Linguistik deskriptif adalah jantung dari studi bahasa. Ia adalah disiplin ilmu yang mendedikasikan dirinya untuk mengamati, merekam, dan menganalisis bahasa sebagaimana ia benar-benar digunakan oleh penutur aslinya dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu. Berbeda secara fundamental dengan linguistik preskriptif—yang menetapkan aturan tentang bagaimana bahasa seharusnya digunakan—linguistik deskriptif berfokus pada apa yang sebenarnya terjadi. Tujuannya adalah membangun tata bahasa (gramatika) yang komprehensif, mencakup semua tingkat struktur bahasa, mulai dari unit suara terkecil hingga organisasi makna yang paling kompleks.
Inti dari pendekatan deskriptif adalah netralitas. Seorang linguis deskriptif tidak menilai suatu ucapan sebagai 'benar' atau 'salah', melainkan sebagai data yang valid yang mencerminkan sistem mental dan sosial penutur. Pendekatan ini sangat krusial, terutama dalam studi bahasa-bahasa minoritas atau yang belum terdokumentasi, di mana tidak ada otoritas tertulis yang dapat dijadikan rujukan.
Sejarah linguistik modern, terutama yang berkembang sejak abad ke-20, sangat erat kaitannya dengan revolusi deskriptif. Sebelum era ini, studi bahasa seringkali didominasi oleh model klasik (Latin dan Yunani) atau upaya untuk memurnikan bahasa (preskriptivisme). Namun, ketika para antropolog dan linguis mulai menghadapi ribuan bahasa di dunia yang sangat berbeda dari bahasa-bahasa Indo-Eropa—bahasa-bahasa pribumi Amerika, Australia, dan Afrika—mereka menyadari bahwa alat analisis yang ada tidak memadai. Model deskriptif pun muncul sebagai kebutuhan metodologis.
Perbedaan antara dua pendekatan ini sangat vital:
Linguis yang bekerja secara deskriptif memiliki serangkaian tugas yang terperinci. Tugas-tugas ini secara kolektif membentuk sebuah gramatika (deskripsi formal) bahasa tersebut:
Untuk mencapai deskripsi yang akurat, metodologi yang ketat harus diikuti. Metodologi ini sering kali dikenal sebagai kerja lapangan (fieldwork), dan ini adalah bagian paling menantang dari linguistik deskriptif, terutama ketika berhadapan dengan bahasa yang terancam punah.
Gambar 1: Diagram Alir Tahapan Utama dalam Linguistik Deskriptif.
Kualitas deskripsi sangat bergantung pada kualitas data yang dikumpulkan. Data ini diperoleh dari interaksi intensif dengan penutur asli yang kompeten, yang disebut informan atau konsultan bahasa. Pemilihan informan adalah langkah kritis; mereka harus merupakan representasi yang andal dari komunitas penutur.
Linguis menggunakan metode elicitasi (pemerolehan) untuk memicu atau meminta contoh-contoh bahasa spesifik. Ini dapat mencakup:
Meskipun elicitasi penting untuk mendapatkan data struktural spesifik, korpus yang paling berharga berasal dari ucapan alami. Linguis harus merekam dan mendokumentasikan percakapan, narasi, lagu, dan ritual yang terjadi secara spontan, karena ucapan yang terlalu disadari oleh informan dapat menghasilkan data yang bias atau terlalu formal. Pengamatan ini membantu menangkap variasi, dialek, dan penggunaan bahasa dalam konteks pragmatis yang sesungguhnya.
Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah transkripsi. Karena bahasa lisan seringkali mengandung bunyi yang tidak direpresentasikan secara memadai oleh abjad standar (misalnya, abjad Romawi), linguis deskriptif wajib menggunakan Alfabet Fonetik Internasional (IPA).
[ ]
). Ini mencatat alofon dan variasi./ /
). Ini adalah abstraksi dari sistem bunyi bahasa.Gramatika deskriptif tersusun dari deskripsi sistematis di beberapa tingkat. Setiap tingkat analisis memerlukan metodologi dan perangkat konseptualnya sendiri, dan mereka harus dianalisis secara berurutan, karena temuan di satu tingkat (misalnya, Fonologi) menjadi masukan penting untuk tingkat berikutnya (Morfologi).
