Lisozim (EC 3.2.1.17), seringkali disebut sebagai muramidase, adalah salah satu enzim yang paling mendasar dan esensial dalam pertahanan biologis non-spesifik. Ditemukan secara independen oleh Alexander Fleming pada tahun 1922, enzim ini memainkan peran krusial sebagai agen antibakteri bawaan (innate immune agent) yang tersebar luas di sekresi tubuh manusia dan hewan, termasuk air mata, air liur, susu, dan lendir. Esensi fungsional lisozim terletak pada kemampuannya untuk menghidrolisis ikatan glikosidik spesifik dalam peptidoglikan, komponen struktural utama dinding sel bakteri, terutama bakteri Gram-positif, yang mengarah pada lisis (pecahnya) sel dan eliminasi patogen secara efektif. Studi ekstensif mengenai lisozim tidak hanya memberikan pemahaman mendalam tentang mekanisme kekebalan tetapi juga membuka jalan bagi berbagai aplikasi bioteknologi dan farmasi yang signifikan.
Penemuan lisozim pada dasarnya merupakan salah satu tonggak penting dalam biokimia dan imunologi. Alexander Fleming, sebelum penemuannya yang lebih terkenal mengenai penisilin, telah mengidentifikasi substansi yang mampu melisiskan koloni bakteri yang ditemukan secara tak sengaja pada pelat kultur setelah ia menderita flu. Ia mengamati bahwa tetesan lendir hidungnya, ketika ditempatkan pada koloni Micrococcus lysodeikticus, menyebabkan sel-sel bakteri tersebut larut dengan cepat. Penemuan ini, yang dipublikasikan pada tahun 1922, menyoroti adanya mekanisme pertahanan kimiawi yang kuat dalam sekresi tubuh.
Fleming menamai substansi tersebut "lysozyme" yang secara etimologis berasal dari kata Yunani lysis (pecah) dan enzyme. Kontras dengan penisilin, yang merupakan antimikroba yang sangat spesifik dan kuat, lisozim menunjukkan aktivitas yang lebih luas terhadap berbagai bakteri, meskipun paling efektif melawan bakteri Gram-positif. Meskipun pada awalnya lisozim gagal menarik perhatian medis sebesar penisilin, penemuannya menetapkan dasar bagi pemahaman kita tentang pertahanan antimikroba bawaan, membuktikan bahwa tubuh memiliki arsenal enzim pelindung yang siap siaga.
Selama beberapa dekade berikutnya, para ilmuwan berupaya mengisolasi dan memurnikan lisozim dari berbagai sumber, terutama putih telur ayam (Chicken Egg White Lysozyme/CEWL), yang merupakan sumber melimpah dan mudah diakses. CEWL kemudian menjadi model standar untuk studi enzim karena kemudahannya untuk dikristalisasi. Kristalografi sinar-X memainkan peran penting. Pada tahun 1965, David C. Phillips dan timnya berhasil menentukan struktur tiga dimensi atom lisozim, menjadikannya enzim kedua yang strukturnya berhasil dipecahkan setelah mioglobin. Pencapaian ini tidak hanya mengungkap arsitektur protein yang menakjubkan tetapi juga memberikan petunjuk kunci mengenai situs aktif dan mekanisme katalitiknya, yang merupakan lompatan besar dalam biologi struktural.
Lisozim adalah protein globular yang relatif kecil, biasanya terdiri dari sekitar 129 residu asam amino dan memiliki berat molekul sekitar 14,3 kDa. Meskipun terdapat beberapa varian yang berbeda, struktur dasar dan mekanisme aksinya sangatlah konservatif di berbagai spesies. Struktur lisozim yang stabil dan padat menjadikannya enzim yang kuat dan tahan terhadap denaturasi, meskipun sifat ini bervariasi tergantung pada asal usulnya.
Klasifikasi lisozim umumnya didasarkan pada homologi urutan dan asal molekul. Tiga jenis utama yang diakui adalah:
Struktur lisozim Tipe C dicirikan oleh dominasi motif alfa-helix dan beta-sheet, yang membentuk celah atau kantong yang berfungsi sebagai situs aktif (cleft). Lisozim dari putih telur ayam (CEWL) memiliki empat ikatan disulfida (Cys6-Cys127, Cys30-Cys115, Cys64-Cys80, dan Cys76-Cys94) yang mengikat rantai polipeptida, memberikan ketahanan termal dan struktural yang luar biasa. Kekakuan ini memungkinkannya berfungsi dalam berbagai kondisi fisiologis yang menantang.
