I. Pengantar Mendalam Mengenai Lorong Karpal
Sindrom Lorong Karpal (SLK), atau dalam istilah medis dikenal sebagai Carpal Tunnel Syndrome (CTS), merupakan salah satu neuropati kompresi jebakan perifer yang paling umum terjadi. Kondisi ini melibatkan penekanan pada Nervus Medianus (saraf median) saat ia melewati saluran sempit di pergelangan tangan yang dikenal sebagai Lorong Karpal (Carpal Tunnel). Meskipun sering dianggap sebagai penyakit ringan yang berhubungan dengan pekerjaan, SLK yang tidak ditangani dapat menyebabkan kelemahan otot permanen (atrofi tenar) dan hilangnya fungsi sensorik yang signifikan, memengaruhi kualitas hidup penderitanya secara drastis.
Definisi Kunci: Lorong Karpal adalah saluran osteofibrosa di pergelangan tangan yang dibentuk oleh tulang-tulang karpal di bagian bawah dan Ligamentum Karpi Transversum (retinakulum fleksor) yang kuat di bagian atas. Melalui lorong ini, melewatisaraf medianus dan sembilan tendon fleksor. Peningkatan tekanan dalam ruang tertutup ini adalah inti dari patofisiologi SLK.
1.1. Pentingnya Pengenalan Dini
Identifikasi gejala awal seperti kesemutan (parestesia) dan mati rasa pada malam hari sangat penting. Intervensi yang tepat pada tahap awal sering kali memungkinkan resolusi total tanpa perlu prosedur invasif. Kegagalan mengenali kondisi ini sering menyebabkan penderita mencari pengobatan ketika kerusakan saraf sudah mencapai tingkat sedang atau berat, yang memerlukan penanganan lebih kompleks.
II. Anatomi Fungsional Lorong Karpal
Pemahaman mendalam mengenai struktur anatomis di sekitar pergelangan tangan adalah kunci untuk memahami mekanisme terjadinya SLK. Lorong Karpal bukanlah struktur tunggal, melainkan sebuah terowongan yang dibatasi oleh struktur keras dan lunak.
2.1. Struktur Dinding Lorong Karpal
- Dasar (Lantai): Dibentuk oleh tulang-tulang karpal (pergelangan tangan) yang tersusun membentuk lengkungan, yaitu skafoid, lunatum, triquetrum, dan pisiform di baris proksimal, serta trapezius, trapezoid, kapitatum, dan hamatum di baris distal.
- Atap (Ligamen Karpi Transversum): Ini adalah pita jaringan ikat fibrosa yang tebal dan kuat yang membentang melintasi tulang-tulang karpal. Ligamen inilah yang menjadi target utama dalam prosedur bedah dekompresi.
2.2. Penghuni Lorong Karpal
Lorong ini sangat padat. Di dalamnya terdapat sepuluh struktur vital yang bersaing untuk mendapatkan ruang:
- Nervus Medianus (Saraf Median): Ini adalah struktur paling rentan dan paling sering terkompresi. Saraf ini bertanggung jawab atas fungsi sensorik di ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan setengah sisi radial jari manis, serta fungsi motorik pada otot-otot tenar (otot di dasar ibu jari).
- Sembilan Tendon Fleksor:
- Empat Tendon Fleksor Digitorum Superficialis.
- Empat Tendon Fleksor Digitorum Profundus.
- Satu Tendon Fleksor Pollicis Longus (untuk ibu jari).
Ilustrasi anatomi transversal lorong karpal yang menunjukkan Saraf Medianus yang rentan terhadap kompresi di bawah Ligamentum Karpi Transversum.
2.3. Mekanisme Kompresi
Ketika ruang di dalam lorong karpal berkurang—baik karena pembengkakan tendon (tenosinovitis), retensi cairan, atau pertumbuhan massa (misalnya lipoma, kista ganglion)—tekanan hidrostatik di dalam lorong meningkat. Karena tulang tidak bisa bergerak, Ligamentum Karpi Transversum yang kaku menekan struktur di bawahnya. Saraf median, yang merupakan struktur lunak dengan pembuluh darah yang sensitif, paling rentan terhadap iskemia (kurangnya suplai darah) akibat peningkatan tekanan ini, yang menyebabkan gejala neurologis.
