Memahami Bahasa: Perbedaan Fundamental Antara Langue dan Parole

LANGUE (Sistem Kolektif & Abstrak) Parole: Ucapan A Parole: Teks Tulis B Parole: Percakapan C Parole: Isyarat D

Diagram konseptual yang membedakan Langue sebagai sistem pusat yang abstrak dan kolektif, dengan Parole sebagai berbagai wujud ujaran individual yang berasal darinya.

Setiap hari, kita berkomunikasi. Kita berbicara, menulis, mendengar, dan membaca tanpa banyak berpikir tentang keajaiban yang mendasarinya. Bagaimana mungkin serangkaian getaran suara atau coretan tinta bisa menyampaikan ide, emosi, dan informasi kompleks dengan begitu efektif? Pertanyaan inilah yang menjadi inti dari linguistik modern, sebuah disiplin yang berutang besar pada pemikiran revolusioner seorang ahli bahasa Swiss, Ferdinand de Saussure. Salah satu kontribusi terbesarnya adalah sebuah dikotomi, sebuah pemisahan konseptual yang menjadi fondasi bagi studi bahasa: perbedaan antara langue dan parole.

Pada pandangan pertama, istilah-istilah ini mungkin terdengar asing dan akademis. Namun, konsep di baliknya sangatlah intuitif dan fundamental untuk memahami cara kerja bahasa. Membedah perbedaan antara langue dan parole bukan hanya sekadar latihan teoretis; ini adalah kunci untuk membuka pemahaman tentang bagaimana bahasa berfungsi sebagai sistem sosial yang stabil sekaligus sebagai alat ekspresi individu yang dinamis. Artikel ini akan menjelajahi secara mendalam kedua konsep ini, hubungan dialektis di antara keduanya, serta implikasinya yang luas, tidak hanya dalam linguistik, tetapi juga dalam cara kita memandang struktur sosial dan budaya secara keseluruhan.

Bab 1: Mendefinisikan Langue – Gudang Abstrak Bahasa

Untuk memahami langue, bayangkan bahasa bukan sebagai ucapan yang kita dengar, melainkan sebagai seperangkat aturan tak tertulis yang tersimpan di benak setiap anggota komunitas tutur. Langue adalah sistem, struktur, atau "tata bahasa" kolektif yang memungkinkan komunikasi terjadi. Ini adalah aspek sosial dan abstrak dari bahasa.

Saussure menggambarkannya sebagai sebuah produk sosial yang disimpan secara pasif oleh individu. Ia tidak lengkap di dalam satu individu; ia hanya ada secara sempurna di dalam kolektivitas. Anda tidak dapat menunjuk langue secara fisik. Anda tidak dapat memotretnya atau merekamnya. Ia adalah sebuah sistem virtual yang terdiri dari konvensi-konvensi yang diperlukan oleh sebuah komunitas untuk saling memahami. Ini mencakup segala hal, mulai dari kosakata (leksikon), aturan pembentukan kata (morfologi), aturan penyusunan kalimat (sintaksis), hingga sistem suara yang membedakan makna (fonologi).

Langue adalah sisi sosial dari bahasa, berada di luar individu, yang dengan sendirinya tidak dapat menciptakannya atau memodifikasinya; ia hanya ada berdasarkan semacam kontrak yang disepakati oleh anggota komunitas.

Untuk membuatnya lebih konkret, mari kita gunakan beberapa analogi. Pikirkan langue seperti aturan permainan catur. Aturan tersebut (bagaimana bidak bergerak, apa tujuan permainan, kondisi skakmat) ada secara independen dari setiap permainan catur yang pernah dimainkan. Aturan-aturan ini adalah sistem yang sama untuk semua pemain. Tanpa pemahaman bersama tentang aturan ini, permainan catur tidak akan mungkin terjadi. Aturan-aturan inilah langue dari catur.

Analogi lain yang kuat adalah lembaran musik. Notasi, kunci, tempo, dan semua simbol pada sebuah partitur musik adalah langue. Ia adalah sistem yang memungkinkan para musisi, bahkan yang belum pernah bertemu, untuk memainkan karya yang sama dengan cara yang dapat dikenali. Partitur itu sendiri adalah sebuah sistem abstrak. Ia belum menjadi musik sampai dimainkan.

