonik. Pengguna yang sukses di platform semacam itu adalah mereka yang dapat merangkum pemikiran kompleks, berita, atau humor ke dalam pesan yang sangat singkat namun kuat. Bahkan di platform tanpa batasan karakter yang ketat, seperti Instagram atau LinkedIn, postingan yang paling menarik sering kali adalah yang memiliki teks yang ringkas dan kuat yang melengkapi visual atau menyampaikan satu pesan utama dengan jelas.
Dalam perpesanan instan, seperti WhatsApp atau Slack, gaya lakonik membantu menjaga percakapan tetap efisien dan tidak mengganggu. Mengirim pesan yang langsung ke intinya lebih dihargai daripada mengirim serangkaian pesan kecil yang terus-menerus memecah konsentrasi penerima. Ini menunjukkan rasa hormat terhadap waktu dan perhatian orang lain.
Dalam Hubungan Personal
Prinsip lakonik juga berlaku dalam hubungan pribadi, meskipun dengan nuansa yang berbeda. Ini bukan tentang menjadi dingin atau tidak komunikatif. Sebaliknya, ini tentang membuat kata-kata Anda lebih bermakna. Permintaan maaf yang tulus dan sederhana seperti, "Aku salah. Maafkan aku," sering kali jauh lebih kuat daripada permintaan maaf yang panjang dan penuh alasan. Demikian pula, ungkapan cinta atau penghargaan yang diucapkan dengan sungguh-sungguh dan ringkas pada saat yang tepat bisa lebih menyentuh daripada pujian yang berbunga-bunga dan berlebihan.
Menjadi pendengar yang baik adalah komponen kunci dari komunikasi lakonik dalam hubungan. Dengan lebih sedikit berbicara, Anda memberikan lebih banyak ruang bagi orang lain untuk mengekspresikan diri. Keheningan Anda menjadi undangan bagi mereka untuk berbagi. Ketika Anda akhirnya berbicara, kata-kata Anda akan memiliki bobot yang lebih besar karena didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang apa yang baru saja Anda dengar. Ini mengubah dinamika percakapan dari persaingan untuk berbicara menjadi kolaborasi untuk saling memahami.
Cara Mengasah Keterampilan Lakonik: Panduan Praktis
Menjadi seorang komunikator yang lakonik bukanlah bakat bawaan, melainkan sebuah keterampilan yang dapat dipelajari dan diasah melalui latihan yang sadar. Ini membutuhkan disiplin mental dan kemauan untuk mengubah kebiasaan komunikasi yang sudah mendarah daging. Berikut adalah beberapa langkah praktis yang dapat Anda ambil untuk mulai mengembangkan gaya bicara dan menulis yang lebih ringkas dan berdampak.
1. Berpikir Sebelum Berbicara: Jeda yang Kuat
Langkah pertama dan paling fundamental adalah membiasakan diri untuk berhenti sejenak sebelum Anda berbicara. Dalam budaya kita yang serba cepat, jeda sering dianggap sebagai tanda keraguan atau ketidaktahuan. Namun, dalam praktik lakonik, jeda adalah alat yang sangat kuat. Jeda memberi Anda waktu sepersekian detik untuk memproses apa yang telah dikatakan, menyaring pemikiran Anda, dan merumuskan respons yang paling tepat dan ringkas. Alih-alih langsung bereaksi dengan pikiran pertama yang muncul di kepala, ambillah napas. Tanyakan pada diri sendiri: "Apa inti dari apa yang perlu saya katakan? Apakah ini perlu dikatakan sekarang?" Latihan sederhana ini dapat secara dramatis mengurangi jumlah kata-kata yang tidak perlu dan meningkatkan kualitas kontribusi Anda dalam percakapan.
2. Edit Diri Sendiri Tanpa Ampun
Baik dalam tulisan maupun ucapan, belajarlah untuk menjadi editor yang kejam bagi diri sendiri. Setelah Anda menulis email atau laporan, baca kembali dengan satu tujuan: memotong setiap kata, frasa, atau kalimat yang tidak memberikan nilai tambah yang esensial. Hilangkan kata-kata keterangan (adverb) yang lemah seperti "sangat", "benar-benar", atau "agak". Ganti frasa yang panjang dengan satu kata yang lebih kuat. Misalnya, ganti "dengan tujuan untuk" dengan "untuk", atau "mengingat fakta bahwa" dengan "karena". Proses yang sama berlaku untuk ucapan. Latihlah meringkas cerita atau penjelasan Anda. Setelah menceritakan sesuatu, tanyakan pada diri sendiri, "Bisakah saya menceritakan itu dengan setengah jumlah kata?" Praktik ini akan melatih otak Anda untuk secara otomatis mencari cara yang paling efisien untuk mengekspresikan ide.