III. Etiologi dan Faktor Risiko Sindrom Lorong Karpal
SLK jarang disebabkan oleh satu faktor tunggal. Umumnya, ia merupakan hasil interaksi kompleks antara predisposisi anatomi, kondisi medis sistemik, dan faktor biomekanik lingkungan.
3.1. Kondisi Medis Sistemik (Penyebab Sekunder)
Beberapa penyakit dapat meningkatkan volume jaringan di dalam lorong karpal atau memengaruhi kesehatan saraf secara keseluruhan:
- Diabetes Melitus: Neuropati diabetik membuat saraf medianus lebih rentan terhadap kerusakan akibat kompresi. Kontrol gula darah yang buruk adalah faktor risiko utama.
- Hipotiroidisme: Penurunan hormon tiroid dapat menyebabkan akumulasi mukopolisakarida di jaringan ikat (termasuk tendon dan retinakulum), yang meningkatkan volume dan tekanan di dalam lorong.
- Artritis Reumatoid (RA): Peradangan sinovial kronis dapat menyebabkan pembengkakan selubung tendon (tenosinovitis), secara langsung mengurangi ruang lorong karpal.
- Kehamilan dan Menopause: Perubahan hormon dan retensi cairan (edema) selama kehamilan seringkali memicu SLK sementara. Gejala biasanya mereda setelah melahirkan.
- Obesitas: Indeks massa tubuh (IMT) yang tinggi telah terbukti berkorelasi positif dengan risiko SLK.
- Gagal Ginjal dan Amiloidosis: Kondisi ini dapat menyebabkan penumpukan protein abnormal dalam jaringan lunak di pergelangan tangan.
3.2. Faktor Biomekanik dan Okupasional (Pekerjaan)
Meskipun sering disalahpahami, SLK jarang disebabkan oleh satu sesi mengetik. SLK terkait pekerjaan adalah akumulasi dari gerakan repetitif yang dilakukan dalam jangka waktu lama, terutama yang melibatkan posisi pergelangan tangan yang tidak netral.
- Gerakan Berulang dan Kuat: Tugas-tugas yang memerlukan genggaman kuat yang berulang (misalnya pekerja konstruksi, tukang daging) meningkatkan tekanan internal lorong.
- Posisi Pergelangan Tangan yang Ekstrem: Memfleksikan (menekuk) atau mengekstensi (meluruskan ke belakang) pergelangan tangan secara ekstrem dan berkepanjangan dapat menekan saraf secara langsung di bawah ligamen. Contohnya adalah penggunaan alat-alat tertentu, atau posisi tidur yang salah.
- Paparan Getaran: Penggunaan alat-alat yang menghasilkan getaran (misalnya bor listrik, gergaji mesin) dianggap sebagai faktor risiko signifikan karena dapat menyebabkan kerusakan vaskular dan inflamasi pada tendon.
3.3. Trauma dan Kondisi Lokal
Cedera langsung pada pergelangan tangan, seperti fraktur (patah tulang) atau dislokasi yang melibatkan tulang karpal, dapat mengubah anatomi lorong, menyebabkan kompresi mekanis akut. Selain itu, adanya massa seperti kista ganglion atau tumor kecil di dalam lorong dapat langsung menekan saraf.
IV. Manifestasi Klinis dan Tahapan Gejala
Gejala SLK berkembang secara bertahap, biasanya dimulai ringan dan menjadi lebih parah seiring waktu. Gejala klasik melibatkan parestesia, nyeri, dan kelemahan otot yang distribusinya sesuai dengan inervasi saraf median.
4.1. Gejala Sensorik (Parestesia dan Mati Rasa)
Ini adalah keluhan awal yang paling sering. Gejala sensorik biasanya terbatas pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan setengah sisi radial jari manis. Jari kelingking dan setengah sisi ulnar jari manis biasanya tidak terpengaruh, sebuah poin diagnostik yang penting.