Sifat-sifat utama dari langue dapat diringkas sebagai berikut:

Dalam studi linguistik, Saussure berpendapat bahwa objek studi yang sejati dan ilmiah adalah langue. Mengapa? Karena ia adalah sistem yang terstruktur dan dapat dianalisis secara sistematis, berbeda dengan sifatnya yang acak dan tak terbatas. Dengan memfokuskan pada langue, Saussure memindahkan fokus linguistik dari studi sejarah evolusi kata (diakronis) ke studi tentang bagaimana bahasa berfungsi sebagai sistem yang koheren pada satu waktu tertentu (sinkronis). Ini adalah sebuah revolusi metodologis yang melahirkan pendekatan strukturalis dalam ilmu-ilmu kemanusiaan.

Bab 2: Mengenal Parole – Aktualisasi Individu dari Bahasa

Jika langue adalah sistem abstrak, maka parole adalah manifestasi konkret dan individual dari sistem tersebut. Parole adalah tindakan berbicara atau menulis yang sebenarnya. Setiap kali Anda mengucapkan sebuah kalimat, menulis email, atau bahkan berpikir dalam kata-kata, Anda sedang terlibat dalam parole. Ini adalah penggunaan bahasa secara aktif dan nyata di dunia.

Kembali ke analogi kita, jika langue adalah aturan catur, maka parole adalah setiap permainan catur spesifik yang pernah dimainkan. Setiap permainan unik, penuh dengan strategi, kesalahan, dan pilihan individual para pemain, namun semuanya tetap terikat oleh aturan yang sama. Jika langue adalah partitur musik, maka parole adalah pertunjukan musik oleh seorang musisi atau orkestra pada malam tertentu. Setiap pertunjukan memiliki nuansa, tempo, dan interpretasi yang sedikit berbeda, bahkan jika mereka memainkan partitur yang sama.

Parole, menurut Saussure, adalah realisasi dari potensi yang terkandung dalam langue. Ia adalah penggunaan kode bahasa oleh seorang penutur untuk mengekspresikan pemikiran pribadinya. Oleh karena itu, parole memiliki karakteristik yang berlawanan dengan langue:

Parole, sebaliknya, adalah tindakan individual dari kehendak dan kecerdasan. Di dalamnya, kita harus membedakan: (1) kombinasi yang digunakan penutur untuk memanfaatkan kode bahasa guna mengekspresikan pemikiran pribadinya; (2) mekanisme psikofisik yang memungkinkannya untuk mengeksternalisasi kombinasi tersebut.

Penting untuk dipahami bahwa parole bukanlah sekadar "kebisingan" acak. Ia adalah aktualisasi yang bermakna dari langue. Ketika Anda mendengar seseorang berbicara, Anda secara tidak sadar memfilter heterogenitas parole (aksen, kecepatan bicara, dll.) dan merujuknya kembali ke sistem langue yang Anda bagi bersama untuk memahami maknanya. Misalnya, baik penutur dengan aksen Jawa yang kental maupun penutur dengan aksen Jakarta modern yang mengucapkan "makan", keduanya akan dipahami merujuk pada konsep yang sama dalam leksikon (kosakata) langue bahasa Indonesia.

Karena sifatnya yang tak terbatas dan bervariasi, Saussure merasa sulit untuk menjadikan parole sebagai objek studi yang sistematis. Namun, pandangan ini kemudian banyak dikritik dan dikembangkan oleh para linguis setelahnya, yang berpendapat bahwa justru dalam parole-lah bahasa hidup, berubah, dan bernegosiasi dengan konteks sosialnya.

Bab 3: Hubungan Dialektis: Saling Ketergantungan Langue dan Parole

Meskipun Saussure memisahkan langue dan parole secara analitis, ia sepenuhnya menyadari bahwa keduanya tidak dapat ada tanpa satu sama lain. Hubungan mereka bersifat dialektis: saling membentuk dan saling bergantung. Memahami hubungan timbal balik ini adalah inti dari pemahaman dikotomi Saussurean.

Bagaimana Langue Membentuk Parole?