Situs aktif lisozim adalah celah hidrofobik yang mampu mengikat enam residu gula dari rantai peptidoglikan, yang biasanya dilambangkan sebagai posisi A hingga F. Pemotongan ikatan terjadi antara posisi D dan E. Dua residu asam amino yang paling penting dan esensial untuk aktivitas katalitik lisozim adalah:
Jarak spasial yang presisi antara kedua residu ini sangat penting untuk mekanisme katalitik, karena mereka harus berinteraksi dengan ikatan glikosidik yang berada tepat di antara mereka.
Fungsi utama lisozim adalah sebagai hidrolase yang memecah ikatan β-(1,4) glikosidik antara N-asetilmuramat (NAM) dan N-asetilglukosamin (NAG) pada molekul peptidoglikan (disebut juga murein). Peptidoglikan adalah polimer raksasa yang menyediakan kekuatan mekanik pada dinding sel bakteri. Gangguan struktural pada dinding sel ini menyebabkan tekanan osmotik internal yang tidak tertahankan, yang akhirnya menyebabkan lisis sel dan kematian bakteri.
Peptidoglikan tersusun dari rantai polisakarida linear yang bergantian antara residu NAG dan NAM, yang kemudian dihubungkan silang oleh rantai peptida pendek. Lisozim secara spesifik menargetkan dan memotong ikatan antara C1 dari NAM dan C4 dari NAG yang berdekatan. Efektivitas lisozim lebih menonjol terhadap bakteri Gram-positif karena dinding sel mereka terdiri dari lapisan peptidoglikan yang tebal dan mudah diakses. Sementara itu, bakteri Gram-negatif dilindungi oleh membran luar lipopolisakarida (LPS) yang menghambat akses lisozim ke lapisan peptidoglikan mereka, sehingga mereka lebih resisten.
Penentuan struktur oleh Phillips pada tahun 1965 menghasilkan proposal mekanisme katalitik pertama yang diterima secara luas, meskipun telah mengalami modifikasi seiring penelitian lebih lanjut. Mekanisme ini melibatkan dua langkah utama:
Mekanisme Phillips memiliki masalah termodinamika pada intermediet karbokation yang diusulkan. Penelitian yang lebih baru, khususnya menggunakan substrat fluorosugars dan teknik kristalografi resolusi tinggi, mengarah pada proposal Mekanisme Kovenlen (juga dikenal sebagai mekanisme retensi kovenlen). Dalam skema ini:
Saat ini, bukti-bukti eksperimental sangat mendukung mekanisme retensi kovenlen untuk lisozim, meskipun mekanisme spesifik dapat sedikit berbeda berdasarkan kondisi pH dan jenis substrat yang digunakan.
Lisozim adalah agen kekebalan bawaan yang tersebar luas. Kehadirannya yang universal dalam sekresi pelindung menunjukkan pentingnya peran pertahanan lini pertama terhadap infeksi mikroba yang terus-menerus.
Lisozim ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada cairan tubuh yang terpapar lingkungan luar, seperti air mata dan air liur. Dalam air mata, lisozim menyumbang 20-40% dari total protein, memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap infeksi okular. Di dalam mulut, lisozim bekerja sama dengan protein antimikroba lainnya (seperti laktoferin) untuk mengontrol biofilm bakteri dan mencegah karies gigi.
Lisozim juga merupakan komponen kunci dalam granulosit, terutama neutrofil dan makrofag, yang merupakan sel utama dalam respons kekebalan bawaan. Setelah fagositosis (proses menelan) bakteri, lisozim dilepaskan ke dalam fagosom, di mana ia bekerja sinergis dengan asam dan radikal oksigen untuk menghancurkan patogen. Lisozim dalam neutrofil manusia, yang dikenal sebagai lisozim C, adalah salah satu protein yang paling melimpah dalam granul primer, menunjukkan peran sentralnya dalam penghancuran intraseluler.
Selain fungsi enzimatik lisis langsung, lisozim juga memiliki peran imunomodulator yang semakin diakui. Fragmen peptidoglikan yang dihasilkan oleh aksi lisozim dapat bertindak sebagai sinyal molekuler. Fragmen-fragmen ini dikenali oleh reseptor spesifik dalam sel inang (seperti reseptor NOD-like, NLRs), yang memicu respons inflamasi dan mengaktifkan jalur kekebalan adaptif.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lisozim mungkin memiliki aktivitas antibakteri yang independen dari fungsi hidrolitiknya. Lisozim kationik dapat berinteraksi langsung dengan membran sel bakteri melalui interaksi elektrostatik, menyebabkan permeabilitas membran dan kebocoran isi sel, terutama pada kondisi pH rendah atau konsentrasi garam tinggi. Aktivitas non-enzimatik ini sangat relevan dalam kondisi in vivo di mana pH fagosom cenderung asam.
