Lelabah, atau yang secara ilmiah dikenal sebagai ordo Araneae, adalah salah satu kelompok makhluk hidup yang paling sukses dan melimpah di planet Bumi. Mereka hadir di hampir setiap habitat terestrial—dari gurun yang tandus hingga hutan hujan yang lembab, bahkan di ketinggian pegunungan. Lelabah bukanlah serangga; mereka adalah Arakhnida, anggota filum Arthropoda, yang dibedakan secara tegas dari serangga melalui struktur tubuh dua segmen utama dan delapan kaki. Kehadiran mereka vital bagi keseimbangan ekosistem global, terutama sebagai predator utama serangga.
Karya monumental ini dirancang untuk menyelami setiap aspek kehidupan lelabah: mulai dari rumitnya sistem anatomi internal dan eksternal, keajaiban fisika dan kimia di balik produksi sutera jaringnya, strategi berburu yang beragam, hingga peran pentingnya dalam budaya dan mitologi manusia sepanjang sejarah. Memahami lelabah berarti memahami evolusi strategi bertahan hidup yang telah teruji selama lebih dari 300 juta tahun, menjadikannya subjek studi yang tak pernah habis.
Lelabah termasuk dalam kelas Arachnida, subfilum Chelicerata. Chelicerata ditandai dengan tidak adanya antena dan pembagian tubuh yang khas menjadi dua tagmata: prosoma (kepala dan dada yang menyatu) dan opistosoma (perut). Lelabah adalah ordo terbesar di antara Arakhnida, jauh melampaui kalajengking, tungau, atau kutu.
Secara taksonomi, lelabah dibedakan menjadi dua subordo utama, yang mencerminkan jalur evolusi yang berbeda, terutama dalam struktur paru-paru dan segmentasi opistosoma:
Lelabah tertua yang diketahui berasal dari zaman Karbon, sekitar 380 hingga 300 juta tahun yang lalu. Lelabah purba ini, yang ditemukan dalam deposit amber, sudah memiliki kelenjar sutera. Ini menunjukkan bahwa kemampuan memintal sutera adalah sifat yang sangat kuno. Evolusi lelabah modern (Araneomorphae) yang mampu menenun jaring yang kompleks, seperti jaring bola, diperkirakan terjadi jauh lebih lambat, seiring dengan diversifikasi serangga terbang, menyediakan sumber makanan yang melimpah dan mendorong inovasi struktural jaring.
Tubuh lelabah adalah sebuah mahakarya adaptasi biologis. Tidak seperti serangga yang memiliki tiga segmen tubuh (kepala, dada, perut), lelabah hanya memiliki dua, yang masing-masing memiliki fungsi yang sangat terspesialisasi.
Prosoma adalah segmen anterior yang menyatukan kepala dan dada. Ini adalah pusat kontrol, penggerak, dan sensorik lelabah. Bagian ini dilindungi oleh kulit luar yang keras (karapaks).
Lelabah memiliki delapan kaki, yang semuanya melekat pada prosoma. Setiap kaki terdiri dari tujuh segmen: coxa, trochanter, femur, patella, tibia, metatarsus, dan tarsus. Ujung tarsus sering dilengkapi dengan cakar kecil, yang memungkinkan mereka untuk berjalan di berbagai permukaan, termasuk menggantung terbalik pada jaring sutera halus.
Chelicerae adalah struktur mulut yang paling anterior dan paling penting, digunakan untuk menyuntikkan bisa dan memegang mangsa. Di ujung chelicerae terdapat taring yang berfungsi seperti jarum suntik. Struktur ini mengandung saluran yang terhubung ke kelenjar racun (venom gland) yang terletak di dasar prosoma atau di dalam chelicerae itu sendiri.
Pedipalpus adalah sepasang pelengkap kecil yang terletak di antara chelicerae dan kaki pertama. Pedipalpus memiliki beberapa fungsi:
Sebagian besar lelabah memiliki delapan mata, meskipun beberapa spesies hanya memiliki enam, empat, dua, atau bahkan tidak ada sama sekali. Pengaturan mata bervariasi secara signifikan dan merupakan kunci taksonomi.
Opistosoma adalah segmen posterior yang menampung sebagian besar organ vital lelabah: sistem pencernaan, pernapasan, sirkulasi, reproduksi, dan yang paling khas, kelenjar sutera.