Ini adalah hubungan yang paling jelas. Langue adalah prasyarat untuk parole. Tanpa adanya sistem aturan dan konvensi bersama, setiap ujaran individu akan menjadi serangkaian suara acak yang tidak dapat dipahami. Langue menyediakan "perkakas" – kata-kata, aturan tata bahasa, struktur kalimat – yang kita gunakan untuk membangun ujaran kita. Ketika seorang anak belajar bahasa, ia tidak hanya meniru suara (parole), tetapi secara bertahap menginternalisasi sistem di baliknya (langue).

Bayangkan mencoba membangun sebuah rumah tanpa pengetahuan tentang prinsip-prinsip arsitektur atau tanpa bahan bangunan standar seperti batu bata dan semen. Anda mungkin bisa menumpuk beberapa batu, tetapi hasilnya tidak akan menjadi struktur yang koheren atau fungsional. Demikian pula, tanpa langue, parole akan menjadi tumpukan suara yang tidak berarti. Langue memberikan kerangka yang membuat parole menjadi mungkin dan bermakna.

Bagaimana Parole Membentuk Langue?

Hubungan ini lebih subtil tetapi sama pentingnya. Langue, meskipun relatif stabil, tidaklah statis selamanya. Bahasa terus berevolusi: kata-kata baru muncul, makna lama bergeser, dan struktur tata bahasa berubah. Dari mana datangnya perubahan ini? Jawabannya adalah dari parole.

Setiap tindakan parole adalah potensi inovasi. Ketika seorang penutur menggunakan kata dengan cara baru, menciptakan neologisme (kata baru), atau sedikit mengubah pola kalimat untuk efek tertentu, ia sedang memperkenalkan variasi ke dalam sistem. Sebagian besar inovasi ini bersifat sementara dan tidak menyebar. Namun, jika sebuah inovasi diadopsi oleh cukup banyak penutur lain dalam komunitas dan digunakan secara konsisten dari waktu ke waktu, ia dapat secara bertahap menjadi bagian dari sistem. Ia beralih dari sekadar fitur parole individu menjadi bagian dari konvensi langue yang diterima.

Pikirkan kata-kata gaul seperti "mager" (malas gerak) atau "baper" (bawa perasaan) dalam bahasa Indonesia. Awalnya, ini adalah tindakan parole yang inovatif oleh sekelompok kecil orang. Namun, karena penggunaannya menyebar luas melalui media sosial dan percakapan sehari-hari, kata-kata ini kini telah menjadi bagian dari leksikon informal bahasa Indonesia, bagian dari langue bagi banyak penutur. Inilah bukti nyata bagaimana tindakan-tindakan parole kolektif secara perlahan mengubah dan memperbarui langue.

Langue diperlukan agar parole dapat dipahami dan menghasilkan semua efeknya; tetapi parole diperlukan agar langue dapat terbentuk; secara historis, fakta parole selalu datang lebih dulu.

Saussure menggunakan metafora yang indah untuk ini: langue adalah perbendaharaan yang dipasok oleh individu melalui praktik parole mereka. Dengan kata lain, bahasa hidup dan diperbarui melalui penggunaannya. Tanpa tindakan berbicara yang terus-menerus, langue akan menjadi bahasa mati, sebuah artefak historis yang beku dalam waktu.

Jadi, kita melihat sebuah siklus yang berkelanjutan: langue (sistem) memungkinkan parole (tindakan), dan parole (tindakan) secara kolektif menegaskan kembali dan secara bertahap mengubah langue (sistem). Keduanya adalah dua sisi dari mata uang yang sama, yaitu fenomena bahasa manusia secara keseluruhan.

Bab 4: Implikasi Luas dari Dikotomi Langue dan Parole

Pemisahan konseptual antara langue dan parole lebih dari sekadar alat bantu dalam linguistik. Ia menjadi model dasar bagi gerakan intelektual yang lebih besar yang dikenal sebagai strukturalisme. Ide bahwa di balik fenomena permukaan yang beragam dan kacau (seperti parole) terdapat sebuah sistem struktur yang tersembunyi dan mendasarinya (seperti langue) diadopsi di berbagai bidang ilmu kemanusiaan.

Dalam Antropologi

Antropolog Claude Lévi-Strauss menerapkan model ini untuk mempelajari mitos, sistem kekerabatan, dan praktik budaya lainnya. Ia berpendapat bahwa berbagai versi mitos yang berbeda di berbagai budaya (yang dapat dianggap sebagai parole) sebenarnya adalah manifestasi dari struktur pemikiran manusia yang universal dan mendasarinya (sebuah langue mitologis). Ia mencari "tata bahasa" dari mitos, aturan-aturan biner (seperti mentah/matang, alam/budaya) yang mengatur semua narasi budaya.