Lisozim adalah contoh klasik dari evolusi konvergen dan divergensi fungsional. Meskipun semua lisozim melakukan fungsi hidrolitik dasar yang sama, variasi dalam struktur dan substrat menunjukkan adaptasi terhadap lingkungan fisiologis yang berbeda.
Terdapat dua keluarga lisozim utama dalam biologi:
Konsentrasi lisozim yang sangat tinggi dalam putih telur ayam (ovalbumin) mencerminkan peran evolusioner yang penting. Putih telur menyediakan lingkungan nutrisi yang kaya bagi embrio tetapi juga merupakan tempat berkembang biak yang ideal bagi bakteri. Lisozim bertindak sebagai mekanisme perlindungan steril yang mencegah pertumbuhan mikroba selama masa inkubasi, memastikan kelangsungan hidup embrio.
Contoh yang luar biasa dari adaptasi fungsional adalah lisozim yang ditemukan dalam perut hewan ruminansia (seperti sapi dan domba). Lisozim normal biasanya cepat terdegradasi dalam lingkungan asam perut. Namun, lisozim ruminansia telah berevolusi untuk menjadi sangat stabil terhadap asam dan proteolisis (penghancuran protein). Stabilitas ini penting karena peran lisozim di sini bukan hanya sebagai pertahanan, tetapi sebagai enzim pencernaan. Ia membantu mencerna bakteri yang tumbuh di dalam rumen, memungkinkan hewan ruminansia memperoleh nutrisi dari biomassa mikroba tersebut. Perubahan struktural kecil, seperti mutasi spesifik residu, memungkinkan evolusi fungsi ganda ini.
Karena sifatnya yang antibakteri alami, tidak beracun, dan relatif stabil, lisozim telah menjadi biokatalis dan pengawet yang sangat dicari dalam industri pangan, farmasi, dan kosmetik.
Lisozim, terutama yang berasal dari putih telur ayam (CEWL), diakui secara internasional sebagai aditif makanan yang aman (GRAS status di AS dan E-Number E1105 di Eropa). Penggunaannya sangat luas, terutama di Asia Timur.
Salah satu aplikasi komersial tertua dan paling penting adalah pencegahan 'blowing' atau penggembungan akhir dalam keju semi-keras (seperti Gouda atau Edam). Penggembungan ini disebabkan oleh pertumbuhan bakteri butirat, terutama spesies Clostridium tyrobutyricum, yang menghasilkan gas (CO2 dan H2) selama pematangan keju. Penambahan lisozim pada susu sebelum koagulasi secara efektif menghambat Clostridium tanpa mempengaruhi bakteri asam laktat yang diperlukan untuk fermentasi keju.
Di Jepang, lisozim digunakan secara luas dalam pengawetan produk laut olahan, seperti surimi dan kanikama (crab stick). Lisozim membantu menghambat pertumbuhan bakteri psikrofilik yang menyebabkan pembusukan. Selain itu, lisozim digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk daging dan unggas yang dikemas, seringkali dalam kombinasi dengan bahan antimikroba lainnya.
Dalam bidang farmasi, lisozim dimanfaatkan karena sifat antibakteri dan anti-inflamasinya.
Karena lisozim secara alami ada di air mata dan ludah, ia sering dimasukkan ke dalam formulasi tetes mata dan obat kumur untuk meningkatkan pertahanan lokal terhadap infeksi. Lisozim juga digunakan dalam formulasi topikal untuk penyembuhan luka dan pengobatan dermatitis karena kemampuannya untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang berkolonisasi pada luka.
Lisozim hidroklorida sering dipasarkan sebagai suplemen yang mendukung sistem kekebalan tubuh, terutama di Jepang dan beberapa negara Eropa, di mana lisozim diyakini dapat membantu mengurangi gejala infeksi saluran pernapasan atas dengan memecah dinding sel bakteri patogen.
