Leksionarium, dalam konteks Gereja Katolik dan tradisi liturgi lainnya, bukanlah sekadar daftar bacaan. Ia adalah arsitektur teologis yang terstruktur, dirancang untuk menghadirkan keseluruhan kisah keselamatan kepada umat beriman melalui siklus waktu tertentu. Sebagai inti dari Liturgia Verbi (Liturgi Sabda), leksionarium berfungsi sebagai panduan yang cermat, memastikan bahwa Kitab Suci—Perjanjian Lama, Mazmur, Surat Para Rasul, dan Injil—disajikan secara sistematis, harmonis, dan proporsional sepanjang tahun liturgi.
Pemahaman mendalam tentang leksionarium sangat penting, tidak hanya bagi klerus dan lektor, tetapi juga bagi setiap umat yang ingin memaksimalkan perjumpaan mereka dengan Sabda Tuhan. Ia menyingkapkan bagaimana Gereja menafsirkan waktu, sejarah keselamatan, dan relasi mendalam antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru melalui lensa Kristus.
Secara etimologi, kata ‘leksionarium’ berasal dari bahasa Latin lectio (pembacaan). Leksionarium adalah buku liturgi resmi yang memuat koleksi perikop Kitab Suci yang harus dibacakan dalam perayaan liturgi, khususnya Misa atau Ibadat Harian (Liturgi Jam). Berbeda dengan Kitab Suci (Alkitab) yang memuat teks secara lengkap dan berurutan, leksionarium hanya memuat bagian-bagian spesifik yang telah dipilih dan diatur sesuai dengan kekayaan misteri Kristus yang dirayakan oleh Gereja sepanjang tahun.
Struktur pemilihan ini tidaklah acak. Ia didasarkan pada prinsip-prinsip teologis yang kuat, berupaya menyelaraskan waktu Gereja (Tahun Liturgi) dengan kisah keselamatan (Sejarah Keselamatan). Tujuannya adalah edukasi iman yang bertahap dan menyeluruh, yang oleh Konsili Vatikan II disebut sebagai upaya untuk 'membuka harta karun Alkitab dengan lebih luas'.
Meskipun praktik pembacaan terstruktur sudah ada sejak zaman Gereja Purba, Leksionarium Misa (Ordo Lectionum Missae - OLM) yang digunakan saat ini merupakan hasil reformasi liturgi besar yang diprakarsai oleh Konstitusi tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concilium (1963). Dokumen ini secara eksplisit meminta agar pembacaan Kitab Suci disajikan kepada umat dengan lebih kaya dan beragam.
“Agar meja Sabda Tuhan disajikan lebih mewah bagi kaum beriman, harta karun Alkitab haruslah dibuka secara lebih luas, sehingga dalam jangka waktu beberapa tahun, bagian-bagian yang lebih penting dari Kitab Suci dapat dibacakan kepada umat.” (SC, No. 51).
Implementasi dari permintaan ini menghasilkan revisi total leksionarium pada tahun 1969, yang memperkenalkan siklus pembacaan tiga tahunan (A, B, C) untuk hari Minggu dan siklus dua tahunan (I, II) untuk hari biasa. Reformasi ini merupakan salah satu pencapaian terbesar dalam sejarah liturgi modern, memberikan akses yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap seluruh spektrum Kitab Suci.
Leksionarium memiliki tiga fungsi teologis utama dalam perayaan:
Praktik membaca teks suci di hadapan jemaat berasal langsung dari tradisi sinagoga Yahudi. Di sinagoga, pembacaan Taurat dan Nabi diatur dalam siklus yang ketat. Ketika Kekristenan muncul, pola ini diadopsi. Pada mulanya, Gereja hanya memiliki dua pembacaan utama dalam perayaan Ekaristi:
Dokumen-dokumen awal, seperti Didache dan tulisan Yustinus Martir (abad ke-2), mengkonfirmasi bahwa pembacaan kitab-kitab para rasul dan Injil adalah bagian integral dari pertemuan hari Minggu. Namun, pada masa ini, pembacaan sering dipilih ad libitum (sesuai kebutuhan) oleh uskup atau imam, meskipun ada kecenderungan untuk mengikuti Injil yang berkaitan dengan hari raya tertentu (misalnya, pembacaan Kebangkitan pada hari Paskah).