Dalam Kritik Sastra

Para kritikus sastra strukturalis, seperti Roland Barthes, melihat sebuah karya sastra (novel, puisi) sebagai sebuah tindakan parole. Tugas kritikus, dalam pandangan ini, bukanlah untuk menafsirkan niat penulis atau makna unik dari teks tersebut, melainkan untuk mengungkap bagaimana teks tersebut beroperasi dalam sistem penandaan yang lebih besar (langue sastra). Mereka menganalisis konvensi genre, kode naratif, dan struktur plot yang memungkinkan sebuah teks memiliki makna bagi pembacanya.

Dalam Semiotika

Semiotika, atau studi tentang tanda, melihat bahasa sebagai sistem tanda utama, tetapi model langue/parole dapat diterapkan pada sistem tanda non-linguistik lainnya. Ambil contoh sistem mode. Langue-nya adalah seperangkat aturan dan konvensi tak tertulis tentang apa yang dianggap pantas atau modis dalam konteks tertentu (misalnya, setelan jas untuk bisnis, gaun untuk pesta). Pakaian yang dikenakan oleh seorang individu pada hari tertentu adalah parole – ekspresi pribadi dalam kerangka sistem tersebut. Individu dapat mengikuti aturan, sedikit melanggarnya untuk gaya, atau menolaknya sama sekali, tetapi tindakan mereka selalu bermakna dalam kaitannya dengan langue mode yang ada.

Dalam Psikologi

Psikoanalis Jacques Lacan sangat dipengaruhi oleh Saussure. Ia menyatakan bahwa "alam bawah sadar terstruktur seperti bahasa." Dalam modelnya, pengalaman dan hasrat individu yang kacau (mirip parole) diatur oleh struktur simbolik yang mendasarinya (mirip langue), yang ia sebut sebagai Tatanan Simbolik.

Implikasi ini menunjukkan betapa kuatnya dikotomi langue/parole. Ia menyediakan sebuah metode untuk mencari keteraturan dalam kekacauan, untuk menemukan sistem dalam variasi. Ia mengajarkan kita untuk melihat melampaui peristiwa individual dan bertanya: "Struktur apa yang mendasari dan memungkinkan peristiwa ini terjadi?"

Bab 5: Kritik dan Pengembangan Lebih Lanjut

Meskipun sangat berpengaruh, dikotomi Saussure tidak luput dari kritik. Banyak pemikir setelahnya merasa bahwa pemisahan yang kaku antara sistem sosial (langue) dan penggunaan individual (parole) terlalu menyederhanakan kompleksitas bahasa dalam kehidupan nyata. Kritik-kritik ini tidak meniadakan pentingnya Saussure, tetapi justru memperkaya dan mengembangkan pemikirannya.

Kritik dari Sosiolinguistik

Para sosiolinguis seperti William Labov berpendapat bahwa langue Saussure terlalu ideal dan monolitik. Konsep langue yang homogen mengabaikan fakta bahwa di dalam satu komunitas bahasa terdapat variasi yang sistematis berdasarkan kelas sosial, etnis, usia, dan gender. Variasi ini bukanlah "kesalahan" acak dari parole, melainkan bagian dari struktur sosial bahasa itu sendiri. Sosiolinguistik justru menjadikan variasi dalam penggunaan bahasa sebagai objek studinya, sesuatu yang oleh Saussure dikesampingkan ke ranah parole.

Kritik dari Pragmatik dan Filsafat Bahasa

Filsuf bahasa seperti J.L. Austin dan John Searle mengembangkan teori tindak tutur (speech act theory). Mereka menunjukkan bahwa ketika kita berbicara, kita tidak hanya mengatakan sesuatu (tindak lokusi), tetapi kita juga melakukan sesuatu (tindak ilokusi). Mengatakan "Saya berjanji akan datang" bukan hanya sekadar merangkai kata, tetapi juga melakukan tindakan berjanji. Fokus pada "tindakan" ini mengaburkan batas antara langue dan parole, karena makna tidak hanya terletak pada sistem, tetapi juga pada niat pembicara dan konteks ujaran, yang merupakan domain parole.