- Gejala Nokturnal (Malam Hari): Kesemutan atau mati rasa yang membangunkan penderita dari tidur adalah ciri khas SLK tahap awal. Ini disebabkan oleh posisi pergelangan tangan yang tertekuk saat tidur (fleksi) dan redistribusi cairan tubuh saat berbaring.
- Aktivitas Pemicu: Gejala sering dipicu oleh aktivitas yang melibatkan fleksi pergelangan tangan yang berkepanjangan, seperti mengemudi, memegang telepon, atau membaca buku. Penderita sering menggoyangkan tangan (flicking sign) untuk meredakan gejala.
4.2. Gejala Motorik (Kelemahan)
Kelemahan motorik terjadi pada tahap penyakit yang lebih lanjut, menunjukkan denervasi (kehilangan suplai saraf) pada otot-otot tenar (otot-otot kecil di dasar ibu jari, seperti abductor pollicis brevis). Kelemahan ini menyebabkan kesulitan dalam melakukan gerakan presisi:
- Kesulitan Menggenggam: Penderita kesulitan memegang benda kecil atau melakukan gerakan menjepit (pincer grasp).
- Atrofi Tenar: Pada kasus parah dan kronis, otot di dasar ibu jari dapat mengecil (wasting/atrofi), menghasilkan tampilan tangan yang rata (flat hand). Ini adalah tanda kerusakan saraf yang signifikan dan seringkali permanen.
4.3. Klasifikasi Tingkat Keparahan (Severity Grading)
Klasifikasi ini membantu menentukan pendekatan terapi:
- Ringan: Gejala intermiten, terutama malam hari. Tidak ada kelemahan atau atrofi.
- Sedang: Gejala lebih sering, termasuk siang hari. Terjadi penurunan sensasi (hipestesia) ringan, tetapi fungsi motorik masih utuh.
- Berat: Gejala persisten. Mati rasa konstan. Terdapat kelemahan otot tenar dan mungkin atrofi.
- Ekstrem: Kehilangan fungsi motorik hampir total dan mati rasa yang meluas, dengan atrofi otot yang jelas.
Peta distribusi mati rasa yang khas pada Sindrom Lorong Karpal, memengaruhi sisi radial tangan. Area berwarna gelap menunjukkan sensasi yang berkurang.
V. Proses Diagnosis Komprehensif
Diagnosis SLK adalah diagnosis klinis yang ditegakkan berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, namun seringkali diperkuat oleh pemeriksaan elektrofisiologi untuk mengukur tingkat kerusakan saraf.
5.1. Riwayat Pasien dan Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dimulai dengan memastikan pola gejala sesuai dengan distribusi saraf median dan menentukan faktor pemicu. Beberapa tes provokatif dilakukan:
- Tes Phalen: Pasien diminta menahan posisi fleksi pergelangan tangan maksimum (punggung tangan saling bertemu) selama 60 detik. Hasil positif jika muncul kesemutan atau mati rasa. Posisi ini meningkatkan tekanan di lorong karpal.
- Tes Tinel: Pemeriksa mengetuk lembut saraf medianus di atas lorong karpal. Hasil positif jika pasien merasakan sensasi kesetrum atau kesemutan yang menjalar ke jari-jari.
- Tes Durkan (Kompresi Karpal): Pemeriksa menekan langsung Ligamentum Karpi Transversum dengan ibu jari selama 30 detik. Tes ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sangat tinggi.
- Evaluasi Motorik: Menguji kekuatan otot abductor pollicis brevis, seringkali menggunakan uji tahanan. Penilaian atrofi tenar juga dilakukan secara visual.
5.2. Pemeriksaan Elektrofisiologi (EMG dan NCS)
Pemeriksaan konduksi saraf (Nerve Conduction Study/NCS) dan elektromiografi (EMG) adalah standar emas untuk mengonfirmasi diagnosis, menentukan tingkat keparahan, dan menyingkirkan neuropati lain (misalnya kompresi saraf di leher atau siku).
- NCS (Uji Konduksi Saraf): Mengukur kecepatan dan amplitudo sinyal listrik saat melewati saraf medianus di pergelangan tangan. Pada SLK, terjadi perlambatan konduksi (latensi memanjang) atau penurunan amplitudo (kerusakan aksonal).