Seiring pertumbuhan Gereja, mulai muncul siklus pembacaan regional yang lebih terstruktur, terutama di pusat-pusat liturgi besar seperti Roma, Yerusalem, dan Antiokhia. Perkembangan ini dibagi menjadi dua tradisi utama:
Setelah Konsili Trente, Missale Romanum (1570) memberlakukan Leksionarium Romawi standar yang sangat ringkas dan sederhana, yang dikenal sebagai Leksionarium satu tahun. Dalam sistem ini:
Keterbatasan ini menjadi kritik utama pada abad ke-20. Umat hanya disajikan dengan fragmen Kitab Suci, yang menghalangi pemahaman mereka tentang keseluruhan sejarah keselamatan. Hal inilah yang mendorong para Bapa Konsili Vatikan II untuk melakukan reformasi mendasar.
Leksionarium Misa (OLM) yang saat ini berlaku dirancang untuk memastikan bahwa umat beriman, dalam jangka waktu beberapa tahun, dapat mencakup sebagian besar bagian yang penting dari Kitab Suci. Struktur ini membagi tahun liturgi menjadi dua kategori utama, masing-masing dengan siklus pembacaannya sendiri.
Siklus hari Minggu dirancang untuk berputar setiap tiga tahun, yang ditandai dengan tahun A, tahun B, dan tahun C. Setiap tahun berfokus pada salah satu Injil Sinoptik utama (Matius, Markus, dan Lukas).
Tahun A didominasi oleh Injil Matius. Matius dipilih karena fokusnya yang kuat pada ajaran Kristus (termasuk Kotbah di Bukit) dan penekanannya pada Yesus sebagai Mesias, penggenap Perjanjian Lama. Tahun A sering dianggap paling sesuai untuk pengajaran katekese karena struktur Matius yang tertata rapi.
Tahun B didominasi oleh Injil Markus. Karena Markus adalah Injil terpendek, beberapa Minggu Biasa harus diisi dengan pembacaan yang diperpanjang dari Injil Yohanes, terutama di Minggu-minggu setelah Paskah dan Minggu ke-17 hingga ke-21 (fokus pada Roti Hidup). Markus menekankan keilahian Yesus yang tersembunyi (Rahasia Mesianik) dan perlunya salib.
Tahun C didominasi oleh Injil Lukas. Lukas dikenal karena penekanannya pada belas kasihan Allah, peran Roh Kudus, doa, dan perhatian terhadap kaum miskin serta perempuan. Perumpamaan-perumpamaan unik Lukas (seperti Anak yang Hilang) disajikan pada tahun ini.
Pembacaan Injil Yohanes: Meskipun Yohanes tidak memiliki tahun siklus sendiri, ia selalu dimasukkan pada masa-masa liturgi yang paling penting: Adven Akhir, Prapaskah, dan terutama Paskah (Tahun A, B, dan C).
Pembacaan untuk Misa harian (Senin hingga Sabtu, di luar masa khusus dan hari raya) diatur dalam siklus dua tahunan:
Siklus Hari Biasa ini bertujuan untuk membaca Kitab Suci secara semi-kontinu. Ini berarti pembacaan berlanjut dari satu hari ke hari berikutnya melalui satu kitab, kecuali jika terputus oleh hari raya khusus. Dalam dua tahun, sebagian besar Perjanjian Baru, kecuali Yohanes, akan selesai dibacakan.
Setiap Misa memiliki struktur pembacaan yang ditetapkan, bertujuan menciptakan dialog antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru:
Untuk Hari Minggu dan Hari Raya, pembacaan pertama hampir selalu diambil dari Perjanjian Lama. Pemilihan teks PL ini dilakukan dengan prinsip harmonisasi tematik. Artinya, teks PL tersebut harus memiliki hubungan profetis, tipologis, atau tematik yang kuat dengan Injil yang akan dibacakan.
Pengecualian: Selama masa Paskah, Pembacaan Pertama selalu diambil dari Kisah Para Rasul. Ini menunjukkan bagaimana Sabda (Kristus) terus hidup dan bekerja melalui Gereja yang baru lahir.