3. Fokus pada Kata Benda dan Kata Kerja yang Kuat
Tulang punggung bahasa adalah kata benda dan kata kerja. Komunikasi yang kuat dan lakonik dibangun di atas fondasi ini. Alih-alih mengandalkan kata sifat dan kata keterangan yang berlebihan untuk menggambarkan sesuatu, carilah kata benda dan kata kerja yang lebih presisi dan menggugah. Sebagai contoh, alih-alih mengatakan, "Dia berjalan dengan sangat cepat menyusuri lorong dengan ekspresi marah," Anda bisa mengatakan, "Dia bergegas menyusuri lorong, wajahnya menegang." Kalimat kedua lebih pendek, lebih visual, dan lebih berdampak. Dengan memilih kata-kata inti yang kuat, Anda dapat menyampaikan makna yang kaya tanpa perlu banyak hiasan.
4. Kuasai Seni Keheningan
Orang sering merasa tidak nyaman dengan keheningan dalam percakapan dan merasa perlu mengisinya dengan obrolan ringan. Seorang komunikator lakonik memahami bahwa keheningan adalah bagian integral dari komunikasi. Keheningan dapat digunakan secara strategis untuk memberikan penekanan pada poin yang baru saja Anda buat, memberi audiens waktu untuk berpikir, atau untuk mendorong orang lain berbicara. Jangan takut pada jeda. Peluklah keheningan sebagai ruang untuk refleksi. Seringkali, apa yang tidak dikatakan bisa sama kuatnya dengan apa yang dikatakan.
5. Latih Teknik "Satu Kalimat"
Untuk setiap ide kompleks atau argumen yang ingin Anda sampaikan, tantang diri Anda untuk merangkumnya dalam satu kalimat tunggal yang jelas dan kuat. Latihan ini, yang sering digunakan oleh penulis dan jurnalis, memaksa Anda untuk menyaring pemikiran Anda ke esensinya yang paling murni. Jika Anda tidak dapat menjelaskan ide Anda dalam satu kalimat, kemungkinan besar Anda belum sepenuhnya memahaminya. Setelah Anda memiliki kalimat inti tersebut, Anda dapat memilih untuk mengembangkannya jika diperlukan, tetapi Anda akan selalu memiliki fondasi yang solid dan ringkas untuk kembali.
Sisi Gelap Lakonisme: Kapan Keringkasan Menjadi Bumerang
Meskipun komunikasi lakonik memiliki banyak keuntungan, penting untuk menyadari bahwa gaya ini bukanlah solusi satu ukuran untuk semua. Seperti alat apa pun, penggunaannya harus disesuaikan dengan konteks, audiens, dan tujuan. Jika diterapkan secara tidak tepat atau berlebihan, keringkasan dapat dengan mudah disalahartikan dan menjadi kontraproduktif. Ada sisi gelap dari lakonisme di mana efisiensi berubah menjadi ketidakpedulian, dan ketegasan berubah menjadi kekasaran.
Salah satu risiko terbesar adalah persepsi sebagai orang yang dingin, tidak ramah, atau sombong. Dalam banyak budaya dan situasi sosial, basa-basi dan obrolan ringan berfungsi sebagai perekat sosial yang penting. Ini adalah cara untuk membangun hubungan, menunjukkan minat, dan menciptakan suasana yang nyaman. Seseorang yang secara konsisten menghindari interaksi semacam ini dan hanya berbicara ketika ada hal "penting" untuk dikatakan dapat dianggap menjaga jarak atau tidak tertarik pada orang lain. Dalam situasi yang membutuhkan empati—seperti menghibur teman yang sedang berduka atau menangani keluhan pelanggan yang emosional—jawaban yang terlalu singkat dan logis dapat terasa meremehkan dan tidak berperasaan, bahkan jika niatnya baik.