Tingkat analisis ini berkaitan dengan produksi, transmisi, dan persepsi bunyi bahasa (fonetik) serta bagaimana bunyi-bunyi tersebut diorganisasi menjadi sistem yang fungsional (fonologi).
Linguis deskriptif memulai dengan fonetik artikulatoris, mempelajari di mana dan bagaimana bunyi diproduksi di saluran vokal. Setiap bunyi diklasifikasikan berdasarkan tiga parameter utama:
Untuk vokal, deskripsi didasarkan pada ketinggian lidah (tinggi, tengah, rendah) dan posisi lidah (depan, tengah, belakang), serta pembulatan bibir.
Fonologi deskriptif bertujuan untuk mengidentifikasi unit bunyi terkecil yang dapat mengubah makna—yaitu, fonem. Proses ini dilakukan melalui teknik yang disebut analisis distribusi, yang paling penting adalah mencari pasangan minimal (minimal pairs).
Pasangan minimal adalah dua kata yang hanya berbeda dalam satu bunyi pada posisi yang sama, dan perbedaan bunyi ini menyebabkan perbedaan makna. Jika [bila]
dan [pila]
memiliki arti yang berbeda, maka bunyi /b/ dan /p/ adalah fonem terpisah dalam bahasa tersebut. Proses ini harus diulang untuk setiap bunyi, memetakan seluruh inventori fonem.
Tidak semua variasi bunyi adalah fonem. Bunyi-bunyi yang merupakan varian dari fonem yang sama disebut alofon. Linguis mengidentifikasi alofon dengan mencari distribusi komplementer, di mana alofon tidak pernah muncul dalam lingkungan fonetik yang sama.
Contoh Analisis: Dalam Bahasa X, bunyi [t]
muncul hanya di awal kata, sementara bunyi [d]
muncul hanya setelah vokal tinggi. Karena mereka tidak pernah saling menggantikan dalam posisi yang sama untuk membedakan makna, [t]
dan [d]
mungkin adalah alofon dari satu fonem yang sama (misalnya, /T/). Tugas deskriptif adalah menjelaskan kaidah yang mengatur kapan alofon mana yang muncul (misalnya, T menjadi [d] setelah vokal tinggi, dan [t] di tempat lain).
Morfologi deskriptif menyelidiki struktur internal kata, mengidentifikasi morfem—unit terkecil yang memiliki makna atau fungsi gramatikal. Kata-kata dipecah menjadi morfem akar (inti makna) dan morfem afiks (imbuhan yang memodifikasi makna atau fungsi).
Morfem diklasifikasikan menjadi:
rumah
, lari
).me-
, sufiks -kan
).Linguis deskriptif harus mencatat dan mengklasifikasikan semua proses pembentukan kata dalam bahasa tersebut:
tulis
menjadi kata kerja menulis
).rumah-rumah
).kereta api
).Sama seperti fonem memiliki alofon, morfem juga memiliki alomorf—variasi bentuk morfem yang sama. Analisis deskriptif harus menjelaskan kondisi-kondisi munculnya alomorf.
Contoh Morfofonologi: Dalam Bahasa Indonesia, morfem prefiks /N-/ (nasal) memiliki alomorf me-
, mem-
, men-
, dan meng-
. Seorang linguis deskriptif akan mencatat bahwa bentuk mem-
muncul sebelum morfem yang dimulai dengan bunyi bilabial (p, b, f), sedangkan men-
muncul sebelum bunyi alveolar (t, d). Deskripsi ini menunjukkan interaksi antara Morfologi dan Fonologi (Morfofonologi).
Sintaksis adalah studi tentang bagaimana kata-kata digabungkan untuk membentuk frasa, klausa, dan kalimat yang gramatikal. Linguistik deskriptif di tingkat sintaksis berfokus pada penemuan aturan struktural yang memungkinkan penutur asli menghasilkan dan memahami kalimat tak terbatas dari sejumlah kata yang terbatas.
Langkah pertama adalah mengidentifikasi konstituen—kelompok kata yang berfungsi sebagai satu unit. Terdapat beberapa uji konstituen yang digunakan linguis deskriptif:
Linguis harus menentukan urutan kata dasar (misalnya, Subjek-Verba-Objek / SVO, atau Subjek-Objek-Verba / SOV) dan bagaimana urutan ini dimodifikasi dalam berbagai jenis klausa (pertanyaan, negasi, perintah).