Mazmur Tanggapan berfungsi sebagai meditasi atau respons umat terhadap Sabda yang baru saja didengarkan. Mazmur ini dipilih agar secara tematik selaras dengan Pembacaan Pertama dan Injil. Ia mengajak umat untuk merespons Sabda Tuhan dengan doa dan pujian.
Pembacaan kedua (hanya ada pada Hari Minggu dan Hari Raya) hampir selalu diambil dari Surat-surat Para Rasul (misalnya Roma, Korintus, Ibrani, atau Wahyu). Tidak seperti Pembacaan Pertama, yang harmonis dengan Injil, Pembacaan Kedua mengikuti prinsip pembacaan kontinu. Artinya, ia dibacakan secara berurutan, pasal demi pasal, terlepas dari tema Injil hari itu. Hal ini memungkinkan umat mendengarkan seluruh pemikiran dan pengajaran dari seorang Rasul secara utuh.
Injil adalah puncak dari Liturgi Sabda. Teks Injil adalah yang menentukan tema utama untuk hari itu, dan semua pembacaan lain dipilih untuk memberikan konteks, latar belakang Perjanjian Lama, atau refleksi teologis atas peristiwa Injil tersebut.
Pembacaan selama masa khusus (Adven, Natal, Prapaskah, Paskah) memiliki prioritas tematik di atas siklus A, B, atau C. Tujuannya adalah memusatkan perhatian jemaat pada misteri Kristus yang dirayakan.
Adven (Empat Minggu): Pembacaan disusun secara eskatologis (mengenai Akhir Zaman) dan historis (mempersiapkan kedatangan Kristus).
Leksionarium Prapaskah memiliki karakter ganda: katekumenal (untuk persiapan pembaptisan) dan penitensial (untuk pertobatan umat beriman).
Tahun A (Fokus Katekumenal): Teks Tahun A (Wanita Samaria, Orang Buta Sejak Lahir, Kebangkitan Lazarus) direkomendasikan untuk digunakan setiap tahun, terlepas dari siklus A, B, atau C, karena teks-teks ini merupakan Injil Katekumenal klasik yang sangat penting untuk persiapan sakramen inisiasi.
Hari Minggu Prapaskah: Pembacaan Pertama selalu menunjukkan keselarasan dengan Injil:
Masa Paskah adalah masa di mana fokus beralih dari Injil ke karya Roh Kudus dalam Gereja.
Memahami leksionarium membutuhkan pemahaman tentang bagaimana para ahli liturgi memilih dan menyusun perikop. Proses ini didasarkan pada dua prinsip besar: Lectio Cursoria (Pembacaan Kontinu) dan Lectio Thematica (Pembacaan Tematik).
Prinsip terpenting adalah menampilkan Kristus sebagai kunci interpretasi seluruh Kitab Suci. Selama Hari Minggu, Pembacaan Pertama (PL) harus menjelaskan, menubuatkan, atau memberikan konteks bagi Injil (PB). Ini disebut sebagai pendekatan tipologis. Musa, Daud, Yesaya, atau Yeremia dilihat sebagai 'tipe' atau pendahulu dari Kristus. Misalnya, mukjizat Roti di PL (mana) dihubungkan dengan Roti Hidup di PB (Yohanes 6).
Pembacaan kontinu digunakan terutama untuk Pembacaan Kedua hari Minggu dan semua pembacaan hari biasa. Dalam metode ini, sebuah kitab (misalnya Surat Roma atau Injil Lukas) dibacakan secara berurutan dari awal sampai akhir, pasal demi pasal, tanpa memperhatikan tema hari itu. Tujuannya adalah:
Pembacaan tematik digunakan untuk mengikat empat pembacaan pada Hari Minggu, Hari Raya, dan masa khusus. Dalam kasus ini, perikop dipilih berdasarkan kemiripan atau kesamaan pesan yang disampaikannya. Contoh paling jelas adalah pembacaan untuk pesta para Kudus, di mana teks dipilih berdasarkan kategori kekudusan (misalnya, untuk para martir, pembacaan tentang penganiayaan; untuk para biarawan/biarawati, pembacaan tentang kesempurnaan hidup).