Lelabah bernapas menggunakan dua jenis organ pernapasan, dan beberapa spesies memiliki keduanya:
Ini adalah fitur definitif lelabah. Spinneret adalah apendiks kecil yang terletak di bagian belakang opistosoma. Sebagian besar lelabah memiliki tiga pasang spinneret. Di dalam opistosoma terdapat banyak kelenjar sutera yang berbeda, masing-masing memproduksi jenis sutera yang berbeda (untuk perekat, struktural, selubung telur, dll.). Proses produksi sutera dijelaskan lebih lanjut di bagian berikutnya.
Lelabah memiliki sistem sirkulasi terbuka; darah (hemolimfa) dipompa oleh jantung berbentuk tabung yang terletak di opistosoma, lalu mengalir melalui ruang-ruang tubuh (sinus) sebelum kembali ke jantung. Ekskresi limbah dilakukan melalui Malpighian tubules dan kelenjar coxal.
Sutera lelabah adalah salah satu material alami paling kuat yang dikenal manusia, seringkali lebih kuat dari baja dengan berat yang sama, namun jauh lebih elastis. Produksi dan penggunaan sutera adalah inti dari strategi bertahan hidup lelabah.
Sutera lelabah adalah protein (fibroin) yang terdiri dari rantai polipeptida yang kaya akan asam amino glisin dan alanin. Komposisi ini memungkinkan protein membentuk kristal beta-sheet yang memberikan kekuatan, dan bagian amorf yang memberikan elastisitas. Sutera dimulai sebagai cairan protein di dalam kelenjar. Ketika ditarik melalui saluran sempit spinneret, tekanan dan perubahan pH menyebabkan protein menyusun diri, mengeras menjadi serat padat.
Satu lelabah dapat menghasilkan hingga tujuh jenis sutera yang berbeda, masing-masing dengan kegunaan yang spesifik. Perbedaan jenis sutera ini berasal dari kelenjar spesifik yang memproduksinya:
Jaring lelabah adalah perpanjangan dari sistem sensorik dan berburu lelabah. Bentuk jaring sangat bergantung pada subordo dan famili lelabah:
Semua lelabah, kecuali lelabah pelompat dari genus Bagheera kiplingi yang herbivora, adalah karnivora obligat. Mereka adalah predator yang mahir, menggunakan berbagai strategi mulai dari penyergapan pasif hingga pengejaran aktif.
Venom lelabah adalah koktail kompleks dari protein, peptida, dan molekul kecil lainnya yang dirancang untuk melumpuhkan mangsa dan memulai pencernaan. Venom diklasifikasikan berdasarkan efek utamanya:
Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar lelabah tidak berbahaya bagi manusia. Mereka hanya menggunakan jumlah venom yang sangat kecil dan banyak spesies tidak mampu menembus kulit manusia.
Lelabah tidak dapat menelan makanan padat. Mereka menggunakan proses yang dikenal sebagai pencernaan eksternal. Setelah melumpuhkan mangsa dengan venom, lelabah menyuntikkan enzim pencernaan ke dalam tubuh mangsa. Enzim ini melarutkan jaringan internal mangsa. Lelabah kemudian menghisap cairan nutrisi yang telah dicairkan tersebut, meninggalkan sisa-sisa eksoskeleton yang kosong.
Proses perkawinan pada lelabah seringkali merupakan ritual yang rumit dan berbahaya, terutama mengingat fakta bahwa lelabah betina cenderung jauh lebih besar dan dapat melihat lelabah jantan sebagai mangsa potensial.
Lelabah jantan tidak memiliki organ kopulasi internal. Sebaliknya, mereka mentransfer sperma secara tidak langsung. Pertama, jantan menenun jaring kecil, disebut 'jaring sperma', tempat ia melepaskan setetes sperma. Kemudian, ia mengambil sperma ini ke dalam bulbus yang dimodifikasi di ujung pedipalpusnya. Setelah itu, ia mencari betina.
Ritual pacaran sering melibatkan sinyal getaran (pada lelabah jaring) atau tarian rumit (pada lelabah pelompat) untuk meyakinkan betina bahwa ia adalah pasangan, bukan makanan. Setelah berhasil, jantan memasukkan bulbus pedipalpus ke dalam lubang kelamin betina (epigynum) untuk mentransfer sperma.
Setelah kawin, betina menyimpan sperma hingga ia siap untuk bertelur. Ia kemudian menenun kantung telur (ootheca) menggunakan sutera khusus (tubuliform). Bentuk, ukuran, dan penempatan kantung telur sangat bervariasi:
Lelabah, seperti semua arthropoda, memiliki eksoskeleton kaku dan harus berganti kulit (molt) untuk tumbuh. Proses ini sangat rentan, di mana lelabah harus keluar dari kulit luarnya yang lama. Selama periode molting, mereka tidak dapat bergerak atau berburu. Setelah molting, lelabah membutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa hari agar kutikula barunya mengeras (proses yang disebut sclerotization).