- EMG (Elektromiografi): Menganalisis aktivitas listrik otot. EMG dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda kerusakan saraf (denervasi) pada otot-otot tenar, yang mengindikasikan SLK yang lebih berat.
5.3. Pemeriksaan Pencitraan
Pencitraan biasanya tidak diperlukan untuk SLK idiopatik (tanpa penyebab yang jelas), tetapi dapat sangat berguna jika ada kecurigaan penyebab sekunder:
- Ultrasonografi (USG): USG adalah alat non-invasif yang sangat berguna. Pada SLK, USG dapat menunjukkan pembengkakan saraf median (peningkatan area penampang melintang/CSA) di proksimal lorong, serta dapat mengidentifikasi adanya massa seperti kista atau tumor yang menekan.
- MRI (Magnetic Resonance Imaging): Jarang digunakan, kecuali untuk menyingkirkan massa tumor atau anomali vaskular yang kompleks.
VI. Strategi Penanganan Konservatif (Non-Bedah)
Penanganan konservatif adalah lini pertama terapi, terutama bagi pasien dengan SLK ringan hingga sedang, atau yang disebabkan oleh kondisi transien seperti kehamilan. Tujuannya adalah mengurangi tekanan pada saraf medianus dan mengendalikan peradangan.
6.1. Modifikasi Aktivitas dan Istirahat
Langkah pertama adalah identifikasi dan eliminasi faktor pemicu. Pasien harus menghindari aktivitas yang memerlukan fleksi atau ekstensi pergelangan tangan yang ekstrem atau berkepanjangan. Ini termasuk penyesuaian ergonomi tempat kerja.
- Ergonomi Tempat Kerja: Menggunakan keyboard dan mouse yang dirancang ergonomis, memastikan pergelangan tangan tetap dalam posisi netral, dan mengambil jeda (istirahat mikro) secara teratur.
6.2. Penggunaan Belat (Splinting)
Belat pergelangan tangan (wrist splint) adalah salah satu intervensi konservatif yang paling efektif. Belat harus digunakan terutama pada malam hari, menjaga pergelangan tangan dalam posisi netral atau sedikit ekstensi (0 hingga 20 derajat). Penggunaan belat malam hari efektif karena mengurangi kompresi yang terjadi akibat posisi tidur yang salah.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan belat penuh waktu (siang dan malam) mungkin lebih efektif dalam jangka pendek, tetapi kepatuhan pasien sulit dicapai. Penggunaan belat harus diteruskan selama minimal 4 hingga 6 minggu.
6.3. Farmakoterapi (Obat-obatan)
- Obat Anti-inflamasi Non-Steroid (OAINS): Obat oral seperti ibuprofen atau naproxen dapat digunakan untuk mengurangi peradangan sinovial di sekitar tendon, sehingga mengurangi volume jaringan dalam lorong. Efektivitasnya cenderung lebih rendah dibandingkan suntikan steroid.
- Diuretik: Dapat dipertimbangkan pada pasien dengan retensi cairan sistemik (misalnya pada kehamilan atau gagal jantung), meskipun manfaatnya langsung pada lorong karpal masih diperdebatkan.
- Vitamin B6 (Piridoksin): Meskipun mekanismenya belum sepenuhnya jelas, beberapa studi mendukung penggunaan vitamin B6, terutama jika pasien mengalami defisiensi, karena perannya dalam kesehatan saraf.
6.4. Injeksi Kortikosteroid Lokal
Injeksi kortikosteroid langsung ke dalam lorong karpal adalah terapi non-bedah yang paling efektif dan memberikan peredaan gejala cepat. Steroid (misalnya deksametason) bertindak sebagai anti-inflamasi kuat yang mengurangi pembengkakan tendon dan tekanan saraf.
- Protokol: Injeksi harus dilakukan dengan hati-hati, idealnya dipandu oleh USG, untuk memastikan obat masuk ke dalam lorong tanpa merusak saraf medianus.