Leksionarium modern juga menerapkan prinsip proporsionalitas. Kitab-kitab yang secara teologis paling penting (misalnya, Injil, Surat Roma) diberi frekuensi pembacaan yang lebih tinggi daripada kitab-kitab yang lebih bersifat naratif atau historis semata (misalnya, kitab Hakim-hakim).
Istilah Leksionarium mencakup lebih dari sekadar pembacaan Misa Hari Minggu. Gereja menggunakan beberapa jenis leksionarium yang spesifik, masing-masing melayani kebutuhan liturgi yang berbeda.
Ini adalah yang paling umum, terbagi menjadi beberapa volume untuk kemudahan penggunaan:
Khusus Volume IV, ia menawarkan berbagai pilihan teks yang dapat disesuaikan dengan situasi pastoral. Dalam Misa Perkawinan, misalnya, ada hingga 12 pilihan pembacaan Perjanjian Lama, 15 pilihan dari Perjanjian Baru, dan 10 pilihan Injil, yang semuanya berpusat pada tema cinta, kesetiaan, dan keluarga.
Leksionarium ini digunakan untuk Ibadat Bacaan (Matins atau Kantor Bacaan), bagian dari Liturgi Jam yang didoakan oleh para klerus, biarawan, dan banyak umat awam. Leksionarium ini memiliki siklus yang jauh lebih panjang dan mendalam.
Tujuannya adalah untuk memastikan pembacaan Alkitab yang benar-benar cursus completus (siklus lengkap) dari Kitab Suci dalam jangka waktu dua tahun, di samping asupan katekese dari tradisi Gereja.
Meskipun isinya sama dengan bagian Injil dalam leksionarium, Evangeliarium adalah buku liturgi yang terpisah dan sering dihias dengan indah. Ia hanya memuat perikop-perikop Injil. Penggunaan Evangeliarium khusus ini dalam liturgi menunjukkan penghormatan khusus Gereja terhadap Injil. Dalam banyak perayaan besar, diakon atau imam membawa Evangeliarium dalam prosesi masuk, sebuah tindakan yang menekankan bahwa Kristus hadir secara istimewa dalam proklamasi Injil.
Leksionarium bukan hanya masalah aturan, melainkan sarana utama pembinaan rohani. Ketaatan pada siklus liturgi Sabda membentuk cara umat memahami iman dan sejarah keselamatan.
Dengan mengikuti siklus tiga tahunan, umat beriman tidak hanya mendengarkan ajaran Kristus; mereka secara spiritual mengikuti perjalanan-Nya setiap tahun. Mereka lahir di Adven/Natal, berjuang di Prapaskah, mati di Jumat Agung, bangkit di Paskah, dan diutus di Pentakosta. Siklus ini menanamkan ritme Kristiani yang mendalam dalam spiritualitas mereka.
Dalam kurun waktu tiga tahun (A, B, C), umat mendapatkan perspektif yang berbeda dari masing-masing penginjil, memperkaya pemahaman mereka tentang pribadi Kristus. Matius menyajikan Kristus sebagai Raja dan Guru; Markus menyajikan Kristus yang kuat dan penuh kuasa tetapi menderita; Lukas menyajikan Kristus yang berbelas kasih dan universal.
Leksionarium hari biasa menjadi alat yang sangat berharga untuk Lectio Divina (Pembacaan Ilahi) pribadi. Karena pembacaan disusun secara kontinu, umat didorong untuk membaca teks di rumah sebelum atau sesudah Misa. Dengan menggunakan Leksionarium sebagai panduan harian, doa pribadi terikat erat dengan doa Gereja Universal.
Praktik ini, yang melibatkan membaca, merenungkan (meditatio), berdoa (oratio), dan berdiam diri dalam kehadiran Tuhan (contemplatio), mendapatkan struktur yang kuat melalui urutan yang disediakan oleh leksionarium, memastikan bahwa meditasi tidak menyimpang dari fokus teologis yang ditetapkan Gereja.
