MABBIM: Majlis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia

Majlis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia, atau yang lebih dikenal dengan akronim MABBIM, merupakan manifestasi kolektif dari keinginan tiga negara serumpun untuk menyelaraskan dan memajukan bahasa Melayu/Indonesia di pentas global. MABBIM tidak sekadar sebuah forum pertemuan, melainkan sebuah institusi supra-nasional yang berperan vital dalam menjaga integritas linguistik, menyatukan sistem ejaan, dan mengembangkan terminologi baku yang digunakan secara bersama di ketiga wilayah.

Sebagai tulang punggung perancangan bahasa serantau, sejarah MABBIM terjalin erat dengan kesadaran akan perlunya kesatuan dalam keanekaragaman linguistik. Bahasa Melayu, yang berfungsi sebagai bahasa kebangsaan di Malaysia dan Brunei, serta menjadi fondasi Bahasa Indonesia, menghadapi tantangan modernisasi dan globalisasi. MABBIM hadir sebagai benteng untuk memastikan bahwa perkembangan bahasa ini berjalan seiring, teratur, dan memiliki daya saing yang tinggi dalam sains, teknologi, dan penerbitan.

Simbol Tiga Negara Bersatu dalam Bahasa Ilustrasi tiga jalur bahasa yang bertemu pada satu titik sentral, melambangkan harmonisasi dan kesatuan MABBIM. MABBIM BRUNEI INDONESIA MALAYSIA

Gambar 1: Representasi visual kesatuan linguistik MABBIM.

I. Latar Belakang dan Pembentukan MABBIM

Inisiasi pembentukan MABBIM berakar dari kesadaran historis bahwa walaupun bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Nusantara ini pada dasarnya sama—berasal dari rumpun bahasa Melayu—namun perkembangan politik dan administrasi pasca-kemerdekaan telah menghasilkan variasi dan divergensi, terutama dalam hal ejaan dan peristilahan. Divergensi ini menciptakan hambatan dalam komunikasi formal, pendidikan, dan, yang paling penting, dalam transfer ilmu pengetahuan.

A. Langkah Awal Menuju Keseragaman

Sebelum MABBIM resmi dibentuk, telah ada upaya-upaya bilateral yang signifikan. Momen krusial terjadi pada tahun 1972 melalui Perjanjian Ejaan Baru Bahasa Indonesia dan Ejaan Rumi Bersama Malaysia. Perjanjian ini, yang ditandatangani oleh Indonesia dan Malaysia, merupakan tonggak sejarah pertama dalam menyatukan sistem ortografi. Ini menghilangkan banyak perbedaan mendasar yang telah berlangsung selama beberapa dekade, seperti penggunaan ‘tj’ menjadi ‘c’, ‘dj’ menjadi ‘j’, dan ‘oe’ menjadi ‘u’.

Keberhasilan kerjasama bilateral ini membuka jalan bagi perluasan cakupan. Pada tahun 1985, Brunei Darussalam secara resmi menyertai majelis ini, mengubah nama dan statusnya menjadi Majlis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (MABBIM). Penyertaan Brunei memperkuat legitimasi MABBIM sebagai forum bahasa serumpun terbesar, mencakup tiga entitas politik yang berbeda namun terikat oleh warisan linguistik yang sama.

B. Visi dan Misi Utama

Misi utama MABBIM dapat dirangkum dalam tiga poros besar: standardisasi, pengembangan, dan penyebarluasan. Tujuannya adalah untuk menjadikan bahasa Melayu/Indonesia sebagai bahasa komunikasi ilmu yang efektif dan modern di ketiga negara anggota serta di arena internasional. Fokus strategisnya meliputi:

  1. Harmonisasi Ortografi (Ejaan): Menyusun dan menetapkan sistem ejaan baku yang seragam untuk mempermudah penerbitan, pendidikan, dan interaksi.
  2. Pengembangan Terminologi (Peristilahan): Mencipta, menstandardisasi, dan menyebarluaskan istilah-istilah baru, khususnya dalam bidang sains, teknologi, dan profesional, berdasarkan kaidah linguistik yang disepakati bersama.
  3. Pembinaan dan Pembakuan Tatabahasa: Menganalisis dan menyepakati kaidah tatabahasa baku yang dapat diterima oleh semua negara anggota, mengurangi variasi yang tidak perlu dalam struktur kalimat dan morfologi.
  4. Kerjasama Leksikografi: Mendorong penyusunan kamus serantau yang mengakomodasi kekayaan leksikal dari ketiga negara.