- Prognosis: Suntikan dapat memberikan peredaan jangka panjang (6 bulan hingga 1 tahun) pada sekitar 50% pasien. Namun, ini sering dianggap sebagai terapi jembatan, menunda kebutuhan bedah. Jika gejala kembali dengan cepat, ini mungkin mengindikasikan perlunya intervensi bedah.
VII. Peran Fisioterapi dan Rehabilitasi
Fisioterapi memegang peranan krusial, baik dalam penanganan konservatif maupun pasca-operasi. Fokus utama adalah pada latihan peluncuran saraf dan penguatan otot.
7.1. Nerve Gliding Exercises (Latihan Peluncuran Saraf)
Tujuan dari latihan ini adalah memfasilitasi gerakan longitudinal saraf medianus di dalam lorong karpal. Gerakan ini dipercaya dapat mengurangi perlengketan (adhesi) antara saraf dan struktur di sekitarnya, meningkatkan vaskularisasi saraf, dan mengurangi iritasi mekanis.
Protokol latihan peluncuran saraf (Saraf Median):
- Tangan lurus, jari ke atas.
- Pergelangan tangan ditekuk ke belakang (ekstensi).
- Tangan ditekuk ke belakang, ibu jari dibuka.
- Tangan ditekuk ke belakang, ibu jari ditarik.
- Tangan ditekuk ke belakang, kepala ditekuk ke samping berlawanan.
Latihan ini harus dilakukan secara bertahap dan tidak boleh memicu peningkatan kesemutan yang signifikan.
7.2. Teknik Fisik Lainnya
- Terapi Panas/Dingin: Dapat membantu mengurangi nyeri dan inflamasi.
- Ultrasound Terapeutik: Penggunaan gelombang suara untuk menghasilkan efek termal dan non-termal, bertujuan meningkatkan penyembuhan jaringan ikat dan mengurangi peradangan. Bukti ilmiah mengenai efektivitasnya dalam SLK masih bervariasi.
- Pijat Jaringan Lunak: Fokus pada fasia dan otot di lengan bawah dapat membantu mengurangi ketegangan yang menjalar.
7.3. Penguatan Pasca-Konservatif
Setelah gejala nyeri dan mati rasa terkontrol, program penguatan ringan untuk otot-otot intrinsik tangan dan otot-otot di lengan bawah dapat dimulai untuk meningkatkan daya cengkeram dan stabilitas fungsional.
VIII. Intervensi Bedah: Dekompresi Lorong Karpal
Pembedahan menjadi pilihan ketika penanganan konservatif gagal setelah 4-6 bulan, atau jika pasien datang dengan penyakit yang sudah parah (kelemahan motorik, atrofi, atau bukti kerusakan aksonal parah pada NCS).
8.1. Tujuan dan Indikasi Pembedahan
Tujuan utama dari operasi dekompresi lorong karpal adalah memotong Ligamentum Karpi Transversum untuk menghilangkan tekanan pada Nervus Medianus secara permanen. Indikasi meliputi:
- Kegagalan pengobatan non-bedah yang tepat setelah periode yang memadai.
- Bukti kerusakan saraf yang parah (misalnya, EMG menunjukkan denervasi otot tenar).
- Gejala yang sangat berat dan persisten yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
8.2. Jenis Prosedur Bedah
Saat ini terdapat dua teknik utama:
8.2.1. Pelepasan Lorong Karpal Terbuka (Open Carpal Tunnel Release/OCTR)
Ini adalah prosedur tradisional dan paling sering dilakukan. Dokter bedah membuat sayatan kecil (sekitar 3-5 cm) pada telapak tangan di lipatan pergelangan tangan, yang memungkinkan visualisasi langsung Ligamentum Karpi Transversum. Ligamen dipotong di bawah visualisasi langsung.
- Keuntungan: Tingkat keberhasilan yang sangat tinggi, risiko kerusakan saraf yang sangat rendah karena visualisasi langsung, dan dapat dilakukan dengan anestesi lokal.
- Kekurangan: Bekas luka (scar) yang lebih panjang dan waktu pemulihan jaringan ikat (penyembuhan luka) yang sedikit lebih lama.