Pengembangan oleh Noam Chomsky

Linguis Noam Chomsky memperkenalkan dikotominya sendiri yang sering dibandingkan dengan Saussure: kompetensi (competence) dan performa (performance). Kompetensi mirip dengan langue, yaitu pengetahuan abstrak seorang penutur ideal tentang aturan bahasanya. Performa mirip dengan parole, yaitu penggunaan bahasa yang sebenarnya dalam situasi konkret, lengkap dengan kesalahan dan keterbatasan memori.

Namun, ada perbedaan krusial. Bagi Saussure, langue adalah fenomena sosial-kolektif. Bagi Chomsky, kompetensi adalah fenomena psikologis-individual. Fokus Chomsky adalah pada kapasitas kognitif bawaan manusia untuk berbahasa (tata bahasa universal), bukan pada konvensi sosial. Meskipun paralel, pergeseran dari sosial ke kognitif ini merupakan perubahan paradigma yang signifikan dalam linguistik.

Pandangan Mikhail Bakhtin

Pemikir Rusia Mikhail Bakhtin menawarkan kritik yang mendalam. Ia menolak pandangan langue sebagai sistem abstrak yang dingin. Baginya, bahasa pada dasarnya bersifat dialogis. Setiap ujaran (parole) selalu merupakan respons terhadap ujaran sebelumnya dan mengantisipasi respons di masa depan. Kata-kata tidak pernah netral; mereka selalu sarat dengan sejarah penggunaan, intonasi sosial, dan "suara" orang lain. Bagi Bakhtin, memisahkan bahasa dari dialog dan konteks hidupnya berarti membunuhnya.

Kritik-kritik ini menyoroti bahwa garis antara sistem dan penggunaan, antara sosial dan individual, jauh lebih kabur dan dinamis daripada yang mungkin disiratkan oleh model awal Saussure. Namun, fakta bahwa para pemikir besar ini masih berdialog dengan dikotomi Saussure—baik untuk mengkritik, merevisi, maupun membangun di atasnya—menunjukkan betapa fundamental dan kuatnya ide asli tersebut.

Kesimpulan: Warisan Abadi Langue dan Parole

Dikotomi antara langue dan parole yang diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure adalah salah satu pilar pemikiran linguistik dan strukturalis modern. Ia memberikan kita sebuah lensa yang kuat untuk memahami dualitas mendasar dari bahasa: sebagai sistem struktur kolektif yang stabil dan sebagai arena ekspresi individu yang dinamis dan tak terbatas.

Langue adalah kerangka kerja sosial, gudang pengetahuan bersama yang memungkinkan kita berkomunikasi. Ia adalah tata bahasa, leksikon, dan fonologi yang kita internalisasi sebagai anggota komunitas bahasa. Ia bersifat abstrak, esensial, dan relatif permanen. Di sisi lain, parole adalah realisasi dari kerangka kerja tersebut. Ia adalah setiap tindakan berbicara dan menulis yang konkret, individual, dan bervariasi. Ia adalah bahasa dalam tindakan, tempat di mana sistem dihidupkan, diuji, dan pada akhirnya, diubah.

Hubungan antara keduanya bukanlah hubungan satu arah, melainkan sebuah siklus yang saling menghidupi. Langue membuat parole bermakna, sementara jutaan tindakan parole secara kolektif menegaskan dan mereformasi langue dari waktu ke waktu. Meskipun para pemikir selanjutnya telah menunjukkan keterbatasan dan perlunya nuansa dalam pemisahan yang kaku ini, nilai heuristik dari dikotomi ini tetap tak terbantahkan. Ia memaksa kita untuk berpikir secara struktural, untuk mencari pola di balik permukaan, dan untuk menghargai keseimbangan yang rumit antara konvensi sosial dan kebebasan individu.

Pada akhirnya, setiap kali kita berbicara, kita secara bersamaan memanfaatkan sistem kuno yang diwariskan kepada kita (langue) dan menciptakan sesuatu yang baru dan unik pada saat itu (parole). Dalam tarian yang elegan antara struktur dan tindakan inilah keajaiban bahasa manusia terungkap sepenuhnya.