Lelabah adalah salah satu kelompok predator yang paling melimpah, dan peran mereka sebagai pengontrol populasi serangga sangat fundamental bagi kesehatan ekosistem.
Lelabah mengonsumsi serangga dalam jumlah yang sangat besar. Diperkirakan secara global, total biomassa serangga yang dimakan oleh lelabah setiap tahun mencapai ratusan juta ton. Mereka secara efektif mengendalikan populasi hama pertanian dan serangga pengganggu lainnya (seperti nyamuk dan lalat). Kehadiran lelabah di habitat alami dan pertanian menunjukkan ekosistem yang relatif sehat.
Meskipun mereka adalah predator puncak bagi serangga, lelabah sendiri merupakan sumber makanan penting bagi banyak hewan lain. Mereka adalah mangsa utama bagi:
Keanekaragaman dan kelimpahan spesies lelabah dapat berfungsi sebagai indikator yang baik untuk kesehatan lingkungan. Karena sensitivitas mereka terhadap perubahan habitat dan polusi, hilangnya spesies lelabah tertentu dapat menandakan masalah ekologi yang lebih luas.
Keanekaragaman lelabah mencakup lebih dari 50.000 spesies yang dideskripsikan, tetapi beberapa kelompok mendominasi perhatian publik, baik karena ukurannya yang besar, strategi berburu yang menarik, atau potensi bahayanya.
Tarantula adalah keluarga lelabah terbesar dan berbulu lebat. Meskipun ukurannya menakutkan, sebagian besar spesies tidak agresif dan venom mereka jarang berbahaya bagi manusia (walaupun gigitan mereka menyakitkan secara fisik). Mereka adalah lelabah liang yang hidup lama, dengan betina di penangkaran dapat hidup hingga 30 tahun. Ciri khas pertahanan tarantula Dunia Baru (Amerika) adalah rambut urtikasi (bulu gatal) yang mereka tendang ke udara saat terancam, yang dapat menyebabkan iritasi parah pada kulit dan mata predator.
Lelabah jaring corong, terutama genus Atrax (Sydney Funnel-web Spider), adalah pengecualian dari aturan umum Mygalomorphae yang jinak. Mereka dikenal sebagai salah satu lelabah paling berbahaya di dunia karena venom neurotoksinnya yang kuat, terutama bagi primata. Mereka membangun jaring corong sutera berlapis di lokasi lembab, seringkali di bawah batu atau kayu gelondongan. Untungnya, antivenom efektif telah tersedia.
Genus ini mencakup Black Widow (Janda Hitam) dan Redback Spider. Mereka dikenali dari tanda jam pasir merah di opistosoma hitam yang bundar. Mereka menenun jaring kusut yang tidak beraturan di area tersembunyi. Venom mereka, alfa-latrotoxin, adalah neurotoksin yang sangat kuat, menyebabkan sindrom yang dikenal sebagai latrodektisme, yang mencakup nyeri otot parah, kram perut, dan peningkatan tekanan darah. Meskipun gigitan jarang fatal berkat perawatan medis modern, mereka dianggap penting secara klinis.
Lelabah ini dikenal dengan tanda berbentuk biola (violin) di karapaksnya. Mereka adalah pemburu malam yang pemalu, sering ditemukan di tumpukan kayu, loteng, dan lemari yang tidak terganggu. Gigitan mereka mengandung venom sitotoksik yang dapat menyebabkan nekrosis (kerusakan jaringan) lokal yang parah, yang disebut loksoscelisme. Di daerah endemik, gigitan Loxosceles reclusa (Brown Recluse) menjadi perhatian kesehatan masyarakat, meskipun sebagian besar gigitan tidak berakibat serius.
Ini adalah keluarga lelabah terbesar, terkenal karena penglihatan binokularnya yang luar biasa. Mereka tidak menggunakan jaring untuk menangkap mangsa, melainkan sebagai garis pengaman saat melompat. Mereka berburu aktif, menguntit mangsa dan melakukan lompatan yang presisi. Perilaku mereka yang ingin tahu dan 'interaktif' sering membuat mereka populer di kalangan non-arachnophobes.
Kelompok ini bertanggung jawab atas jaring geometris ikonik yang sering kita lihat di taman. Mereka mencakup lelabah kebun besar (Araneus diadematus) dan Nephila (Golden Orb-weaver). Sutera Nephila, yang dikenal karena warna emasnya, sangat kuat sehingga studi telah dilakukan untuk potensi aplikasi tekstil dan biomedis.