Untuk mengatasi keterbatasan, seperti resistensi bakteri Gram-negatif, para peneliti telah mengembangkan lisozim rekombinan dan hibrida. Lisozim yang dimodifikasi (misalnya, penambahan domain pengikat membran atau muatan kationik yang lebih besar) dapat menembus membran luar LPS bakteri Gram-negatif, secara dramatis meningkatkan spektrum aktivitasnya. Lisozim rekombinan diproduksi secara massal menggunakan sistem ekspresi mikroba, yang dapat menjadi alternatif yang lebih efisien dan berkelanjutan dibandingkan isolasi dari putih telur.
Meskipun lisozim adalah protein pelindung, disregulasi atau akumulasinya dalam tubuh dapat mengindikasikan atau berkontribusi pada kondisi patologis tertentu.
Lisozimuria adalah kondisi di mana lisozim terdeteksi dalam kadar tinggi dalam urin. Lisozim adalah protein kecil yang difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan sebagian besar direabsorpsi oleh tubulus. Peningkatan kadar lisozim dalam urin biasanya menunjukkan kerusakan tubulus ginjal (seperti nekrosis tubulus akut atau nefritis interstitial), karena reabsorpsi gagal.
Peningkatan kadar lisozim serum dan urin sangat khas pada jenis leukimia tertentu, terutama leukimia monositik akut (AML M4 dan M5) dan leukimia mielomonositik kronis. Sel-sel monositik dan mielomonositik yang ganas memproduksi lisozim dalam jumlah yang berlebihan. Konsentrasi lisozim yang sangat tinggi ini dapat bersifat nefrotoksik, berkontribusi pada kerusakan tubulus ginjal yang terlihat pada pasien leukimia tersebut.
Lisozim telah dikaitkan dengan bentuk amiloidosis herediter (Amiloidosis Lisozim Familial). Amiloidosis adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan deposisi fibril protein abnormal yang tidak larut (amiloid) di luar sel, menyebabkan disfungsi jaringan. Pada kasus amiloidosis lisozim, mutasi genetik pada gen lisozim menyebabkan protein menjadi tidak stabil, melipat secara tidak benar, dan beragregasi menjadi fibril amiloid yang terakumulasi di hati, ginjal, dan jaringan lainnya. Mutasi yang paling umum, seperti I56T (Isoleucine diganti dengan Threonine pada posisi 56), menyebabkan destabilisasi parsial pada struktur heliks alpha lisozim, memfasilitasi misfolding dan pembentukan fibril.
Dalam konteks penyakit autoimun dan inflamasi kronis, peran lisozim lebih ambigu. Meskipun lisozim berfungsi sebagai agen anti-inflamasi, peningkatan kadarnya sering terlihat pada kondisi inflamasi seperti penyakit Crohn atau kolitis ulseratif. Peningkatan ini mungkin merupakan respons sekunder dari tubuh terhadap peningkatan populasi neutrofil yang beredar dan merespons inflamasi pada saluran pencernaan, meskipun peran kausatif lisozim dalam patogenesis penyakit ini masih memerlukan studi lebih lanjut.
Karena pentingnya lisozim dalam penelitian dan industri, metode pemurnian, kuantifikasi, dan analisis strukturnya telah dikembangkan dengan sangat canggih.
Aktivitas lisozim biasanya diukur dengan metode turbidimetri, yang mengeksploitasi kemampuannya untuk melisiskan suspensi sel bakteri. Substrat standar yang digunakan adalah sel bakteri Micrococcus lysodeikticus (juga dikenal sebagai Micrococcus luteus) yang telah dikeringkan. Ketika lisozim ditambahkan ke dalam suspensi yang keruh, lisis dinding sel menyebabkan penurunan kekeruhan (turbiditas) suspensi. Laju penurunan absorbansi pada panjang gelombang tertentu (misalnya, 450 nm) berbanding lurus dengan aktivitas enzimatik lisozim.
Isolasi CEWL adalah proses industri yang terstandardisasi. Putih telur ayam diproses melalui serangkaian langkah termasuk pengendapan dengan garam (salting out), pertukaran ion, dan kromatografi afinitas.
Studi modern mengenai lisozim memanfaatkan teknik canggih untuk memahami dinamika dan interaksi substrat.
Efektivitas lisozim tidak absolut. Banyak patogen telah mengembangkan mekanisme pertahanan untuk menetralisir atau menghindari aksi lisozim. Namun, lisozim juga sering bekerja secara sinergis dengan molekul antimikroba lainnya.