Untuk mendeskripsikan secara formal, linguis mengembangkan seperangkat aturan yang menjelaskan bagaimana konstituen disusun. Aturan-aturan ini bersifat rekursif (dapat diulang), memungkinkan terbentuknya kalimat dengan panjang yang tak terbatas.
Contoh Sederhana Aturan:
S -> FN VK
(Kalimat terdiri dari Frasa Nominal diikuti Frasa Verbal)FN -> Det N
(Frasa Nominal terdiri dari Determiner diikuti Noun)VK -> V (FN)
(Frasa Verbal terdiri dari Verb, diikuti Opsional Frasa Nominal)Deskripsi sintaksis yang komprehensif harus menjelaskan fenomena yang lebih kompleks, seperti struktur klausa relatif, koordinator, dan batasan-batasan dalam pergerakan elemen (constraints).
Semantik deskriptif berurusan dengan makna dari unit-unit linguistik, mulai dari morfem hingga kalimat. Ini menuntut linguis untuk memetakan bagaimana bahasa mengkategorikan realitas dan pengalaman.
Ini adalah deskripsi makna kata-kata individu (leksikon). Pekerjaan deskriptif mencakup:
laki-laki
mungkin berisi fitur [+Manusia], [+Dewasa], [+Jantan]).Dalam bahasa yang berbeda, konsep yang sama mungkin dikategorikan secara berbeda. Misalnya, beberapa bahasa hanya memiliki satu kata untuk ‘kaki’ dan ‘tangan’, atau memiliki sepuluh kata untuk berbagai jenis 'salju'. Tugas deskriptif adalah mencatat sistem kategorisasi internal bahasa tersebut.
Semantik komposisional menjelaskan bagaimana makna dari kalimat yang lebih besar dibentuk dari makna konstituennya. Kaidah sintaksis (cara kata digabungkan) harus berinteraksi dengan kaidah semantik (cara makna digabungkan). Misalnya, dalam kalimat Anak itu lari cepat
, kata cepat
harus dikombinasikan secara semantik dengan lari
, bukan dengan anak
.
Meskipun sering dianggap sebagai produk sampingan, penyusunan kamus (leksikografi) adalah bagian integral dari upaya deskriptif. Kamus deskriptif mencerminkan penggunaan bahasa yang sebenarnya, termasuk varian dan makna yang muncul dari waktu ke waktu.
Proses ini memerlukan kerja keras dalam mengumpulkan dan menandai (tagging) sejumlah besar data teks dan ucapan untuk memastikan bahwa kamus tersebut merefleksikan leksikon secara akurat.
Kepaduan lima tingkat analisis ini (Fonologi, Morfologi, Sintaksis, Semantik, dan Leksikon) membentuk gramatika deskriptif yang lengkap. Jika salah satu tingkat diabaikan, pemahaman kita tentang bahasa tersebut akan timpang, terutama dalam kasus bahasa yang strukturnya sangat berbeda dari yang umum dikenal.
Deskripsi bahasa tidak hanya merupakan tujuan akademis; ia memiliki dampak praktis yang luas, terutama dalam konteks globalisasi dan ancaman terhadap keanekaragaman bahasa.
Salah satu aplikasi paling mendesak dari linguistik deskriptif adalah dokumentasi bahasa, khususnya bagi bahasa-bahasa minoritas atau yang terancam punah (endangered languages). Banyak dari bahasa ini tidak memiliki tradisi tulis, dan pengetahuan tentang strukturnya hanya tersimpan di benak penutur yang semakin menua.
Proyek dokumentasi adalah upaya jangka panjang yang menghasilkan artefak linguistik yang kaya, termasuk korpus rekaman audio/video yang luas, transkripsi yang detail, anotasi interlinear (pembubuhan label morfem demi morfem), dan akhirnya, penyusunan gramatika dan leksikon. Dokumentasi ini berfungsi sebagai warisan, memungkinkan generasi mendatang untuk mempelajari atau menghidupkan kembali bahasa leluhur mereka.