8.2.2. Pelepasan Lorong Karpal Endoskopik (Endoscopic Carpal Tunnel Release/ECTR)
Prosedur ini menggunakan endoskop kecil (kamera) yang dimasukkan melalui sayatan yang sangat kecil (biasanya kurang dari 1,5 cm) di pergelangan tangan atau telapak tangan. Ligamen dipotong menggunakan alat khusus yang dimasukkan melalui endoskop.
- Keuntungan: Pemulihan pasca-bedah (kembali bekerja) yang lebih cepat, nyeri pasca-operasi yang lebih ringan, dan bekas luka kosmetik yang minimal.
- Kekurangan: Kurva belajar yang lebih curam bagi dokter bedah, risiko teoritis yang sedikit lebih tinggi untuk cedera saraf (jika visualisasi endoskopik tidak jelas), dan biaya peralatan yang lebih tinggi.
8.3. Komplikasi Potensial Pembedahan
Meskipun tingkat keberhasilan operasi sangat tinggi (lebih dari 90%), komplikasi mungkin terjadi:
- Nyeri Pilar (Pillar Pain): Nyeri atau sensitivitas di dasar telapak tangan yang dapat berlangsung beberapa bulan pasca-operasi.
- Cedera Saraf: Kerusakan saraf medianus atau cabang palmar kutaneus (cabang sensorik yang berjalan di luar lorong) akibat sayatan atau alat bedah.
- Infeksi atau Hematoma.
- Kegagalan Dekompresi: Jarang, tetapi dapat terjadi jika ligamen tidak sepenuhnya terpotong (pelepasan parsial).
IX. Protokol Pemulihan dan Prognosis Jangka Panjang
Kesuksesan jangka panjang operasi SLK sangat bergantung pada kepatuhan pasien terhadap protokol rehabilitasi pasca-bedah.
9.1. Periode Pasca-Operasi Langsung (Minggu 1-2)
Pada periode ini, fokus utama adalah manajemen nyeri, kontrol pembengkakan (edema), dan perlindungan luka. Pasien didorong untuk menggerakkan jari-jari segera, tetapi membatasi gerakan fleksi/ekstensi pergelangan tangan yang kuat. Posisi tangan yang ditinggikan (elevasi) sangat penting untuk mengurangi edema.
9.2. Rehabilitasi Fungsional (Minggu 3-6)
- Perawatan Bekas Luka: Dimulai dengan pemijatan bekas luka (scar mobilization) setelah jahitan dilepas. Ini penting untuk mencegah adhesi dan mengurangi nyeri pilar.
- Latihan Gerak Penuh: Secara bertahap mulai melakukan latihan peluncuran saraf yang lebih intensif dan latihan rentang gerak pergelangan tangan.
- Penguatan: Dimulai dengan latihan resistensi ringan (misalnya, meremas bola busa) untuk mengembalikan kekuatan cengkeraman.
9.3. Pemulihan Penuh dan Prognosis
Gejala sensorik (mati rasa dan kesemutan) seringkali memerlukan waktu lebih lama untuk pulih—terkadang hingga satu tahun—terutama pada kasus yang parah, karena regenerasi saraf sangat lambat. Kekuatan otot (motorik) biasanya mulai pulih dalam 6 bulan.
Prognosis umumnya sangat baik, dengan resolusi gejala pada sebagian besar pasien. Namun, jika atrofi otot sudah parah sebelum operasi, pemulihan fungsi motorik mungkin tidak total.
X. Aspek Lanjutan: Pengelolaan Kasus Khusus dan Pencegahan
10.1. Lorong Karpal pada Populasi Khusus
10.1.1. Kehamilan
SLK terjadi pada sekitar 20% hingga 50% wanita hamil. Pengobatan konservatif (belat malam, modifikasi aktivitas) hampir selalu berhasil. Operasi hanya diindikasikan jika gejala sangat mengganggu dan tidak membaik setelah melahirkan, karena sebagian besar kasus akan hilang spontan dalam beberapa minggu pasca-persalinan.