Meskipun sebagian besar lelabah adalah makhluk soliter, beberapa spesies, terutama dari famili Theridiidae dan Agelenidae tertentu, menunjukkan perilaku sosial. Mereka mungkin hidup dalam koloni besar, berbagi jaring komunal, atau bahkan bekerja sama untuk menangkap mangsa yang sangat besar. Jaring komunal ini dapat mencakup area yang sangat luas, menciptakan pemandangan yang spektakuler.
Lelabah memiliki sistem sensorik dan fisiologis yang sangat teradaptasi untuk bertahan hidup di dunia di mana mereka tidak dapat mendengar suara, tetapi dapat merasakan getaran terkecil.
Lelabah tidak memiliki telinga. Sebaliknya, mereka 'mendengar' melalui getaran. Kaki mereka dilapisi dengan organ sensorik yang sangat halus:
Lelabah unik di antara Arthropoda karena mekanisme penggerak kaki mereka. Selain otot fleksor (yang berfungsi untuk menekuk kaki), lelabah tidak memiliki otot ekstensor yang kuat untuk meluruskan kaki. Mereka meluruskan kaki dengan meningkatkan tekanan hemolimfa (darah) di dalam prosoma. Ini adalah mekanisme hidrolik. Hal ini menjelaskan mengapa lelabah yang mati atau lumpuh kakinya akan melengkung ke dalam—mereka kehilangan tekanan hidrolik yang diperlukan untuk meluruskannya.
Kebutuhan lelabah untuk menjaga kelembaban internal sangat penting, terutama bagi spesies yang hidup di lingkungan gersang. Mereka memiliki kemampuan luar biasa untuk mengekstrak uap air dari udara yang lembab, mekanisme adaptif yang membantu mereka menghindari dehidrasi saat bersembunyi di liang tertutup.
Interaksi manusia dengan lelabah telah lama dipenuhi dengan campuran kekaguman, rasa ingin tahu ilmiah, dan ketakutan mendalam (arachnophobia).
Arachnophobia, ketakutan irasional terhadap lelabah, adalah salah satu fobia spesifik yang paling umum. Ketakutan ini sering diperkuat oleh penggambaran media yang sensasional, yang melebih-lebihkan bahaya sebagian besar spesies. Faktanya, gigitan lelabah yang serius sangat jarang, dan sebagian besar lelabah cenderung melarikan diri dari kontak manusia.
Lelabah telah lama menjadi simbol universal dari penciptaan, takdir, dan penenun nasib:
Sutera lelabah terus menjadi subjek penelitian intensif. Para ilmuwan berupaya mereplikasi sifat-sifat luar biasa sutera lelabah—terutama kekuatan tarik, elastisitas, dan biokompatibilitasnya—untuk aplikasi di bidang:
Upaya rekayasa genetika (biasanya melibatkan bakteri atau kambing) untuk memproduksi protein sutera dalam skala besar masih terus dikembangkan, karena lelabah tidak dapat dipelihara dalam skala peternakan besar karena sifat kanibalistik mereka.
Tarantula adalah arakhnida yang paling umum dipelihara sebagai hewan peliharaan eksotis. Popularitas mereka disebabkan oleh umur panjang, perilaku yang menarik, dan kebutuhan perawatan yang relatif rendah. Pemeliharaan tarantula telah berkontribusi pada pemahaman tentang perilaku dan konservasi spesies tersebut, meskipun perdagangan ilegal tetap menjadi ancaman bagi populasi liar tertentu.
Meskipun lelabah sangat adaptif, mereka menghadapi ancaman serius dari aktivitas manusia yang memerlukan perhatian konservasi.
Ancaman utama bagi lelabah mirip dengan yang dihadapi oleh banyak kelompok invertebrata lainnya:
Konservasi lelabah seringkali merupakan bagian dari konservasi invertebrata secara umum. Fokusnya meliputi:
Lelabah adalah kelompok makhluk hidup yang luar biasa, mewakili evolusi predator yang sempurna. Dari penenun jaring yang sabar hingga pemburu aktif yang mematikan, mereka mempertahankan keseimbangan ekosistem dengan efisiensi yang tak tertandingi. Keindahan teknik sutera mereka, kompleksitas perilaku mereka, dan peran mereka sebagai pengontrol hama alami menegaskan bahwa lelabah tidak hanya layak untuk dipelajari, tetapi juga penting untuk dilindungi.