Data deskriptif adalah bahan bakar bagi linguistik teoritis. Setiap bahasa unik yang dideskripsikan secara cermat dapat menantang asumsi universal yang dibuat oleh teori-teori linguistik yang dominan (seperti teori Chomskyan atau fungsionalis). Misalnya, penemuan bahasa yang tidak memiliki pembeda subjek/objek yang jelas atau bahasa yang memiliki sistem tata bahasa berdasarkan orientasi spasial (deiksis) memaksa para teoretikus untuk memodifikasi atau memperluas model kognitif bahasa mereka.
Dengan demikian, linguistik deskriptif memastikan bahwa teori-teori bahasa bersifat empiris—didasarkan pada bukti dari realitas bahasa manusia, bukan hanya didasarkan pada bahasa-bahasa mayoritas yang paling banyak dipelajari.
Deskripsi yang akurat sangat penting untuk pengembangan materi pengajaran bahasa. Ketika suatu komunitas memutuskan untuk merevitalisasi atau menstandardisasi bahasanya, mereka memerlukan referensi gramatikal dan leksikal yang otoritatif. Gramatika deskriptif menyediakan cetak biru struktural yang dapat digunakan untuk membuat buku teks, kurikulum, dan alat bantu belajar.
Dalam konteks pendidikan bahasa kedua (B2), kontras deskriptif antara bahasa B1 (bahasa ibu) dan B2 yang dipelajari membantu dalam memprediksi area kesulitan bagi pelajar, yang dikenal sebagai Analisis Kontrastif.
Dalam era digital, deskripsi linguistik menjadi landasan penting bagi teknologi. Sistem Pemrosesan Bahasa Alami (Natural Language Processing/NLP), seperti penerjemah mesin, pengenal ucapan, atau chatbot, memerlukan pemahaman struktural bahasa. Jika suatu bahasa belum dideskripsikan secara memadai di tingkat morfologi, mesin tidak akan dapat menguraikan kata-kata yang kompleks atau beralomorf.
Oleh karena itu, upaya deskriptif untuk bahasa-bahasa yang kurang sumber daya (low-resource languages) adalah langkah awal yang mutlak diperlukan sebelum bahasa tersebut dapat diintegrasikan ke dalam ekosistem teknologi global.
Meskipun linguistik deskriptif berupaya untuk objektivitas, proses ini tidak terlepas dari tantangan, batasan epistemologis, dan masalah etika yang memerlukan kehati-hatian.
Tidak ada komunitas penutur yang sepenuhnya homogen. Bahasa selalu bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas sosial, lokasi geografis (dialek), dan situasi komunikasi (register). Linguis deskriptif harus memutuskan sejauh mana variasi ini harus dimasukkan dalam deskripsi "inti" bahasa.
Jika variasi diabaikan, deskripsi menjadi terlalu sempit dan tidak mencerminkan realitas penggunaan. Jika terlalu banyak variasi dimasukkan, deskripsi mungkin menjadi terlalu luas dan sulit untuk diformalkan. Solusi modern adalah mencatat secara eksplisit varian mana yang digunakan oleh kelompok penutur mana dan dalam situasi apa (Sosiolinguistik Deskriptif).
Tantangan terbesar dalam kerja lapangan adalah The Observer's Paradox, di mana tindakan mengamati suatu peristiwa mengubah sifat peristiwa itu sendiri. Ketika seorang penutur sadar bahwa bahasanya sedang direkam atau dianalisis, ia cenderung berbicara lebih hati-hati, lebih formal, atau bahkan mencoba meniru apa yang mereka anggap sebagai "bahasa yang baik." Ini dapat menyebabkan linguis mencatat versi bahasa yang tidak alami.
Linguis harus menggunakan teknik kerja lapangan yang halus, seperti pengamatan partisipatif jangka panjang atau merekam interaksi yang tidak berfokus langsung pada linguis, untuk meminimalisasi efek ini.
Dalam upaya untuk menstandardisasi deskripsi, linguis sering kali menerapkan kategori universal (misalnya, Noun, Verb, Adjective). Namun, di banyak bahasa, batasan antara kategori-kategori ini kabur atau tidak ada sama sekali. Misalnya, beberapa bahasa tidak membedakan antara kata kerja dan kata sifat secara morfologis.