10.1.2. Diabetes Melitus
Pasien diabetes memiliki risiko SLK yang jauh lebih tinggi dan seringkali memiliki hasil pemulihan yang kurang optimal dibandingkan pasien non-diabetes. Ini karena saraf mereka sudah mengalami neuropati sistemik. Pada pasien diabetes, kontrol glikemik yang ketat adalah bagian integral dari pengobatan SLK.
10.1.3. SLK Berulang (Recurrence)
Meskipun jarang (kurang dari 5%), SLK dapat kambuh, biasanya karena kegagalan ligamen dipotong sepenuhnya (pelepasan parsial), pembentukan jaringan parut yang berlebihan (fibrosis) di sekitar saraf, atau adanya penyebab sekunder yang tidak terdiagnosis. Penanganan recurrence sering memerlukan operasi revisi yang lebih kompleks, seringkali dengan penggunaan bahan pelindung saraf (neurolysis) atau flap vaskular.
10.2. Pendekatan Pencegahan
Pencegahan SLK berfokus pada mengurangi paparan terhadap faktor risiko biomekanik dan menjaga kesehatan sistemik.
- Ergonomi Tepat: Pastikan meja kerja, kursi, dan peralatan berada pada ketinggian yang memungkinkan pergelangan tangan tetap lurus dan rileks.
- Jeda Teratur: Melakukan peregangan tangan dan pergelangan tangan setiap 30-60 menit jika melakukan tugas repetitif.
- Peregangan dan Latihan Pemanasan: Melakukan latihan pemanasan sebelum memulai pekerjaan yang intensif secara manual.
- Kontrol Penyakit Sistemik: Pengelolaan yang ketat terhadap diabetes, tiroid, dan berat badan untuk meminimalkan dampak neuropati dan retensi cairan.
XI. Patofisiologi Detail: Mengapa Saraf Rusak?
Untuk memahami sepenuhnya SLK, kita harus menyelami bagaimana kompresi mekanis diterjemahkan menjadi kerusakan saraf pada tingkat seluler. Ini bukan hanya masalah tekanan, tetapi juga masalah aliran darah dan transportasi nutrisi saraf.
11.1. Peran Tekanan dan Iskemia
Lorong karpal pada kondisi normal memiliki tekanan internal yang sangat rendah (sekitar 2.5 mmHg). Pada pasien SLK, tekanan ini dapat meningkat drastis, seringkali melebihi 30 mmHg, dan mencapai puncaknya (hingga 110 mmHg) saat pergelangan tangan ditekuk ekstrem.
Tekanan di atas 30 mmHg mulai menghambat aliran darah vena kecil di sekitar saraf (epineurium), menyebabkan edema (pembengkakan) dan kongesti vaskular. Tekanan yang lebih tinggi (>40 mmHg) mulai membatasi aliran darah arteri, yang menyebabkan iskemia (kekurangan oksigen) pada saraf.
11.2. Kerusakan Fungsional dan Struktural
Iskemia dan tekanan menyebabkan dua jenis kerusakan utama:
- Blok Konduksi (Demyelinasi): Pada tahap awal, tekanan memengaruhi sel Schwann yang menghasilkan mielin (pelindung saraf). Kerusakan mielin menyebabkan sinyal listrik melambat atau terhenti, tetapi akson (inti saraf) masih utuh. Ini menjelaskan mengapa gejala awal bersifat intermiten dan NCS menunjukkan perlambatan. Ini adalah tahap yang sangat reversibel.
- Degenerasi Aksonal: Jika kompresi berlanjut dan iskemia parah, akson itu sendiri mulai mati (degenerasi Waller). Ini menghasilkan gejala mati rasa yang konstan dan kelemahan otot. Kerusakan aksonal lebih sulit dan lebih lambat untuk diperbaiki. Ini ditandai dengan penurunan amplitudo pada NCS dan temuan positif pada EMG.
11.3. Transportasi Aksoplasmik yang Terganggu
Saraf memerlukan aliran material dan nutrisi dari badan sel di tulang belakang ke ujung saraf di tangan (transportasi aksoplasmik). Kompresi fisik di lorong karpal bertindak seperti sumbatan, mengganggu transportasi ini, menyebabkan penumpukan material proksimal dari lorong. Gangguan ini lebih lanjut memperburuk kesehatan saraf, menyebabkan pembengkakan yang terlihat pada USG.