Bakteri, terutama yang berada di lingkungan kaya lisozim (seperti dalam inang mamalia), telah mengembangkan berbagai strategi untuk melindungi diri dari lisis oleh enzim ini:
Di lingkungan biologis, lisozim jarang bekerja sendirian. Sinergi dengan agen antimikroba lain meningkatkan efektivitas pertahanan:
Lisozim terus menjadi subjek penelitian yang intensif, dengan fokus pada peningkatan spektrum aksinya dan pemanfaatan properti antibakterinya yang unik dalam menghadapi krisis resistensi antibiotik global.
Penelitian saat ini berpusat pada rekayasa protein untuk menghasilkan varian lisozim yang lebih kuat atau lebih stabil. Tujuannya adalah menciptakan enzim yang:
Pemanfaatan nanoteknologi memungkinkan pengiriman lisozim yang ditargetkan. Lisozim dapat dienkapsulasi dalam liposom atau nanopartikel polimer. Pendekatan ini menawarkan beberapa keuntungan:
Meskipun lisozim terkenal karena aktivitas antibakterinya, penelitian juga mengeksplorasi potensi perannya melawan virus dan jamur. Beberapa studi menunjukkan bahwa lisozim, atau fragmen peptida yang dihasilkan dari degradasi lisozim, dapat menghambat replikasi virus tertentu atau berinteraksi dengan membran jamur. Mekanisme ini seringkali tidak melibatkan lisis dinding sel peptidoglikan, melainkan interaksi elektrostatik yang mengganggu integritas membran sel patogen atau menghambat perlekatan virus pada sel inang.
Kinetika lisozim sangat dipengaruhi oleh lingkungan mikro, termasuk pH, suhu, dan kekuatan ionik. Pemahaman mendalam tentang parameter ini sangat penting untuk optimalisasi aplikasi industri dan interpretasi data klinis.
Lisozim tipe C (CEWL) menunjukkan aktivitas maksimum yang sangat bergantung pada pH. Kurva aktivitas versus pH biasanya berbentuk lonceng, dengan pH optimum sekitar 5.0–5.2. Penurunan aktivitas yang curam pada pH di atas 6.5 disebabkan oleh deprotonasi Glu35, yang membuatnya tidak mampu mendonasikan proton yang diperlukan untuk memulai reaksi hidrolisis. Sementara itu, suhu optimum untuk lisozim CEWL berkisar antara 40°C hingga 50°C, meskipun ia menunjukkan stabilitas termal yang luar biasa, mampu mempertahankan sebagian aktivitasnya bahkan setelah pemanasan singkat hingga 80°C.
Aktivitas lisozim juga sensitif terhadap konsentrasi garam (kekuatan ionik). Pada konsentrasi garam yang sangat rendah, lisozim cenderung mengalami agregasi, yang mengurangi aktivitasnya. Pada konsentrasi garam tinggi (misalnya, 0.1–0.5 M NaCl), aktivitas enzimatik dapat sedikit menurun karena gangguan pada interaksi elektrostatik antara lisozim yang bermuatan positif dan substrat peptidoglikan yang juga cenderung kationik atau netral. Pengaruh ini perlu dipertimbangkan saat lisozim digunakan dalam pengawetan makanan berbasis garam seperti keju atau produk fermentasi.
Lisozim mengikuti kinetika Michaelis-Menten standar (Vmax dan Km). Studi kinetik sangat penting untuk mengukur efisiensi enzimatik (kcat/Km). Penghambat lisozim dapat berupa zat yang menyerupai substrat (inhibitor kompetitif) atau zat yang mengikat situs lain (inhibitor non-kompetitif). Glukosamin dan N-asetilglukosamin, misalnya, dapat bertindak sebagai inhibitor kompetitif ringan dengan mengisi posisi A, B, atau C pada situs pengikatan tetapi tidak dapat dipotong.
Selain fungsi pertahanan akut, lisozim memiliki peran yang lebih halus dalam ekologi mikrobiota dan perkembangan organisme, terutama pada inang muda.
ASI mengandung konsentrasi lisozim yang sangat tinggi, jauh lebih tinggi daripada susu sapi, yang menyoroti perannya dalam nutrisi dan perlindungan bayi. Lisozim dalam ASI tidak hanya melindungi bayi dari infeksi saluran pencernaan yang umum pada masa neonatal tetapi juga membantu memodulasi komposisi mikrobiota usus. Dengan melisiskan bakteri tertentu, lisozim secara tidak langsung mendukung pertumbuhan bakteri komensal yang bermanfaat, seperti Bifidobacterium. Ini adalah contoh penting bagaimana sistem kekebalan bawaan berinteraksi untuk membentuk ekologi internal inang.