Tugas deskriptif adalah menemukan kategori endogenus (yang berasal dari dalam sistem bahasa itu sendiri) daripada memaksakan kategori eksogenus (yang berasal dari model bahasa lain seperti Latin atau Inggris) ke dalam bahasa yang sedang dipelajari.
Linguistik deskriptif modern sangat menekankan etika, terutama karena pekerjaan ini sering melibatkan komunitas yang rentan. Data bahasa—rekaman, transkripsi, kamus—adalah properti intelektual komunitas penutur. Linguis harus memastikan bahwa mereka mendapatkan persetujuan yang diinformasikan (informed consent), dan bahwa komunitas memiliki kendali atas bagaimana dan kapan data mereka dipublikasikan atau diakses.
Untuk mengilustrasikan kompleksitas dan pentingnya pendekatan deskriptif, perlu diulas bagaimana analisis struktural mendalam mengatasi bahasa-bahasa yang strukturnya sangat berbeda dari bahasa-bahasa yang didominasi studi linguistik Barat.
Ketika mendeskripsikan bahasa bernada (tonal languages), seperti banyak bahasa di Asia Timur dan Afrika, deskripsi fonologis harus diperluas untuk mencakup ton (tinggi-rendah nada) sebagai fitur fonemik.
Seorang linguis deskriptif harus melalui proses elicitasi yang cermat untuk membedakan antara perubahan nada yang bersifat fonemik (membedakan makna) dan yang bersifat fonetik (perubahan nada yang tidak mengubah makna, mungkin karena intonasi emosional atau posisi dalam kalimat).
Contoh Analisis Ton: Dalam Bahasa Mandarin, suku kata /ma/ dapat berarti 'ibu' (nada tinggi), 'rami' (nada naik), 'kuda' (nada jatuh-naik), atau 'memaki' (nada jatuh). Linguis mendeskripsikan ini dengan menetapkan ton sebagai fitur suprasegmental terpisah yang berada dalam distribusi kontras (memiliki pasangan minimal) dan harus diwakili dalam transkripsi fonemik sebagai bagian dari fonologi bahasa tersebut.
Deskripsi morfologi menjadi sangat kompleks dalam bahasa-bahasa polisintetik (seperti bahasa-bahasa pribumi di Amerika Utara). Dalam bahasa ini, satu kata tunggal dapat berfungsi sebagai kalimat lengkap, mengandung morfem untuk subjek, objek, kata kerja, keterangan tempat, dan penanda kala. Bahasa-bahasa ini menantang pemisahan tradisional antara Morfologi dan Sintaksis.
Tugas deskriptif di sini adalah mengidentifikasi batas-batas morfem terikat di dalam kata tunggal, menentukan urutan pengelekatan afiks yang ketat (misalnya, infleksi subjek harus selalu datang sebelum infleksi objek), dan memetakan alomorf yang dipicu oleh interaksi antara morfem yang berdekatan.
Analisis ini sering kali memerlukan format transkripsi interlinear yang rumit (Glossing) untuk memecah kata majemuk menjadi morfem-morfem dasarnya, memberikan terjemahan harfiah untuk setiap morfem, dan kemudian memberikan terjemahan bebas untuk kalimat keseluruhan.
Mayoritas bahasa dunia menggunakan sistem nominatif-akusatif (seperti bahasa Inggris atau Indonesia), di mana subjek dari kata kerja transitif dan intransitif diperlakukan sama secara gramatikal, dan objek transitif diperlakukan berbeda. Namun, banyak bahasa, terutama di Kaukasus, Australia, dan sebagian Asia, menggunakan sistem ergatif-absolutif.
Seorang linguis deskriptif yang berhadapan dengan bahasa ergatif harus menahan diri untuk tidak memaksakan konsep 'subjek' dari perspektif nominatif. Sebaliknya, deskripsi harus menunjukkan bagaimana penanda kasus atau kesesuaian verba (verb agreement) secara sistematis mengelompokkan S dan O bersama-sama melawan A. Kegagalan dalam melakukan deskripsi yang netral ini akan menghasilkan tata bahasa yang tidak akurat dan sulit dipahami.
Linguistik deskriptif adalah landasan dari seluruh ilmu bahasa. Ia merupakan upaya ilmiah yang ketat untuk menangkap keragaman luar biasa yang ditawarkan oleh bahasa manusia. Dengan menerapkan metodologi yang disiplin—dari kerja lapangan yang telaten, penggunaan IPA yang cermat, hingga analisis struktural yang berlapis pada tingkat fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik—linguistik deskriptif memberikan kita peta yang akurat tentang bagaimana bahasa benar-benar berfungsi.