XII. Diagnosis Banding: Membedakan SLK dari Neuropati Lain
Gejala mati rasa dan kesemutan di tangan tidak selalu SLK. Penting untuk membedakannya dari kondisi lain yang dapat meniru gejala serupa (neuropati jebakan proksimal atau radikulopati servikal).
12.1. Radikulopati Servikal (Kompresi Saraf Leher)
Masalah pada akar saraf di tulang belakang leher (misalnya, akibat hernia diskus) dapat menyebabkan nyeri yang menjalar ke lengan. Perbedaannya:
- Pola Gejala: Radikulopati C6 atau C7 sering memengaruhi seluruh lengan dan dapat menyebabkan nyeri leher yang signifikan. SLK jarang menyebabkan nyeri di atas siku.
- Jari yang Terlibat: Radikulopati sering memengaruhi semua jari di area persarafan tertentu, tidak hanya saraf median. SLK akan secara khas menghindari area kulit yang dipersarafi oleh saraf ulnaris (jari kelingking).
- Tes Spesifik: Tes Spurling (untuk radikulopati) akan positif, sementara Tinel dan Phalen akan negatif atau minimal.
12.2. Neuropati Ulnaris (Kompresi Saraf Ulnaris)
Kompresi saraf ulnaris (misalnya di siku, dikenal sebagai sindrom terowongan kubiti) menyebabkan mati rasa di jari manis (sisi ulnar) dan jari kelingking, dengan kelemahan pada otot-otot kecil tangan (otot intrinsik). Ini adalah diagnosis banding yang jelas berbeda dari SLK.
12.3. Sindrom Pronator Teres
Ini adalah neuropati jebakan proksimal di lengan bawah, di mana saraf median terkompresi oleh otot pronator teres. Gejala serupa dengan SLK, tetapi nyeri dan sensitivitas biasanya terletak lebih tinggi di lengan bawah, dan pasien seringkali tidak mengalami gejala nokturnal.
12.4. Polyneuropathy (Neuropati Perifer)
Terutama pada diabetes, neuropati perifer memengaruhi saraf pada kedua tangan dan kaki dalam pola "sarung tangan dan kaus kaki" yang simetris, berbeda dengan SLK yang umumnya asimetris atau hanya melibatkan satu tangan di awal.
XIII. Pendekatan Multidisiplin dan Penelitian Masa Depan
Penanganan SLK yang optimal memerlukan kolaborasi antara berbagai spesialis, termasuk ahli bedah ortopedi, ahli saraf, fisioterapis, dan ahli reumatologi (jika ada penyebab inflamasi).
13.1. Peran Ahli Saraf
Ahli saraf sangat penting dalam menginterpretasikan NCS/EMG untuk membedakan SLK dari diagnosis banding yang lebih kompleks, serta dalam mengelola neuropati sistemik yang mendasari.
13.2. Konsultasi Ergonomi
Dalam kasus SLK terkait pekerjaan, seorang ahli ergonomi dapat memberikan evaluasi mendalam tentang stasiun kerja pasien dan menyarankan modifikasi yang sangat spesifik, yang vital untuk mencegah kekambuhan jangka panjang.
13.3. Terapi Alternatif dan Penelitian
Saat ini, penelitian terus mencari modalitas terapi non-invasif yang lebih efektif. Terapi laser tingkat rendah (LLLT) dan terapi mobilisasi jaringan saraf tingkat lanjut (advanced nerve mobilization) sedang dievaluasi. Selain itu, ada peningkatan fokus pada regenerasi saraf pasca-dekompresi, termasuk penggunaan faktor pertumbuhan saraf, meskipun intervensi ini masih dalam tahap eksperimental.
SLK adalah kondisi yang sangat dapat diobati. Dengan pemahaman mendalam tentang anatomi dan patofisiologi, serta penerapan protokol diagnostik dan terapeutik yang sistematis, sebagian besar pasien dapat mencapai pemulihan fungsional penuh dan kembali ke aktivitas normal mereka tanpa rasa sakit dan mati rasa.