Konteks budaya juga memainkan peran yang sangat besar. Di beberapa budaya, terutama di Asia dan Amerika Latin, komunikasi tidak langsung dan hubungan personal sangat dihargai. Langsung ke inti permasalahan tanpa membangun hubungan terlebih dahulu bisa dianggap tidak sopan atau agresif. Di lingkungan seperti ini, pendekatan yang sepenuhnya lakonik dapat merusak negosiasi bisnis atau hubungan kerja. Sebaliknya, di budaya lain, seperti di Jerman atau Belanda, komunikasi yang langsung dan efisien lebih dihargai, dan basa-basi yang berlebihan mungkin dianggap sebagai pemborosan waktu. Oleh karena itu, kecerdasan emosional dan kesadaran budaya sangat penting untuk mengetahui kapan harus menerapkan prinsip lakonik dan kapan harus melonggarkannya.
Selain itu, ada bahaya bahwa keringkasan dapat menyebabkan ambiguitas. Meskipun tujuan lakonisme adalah kejelasan, menghilangkan terlalu banyak konteks atau detail dapat membuat pesan menjadi tidak jelas atau terbuka untuk berbagai interpretasi. Apa yang tampak jelas bagi pengirim mungkin membingungkan bagi penerima yang tidak memiliki informasi latar belakang yang sama. Dalam komunikasi teknis, hukum, atau medis, misalnya, presisi dan kelengkapan informasi sering kali lebih penting daripada keringkasan. Mengorbankan detail penting demi singkatnya pesan dapat menyebabkan kesalahan fatal.
Pada akhirnya, kunci untuk menggunakan lakonisme secara efektif adalah kebijaksanaan. Ini tentang mengetahui audiens Anda, memahami tujuan komunikasi Anda, dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan gaya Anda. Lakonisme yang sejati bukanlah tentang menjadi robot yang hanya mengeluarkan data. Ini tentang menyampaikan kebenaran yang esensial dengan cara yang paling berdampak, dan terkadang, dampak itu membutuhkan sedikit kehangatan, beberapa kata tambahan untuk konteks, atau sekadar pengakuan atas emosi manusia.
Kesimpulan: Seni Memilih Kata yang Tepat
Perjalanan kita melalui dunia komunikasi lakonik membawa kita dari medan perang Sparta kuno ke ruang rapat digital modern. Kita telah melihat bagaimana sebuah gaya bicara yang lahir dari disiplin militer yang keras tetap memiliki relevansi yang mendalam di dunia yang jenuh dengan informasi. Lakonisme, pada intinya, adalah tentang penghormatan—penghormatan terhadap kekuatan kata-kata, penghormatan terhadap waktu dan perhatian audiens, dan penghormatan terhadap kejelasan pikiran kita sendiri.
Ini bukanlah sebuah advokasi untuk keheningan yang pasif atau komunikasi yang minimalis secara ekstrem. Sebaliknya, ini adalah panggilan untuk menjadi lebih sadar dan disengaja dalam cara kita menggunakan bahasa. Ini adalah tantangan untuk memprioritaskan substansi di atas volume, makna di atas kebisingan. Dalam setiap interaksi, kita dihadapkan pada pilihan: apakah kita akan menambah kekacauan verbal di dunia, atau apakah kita akan menawarkan momen kejelasan yang ringkas dan kuat?
Mengadopsi pendekatan yang lebih lakonik membutuhkan latihan, kesabaran, dan keberanian untuk melawan dorongan untuk mengisi setiap keheningan. Ini menuntut kita untuk berpikir lebih dalam sebelum berbicara, mendengarkan lebih saksama, dan memiliki keyakinan bahwa ide-ide terbaik tidak memerlukan hiasan yang rumit. Hasilnya adalah komunikasi yang tidak hanya lebih efisien, tetapi juga lebih berwibawa, lebih berkesan, dan pada akhirnya, lebih jujur.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, seni komunikasi lakonik menawarkan sebuah oase ketenangan dan kekuatan. Ini mengingatkan kita bahwa terkadang, dampak terbesar tidak datang dari pidato yang berapi-api, tetapi dari satu kata yang dipilih dengan sempurna. Ini adalah seni abadi untuk berbicara sedikit, namun bermakna banyak.