Di dunia yang keanekaragaman bahasanya terus menurun, pekerjaan ini menjadi lebih dari sekadar akademis; ia adalah upaya konservasi budaya dan ilmiah yang mendesak. Melalui lensa deskriptif, kita tidak hanya memahami bagaimana orang berbicara, tetapi juga bagaimana pikiran manusia mengatur realitas melalui mekanisme linguistik yang berbeda-beda. Gramatika deskriptif yang dihasilkan dari upaya ini adalah peninggalan abadi, sebuah jembatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan penutur yang tak terhitung jumlahnya.
Gambar 2: Representasi Simbolis Dokumentasi dan Analisis Data Lapangan.
Untuk memahami sepenuhnya bagaimana linguistik deskriptif bekerja, kita harus memperluas pembahasan pada kriteria spesifik yang digunakan untuk membedakan unit-unit linguistik pada setiap tingkatan.
Penentuan inventori fonem suatu bahasa adalah pekerjaan yang memerlukan kehati-hatian tinggi terhadap distribusi bunyi. Dua konsep kunci mendasari penentuan ini: kontras dan distribusi.
1. Kontras (Contrast) dan Beban Fungsional
Kontras diukur melalui pasangan minimal. Jika suatu pasangan minimal (seperti /kuti/
vs. /guti/
) dapat ditemukan, maka /k/ dan /g/ berkontras, dan oleh karena itu, merupakan fonem terpisah. Namun, deskripsi juga harus mencatat beban fungsional dari suatu kontras. Jika suatu kontras bunyi hanya terjadi dalam segelintir kata saja, beban fungsionalnya rendah, meskipun secara teknis bunyi tersebut tetap merupakan fonem terpisah. Linguis deskriptif mencatat semua temuan ini untuk memberikan gambaran yang lengkap.
2. Distribusi Komplementer (Non-Kontras)
Jika dua bunyi berada dalam distribusi komplementer, mereka adalah alofon. Misalnya, di banyak bahasa, sebuah bunyi nasal akan berasimilasi dengan tempat artikulasi konsonan yang mengikutinya. Jadi, nasal /n/ sebelum konsonan bilabial /p/ atau /b/ akan menjadi [m] (bunyi bilabial nasal). Linguis akan menuliskan kaidah: /n/ menjadi [m] di lingkungan sebelum bilabial. Bunyi [n] dan [m] di sini tidak berkontras, karena kemunculannya sepenuhnya dapat diprediksi oleh lingkungan fonetik.
3. Distribusi Bebas (Free Variation)
Terkadang, dua bunyi dapat saling menggantikan dalam lingkungan yang sama tanpa perubahan makna. Ini disebut variasi bebas. Contohnya adalah pelafalan 'r' apikal atau uvular dalam bahasa tertentu. Meskipun keduanya bukan fonem terpisah (karena tidak mengubah makna), mereka bukan juga alofon (karena distribusinya tidak terikat oleh lingkungan). Analisis deskriptif harus mencatat fenomena ini sebagai bagian dari variasi idiolek (individu) atau sosiolinguistik.
Dalam memecah kata menjadi morfem, linguis deskriptif menggunakan kriteria yang memastikan unit yang diidentifikasi memiliki fungsi yang konsisten.
1. Produktivitas Morfem
Morfem produktif adalah morfem yang masih aktif digunakan oleh penutur untuk membentuk kata-kata baru. Misalnya, sufiks -isasi
dalam Bahasa Indonesia adalah produktif karena kita dapat menggunakannya untuk membentuk kata-kata baru seperti digitalisasi
, globalisasi
, dsb. Morfem yang tidak produktif (misalnya, beberapa awalan kuno yang hanya muncul pada segelintir kata) harus dicatat, namun deskripsi akan menekankan pada elemen yang produktif karena mereka adalah inti dari sistem pembentukan kata yang aktif.