Lisozim yang disekresikan oleh sel Paneth di lapisan usus halus merupakan komponen vital dari pertahanan mukosa usus. Sel Paneth, yang terletak di dasar kripta Lieberkühn, melepaskan lisozim, kriptidin (defensin), dan fosfolipase A2. Lisozim yang dilepaskan di sini membantu menjaga jarak antara mikrobiota komensal di lumen dan sel epitel inang. Disfungsi atau defisiensi sel Paneth, dan karenanya penurunan sekresi lisozim, telah dikaitkan dengan peningkatan kerentanan terhadap kolitis dan perubahan komposisi mikrobiota yang merugikan.
Dalam penelitian biologi molekuler dan rekayasa genetika, lisozim adalah reagen standar yang tak tergantikan, terutama dalam prosedur lisis sel.
Salah satu penggunaan lisozim yang paling rutin di laboratorium adalah pada langkah awal isolasi plasmid dari bakteri E. coli. Dalam protokol lisis basa (alkaline lysis), lisozim digunakan untuk merusak dinding sel bakteri, memungkinkan pelepasan isi sel, termasuk DNA plasmid dan kromosom. Lisis yang efisien oleh lisozim adalah prasyarat untuk memisahkan plasmid kecil dari DNA kromosom besar melalui pengendapan selanjutnya.
Dengan mengontrol konsentrasi lisozim dan kondisi osmotik, adalah mungkin untuk menghilangkan dinding sel bakteri tanpa menyebabkan lisis penuh. Struktur yang dihasilkan, yang masih memiliki membran sel tetapi tidak memiliki dinding sel (sferoplas pada Gram-negatif, protoplas pada Gram-positif), sangat berguna untuk studi biologi membran, fusi sel, atau transformasi genetik (introduksi materi genetik asing).
Meskipun lisozim adalah enzim yang sudah dipahami dengan baik, tantangan dalam mengoptimalkan penggunaannya di dunia modern tetap ada, terutama dalam menghadapi bakteri superbug yang resisten terhadap banyak obat.
Tantangan terbesar lisozim adalah spektrum sempitnya yang alami. Mengembangkan varian lisozim yang benar-benar efektif melawan patogen Gram-negatif seperti Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella pneumoniae adalah bidang fokus utama. Hal ini mungkin melibatkan penggabungan lisozim dengan peptida antimikroba (AMPs) sintetik yang dapat bertindak sebagai 'pilot' untuk menembus membran luar LPS.
Permintaan industri, terutama dari sektor pangan, membutuhkan produksi lisozim yang sangat besar. Mengandalkan sumber alami (putih telur) menghadapi kendala pasokan dan fluktuasi harga. Pengembangan sistem ekspresi rekombinan (misalnya, pada ragi atau strain bakteri yang aman) untuk memproduksi lisozim yang identik atau bahkan superior secara fungsional dalam skala industri adalah penting untuk memastikan ketersediaan dan mengurangi biaya.
Masa depan lisozim mungkin terletak pada terapi kombinasi. Penggunaan lisozim bersamaan dengan antibiotik konvensional dapat meningkatkan sensitivitas bakteri terhadap obat-obatan tersebut, terutama pada bakteri yang telah mengembangkan biofilm. Biofilm adalah matriks polimer pelindung yang membuat bakteri resisten. Lisozim dapat membantu memecah matriks peptidoglikan di dalam biofilm, membuka jalan bagi antibiotik untuk mencapai targetnya. Eksplorasi sinergisme ini menawarkan strategi yang menjanjikan untuk melawan infeksi kronis yang sulit diobati.
Lisozim, enzim sederhana namun elegan yang ditemukan dalam air mata dan lendir, merupakan bukti kecerdasan evolusi dalam menciptakan pertahanan molekuler. Dari struktur tiga dimensinya yang dikarakterisasi pada pertengahan abad ke-20 hingga perannya yang kompleks dalam regulasi mikrobiota usus dan potensi aplikasinya dalam memerangi bakteri Gram-negatif, lisozim tetap menjadi salah satu protein paling menarik dan relevan dalam biologi modern. Kontinuitas penelitian menjanjikan bahwa enzim serbaguna ini akan terus memainkan peran sentral, baik sebagai penjaga kesehatan biologis maupun sebagai alat bioteknologi yang transformatif di masa mendatang.