Kualitas proklamasi Sabda sangat bergantung pada pelayan lektor. Leksionarium menuntut lebih dari sekadar kemampuan membaca; ia menuntut pemahaman konteks. Lektor harus memahami:
Persiapan yang cermat pada Leksionarium memastikan bahwa Sabda disampaikan dengan kejelasan, dignitas, dan kuasa, sehingga jemaat benar-benar dapat mendengarkan Kristus berbicara.
Meskipun Leksionarium baru sangat kaya, tidak semua teks dari Alkitab termasuk. Bagian-bagian yang dihilangkan (dikenal sebagai lacunae) umumnya jatuh dalam beberapa kategori:
Kontroversi muncul di kalangan akademisi biblika karena penghilangan ini, meskipun Komisi untuk Reformasi Liturgi menegaskan bahwa mereka telah memasukkan porsi signifikan dari Kitab Suci, jauh melebihi leksionarium sebelumnya.
Gereja memperbolehkan beberapa tingkat adaptasi, terutama untuk alasan pastoral:
Gereja Katolik mengakui Leksionarium dari ritus-ritus lain (misalnya Ritus Ambrosian di Milan, Ritus Bizantium). Meskipun mereka memiliki struktur siklus dan pemilihan teks yang berbeda dari Ritus Romawi, semua berbagi tujuan yang sama: menyajikan kekayaan Sabda Tuhan kepada umat beriman. Upaya ekumenis modern juga telah mendorong banyak denominasi Protestan (Anglikan, Lutheran, Metodis) untuk mengadopsi struktur siklus leksionarium Romawi (sering dikenal sebagai Common Lectionary atau Revised Common Lectionary), menciptakan kesatuan dalam doa Sabda di seluruh dunia Kristiani.
Untuk mencapai keluasan cakupan yang diharapkan oleh Vatikan II, siklus dua tahunan (Hari Biasa) harus dipahami sebagai pelatihan Alkitab yang intensif. Berikut adalah rincian buku-buku utama yang dibacakan secara kontinu:
Injil dalam Misa Hari Biasa memiliki siklus tahunan, bukan dua tahunan. Ini berarti, setiap tahun (ganjil atau genap), urutan Injil tetap sama. Siklus ini memastikan bahwa semua kisah dan ajaran penting Yesus didengarkan setiap tahun.
Pembacaan Pertama Hari Biasa adalah harta karun sesungguhnya, memungkinkan jemaat berhadapan dengan kitab-kitab yang jarang dibacakan dalam siklus tiga tahunan Hari Minggu.
Tahun I berfokus pada kitab-kitab yang lebih historis dan nubuat:
Tahun II berfokus pada hikmat dan teologi yang lebih mendalam:
Kombinasi Injil tahunan dengan Pembacaan Pertama dua tahunan memastikan bahwa dalam rentang waktu dua belas bulan, setiap umat beriman telah terpapar pada spektrum Sabda yang luar biasa luas.
Leksionarium, dalam segala kerumitan siklusnya dan kekayaan isinya, adalah salah satu hadiah terbesar reformasi liturgi modern. Ia mencerminkan keyakinan Gereja bahwa Kitab Suci harus diproklamasikan dengan utuh, bukan hanya sebagai teks untuk dipelajari, tetapi sebagai Sabda yang hidup yang membentuk dan mengubah jemaat.
Melalui siklus A, B, dan C, umat tidak hanya bertemu Yesus dalam kisah-kisah-Nya, tetapi juga dalam nubuat-nubuat yang mendahului-Nya, dalam Mazmur yang menjadi doa-Nya, dan dalam pengajaran Para Rasul yang menjelaskan misteri-Nya.
Oleh karena itu, Leksionarium melampaui fungsinya sebagai buku; ia adalah cermin dari tradisi Gereja yang berusaha menghadirkan kerygma (pesan inti Injil) secara terus-menerus dan terstruktur. Ia menantang lektor untuk mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh dan menantang umat untuk mendengarkan dengan hati yang terbuka, menyadari bahwa setiap pembacaan adalah momen perjumpaan dengan Kristus yang hadir dan berbicara, 'karena Liturgi Sabda merupakan bagian integral dari perayaan Ekaristi, dan meja Sabda Tuhan disiapkan bagi umat beriman'.