2. Segmentabilitas Morfem
Sebagian besar morfem dapat diidentifikasi sebagai segmen linier (misalnya, prefiks me-
yang diletakkan sebelum akar kata). Namun, linguis deskriptif juga harus menghadapi morfem non-segmental atau tidak kontigu. Contohnya adalah morfem kala (tense) pada beberapa bahasa Semitik yang mungkin terdiri dari pola vokal yang diubah di dalam akar konsonantal (misalnya, k-t-b dalam bahasa Arab memiliki berbagai bentuk tergantung vokalnya, seperti kataba 'dia menulis' vs. kutiba 'telah ditulis'). Deskripsi harus menemukan cara formal untuk mewakili morfem ini (seringkali sebagai morfem suprafiks atau transfiks) meskipun mereka tidak mudah dipisahkan secara linier.
Sintaksis deskriptif tidak hanya mencatat kalimat yang pernah diucapkan, tetapi juga memprediksi kalimat apa yang dapat diucapkan. Prediksi ini didasarkan pada konsep gramatikalitas.
1. Uji Penerimaan (Acceptability Judgments)
Seorang linguis menguji hipotesis sintaksis dengan meminta informan untuk menilai gramatikalitas (keterterimaan) kalimat-kalimat yang dibuat. Jika hipotesis A memprediksi kalimat X adalah valid, tetapi informan secara konsisten menolaknya, maka hipotesis A harus direvisi. Proses ini sangat interaktif dan memerlukan keahlian untuk membedakan antara penolakan karena alasan sintaksis (melanggar aturan tata bahasa) dan penolakan karena alasan pragmatis atau semantik (tidak masuk akal).
2. Batasan (Constraints) Sintaksis
Struktur bahasa dicirikan tidak hanya oleh apa yang diizinkan tetapi juga oleh apa yang dilarang. Misalnya, dalam bahasa Inggris, kita bisa memindahkan frasa objek ke awal kalimat pertanyaan (What did John see?
), tetapi kita tidak bisa memindahkan elemen dari dalam frasa nominal kompleks (misalnya, kita tidak bisa bertanya *What did John read a book about?
jika kita ingin 'about' melekat pada 'book'). Linguis deskriptif harus mencatat dan merumuskan batasan-batasan ini, karena mereka mengungkap prinsip-prinsip organisasi kognitif yang mendasari bahasa.
Batasan ini seringkali unik untuk setiap bahasa, dan penemuan batasan yang tidak terduga pada bahasa yang belum terdokumentasi adalah cara utama linguistik deskriptif berkontribusi pada teori universal.
Semantik deskriptif harus mengatasi bagaimana makna kata individu (leksikal) memproyeksikan makna ke tingkat frasa dan kalimat.
1. Peran Tematik (Thematic Roles)
Linguis deskriptif menganalisis bagaimana kata kerja menentukan peran semantik dari argumen-argumennya. Kata kerja seperti 'membunuh' memerlukan Argumen Agen (pelaku) dan Argumen Pasien (yang menderita). Kata kerja seperti 'tidur' hanya memerlukan Agen. Deskripsi semantik harus mencatat peran tematik yang disyaratkan oleh setiap kata kerja dan bagaimana peran-peran ini dipetakan ke fungsi sintaksis (seperti Subjek atau Objek) dalam kalimat. Pemetaan ini bervariasi secara signifikan antar bahasa, terutama dalam kaitannya dengan ergativitas.
2. Uji Ambiguitas dan Skop (Scope)
Semantik deskriptif juga harus menjelaskan ambiguitas yang sistematis dan konsep skop (lingkup). Ambiguitas leksikal (satu kata memiliki dua makna, seperti 'bank') dan ambiguitas struktural (satu kalimat memiliki dua interpretasi karena struktur frasa yang berbeda, seperti Polisi menembak perampok dengan pistol
). Selain itu, skop dari operator seperti negasi atau kuantifikasi (misalnya, 'semua' atau 'tidak ada') sangat penting; perubahan skop dapat mengubah makna fundamental kalimat. Analisis ini membantu memformalkan bagaimana penutur asli menafsirkan setiap kemungkinan makna dari suatu ucapan.
Dengan menerapkan kriteria yang sangat terperinci dan didukung oleh data empiris dari penutur asli, linguistik deskriptif menjamin bahwa gramatika yang dihasilkan adalah refleksi otentik dan komprehensif dari sistem bahasa yang kompleks.