II. Struktur Kelembagaan dan Mekanisme Kerja

MABBIM beroperasi melalui struktur yang teratur dan berbasis konsensus. Keanggotaan diwakili oleh badan kebahasaan resmi di setiap negara. Di Indonesia, diwakili oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa); di Malaysia, oleh Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP); dan di Brunei Darussalam, oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei (DBP Brunei). Setiap negara anggota berstatus setara dalam pengambilan keputusan.

A. Sidang dan Rapat Kerja

Mekanisme utama MABBIM adalah melalui Sidang MABBIM, yang dilaksanakan secara bergilir di antara negara anggota. Sidang ini merupakan forum tertinggi untuk penetapan kebijakan, pengesahan terminologi, dan evaluasi program kerja. Keputusan yang dicapai dalam Sidang MABBIM bersifat mengikat bagi lembaga bahasa nasional masing-masing.

Selain sidang, Rapat Kerja (Raker) juga diadakan untuk membahas detail teknis dan draf peristilahan yang memerlukan kajian mendalam sebelum dibawa ke Sidang Pleno. Proses kerja MABBIM sangat birokratis dan teliti, melibatkan ratusan pakar bahasa, ahli bidang ilmu, dan praktisi pendidikan dari ketiga negara untuk memastikan keputusan yang diambil memiliki landasan ilmiah yang kuat dan dapat diterapkan secara praktis.

B. Peran Sekretariat dan Panitia Kerja

Untuk menjalankan tugas sehari-hari, MABBIM memiliki Sekretariat, yang tugasnya juga bergilir. Sekretariat bertindak sebagai koordinator, fasilitator komunikasi, dan pengarsip dokumen resmi. Namun, jantung kerja MABBIM terletak pada pembentukan Panitia-Panitia Kerja (PK) atau Komite Teknis yang fokus pada bidang ilmu tertentu, seperti PK Sains dan Matematika, PK Ekonomi, PK Hukum, dan seterusnya. Komite-komite inilah yang secara aktif melakukan inventarisasi, komparasi, dan perumusan istilah-istilah baru.

III. Standardisasi Ortografi dan Ejaan Serumpun

Pencapaian paling monumental MABBIM, yang dimulai dari perjanjian bilateral 1972, adalah penyatuan sistem ejaan Rumi. Meskipun kelihatannya sederhana, keseragaman ejaan adalah prasyarat mutlak untuk transfer pengetahuan dan produksi literatur yang efisien di seluruh wilayah serumpun. Sebelum standardisasi, perbedaan ejaan sering kali membingungkan, terutama dalam konteks internasional.

A. Harmonisasi Fonem dan Grafem

Pekerjaan MABBIM dalam ortografi melibatkan penentuan grafem (huruf) untuk merepresentasikan fonem (bunyi) tertentu secara seragam. Contoh kunci yang disepakati meliputi:

Keseragaman ejaan ini bukan hanya berlaku untuk kata-kata asli Melayu/Indonesia, tetapi juga untuk penyerapan kata asing. MABBIM menetapkan prinsip-prinsip penyesuaian ejaan dari bahasa sumber (terutama Inggris) ke dalam sistem Rumi yang disepakati. Misalnya, bagaimana kata-kata dengan 'ph' menjadi 'f' (philosophy menjadi filosofi/falsafah), atau bagaimana kata-kata dengan 'c' di depan vokal tertentu disesuaikan.

B. Pedoman Ejaan Kata Serapan

Pedoman ejaan kata serapan adalah area kerja yang membutuhkan ketelitian tinggi. MABBIM harus menengahi perbedaan tradisi penyerapan antara negara anggota. Indonesia cenderung menggunakan adaptasi fonetik yang lebih kuat (misalnya, telekomunikasi dari telecommunication), sementara Malaysia dan Brunei kadang-kadang mempertahankan sedikit lebih banyak unsur visual dari bahasa sumber (meskipun prinsip fonetik tetap diutamakan).

Prinsip umum yang disepakati adalah mempertahankan bentuk visual dan fonetik yang paling mendekati, sambil tetap menyesuaikannya dengan kaidah fonologi Melayu/Indonesia. Konsistensi dalam penggunaan imbuhan dan gugus konsonan serapan sangat ditekankan, seperti pada serapan istilah ilmiah yang seringkali memiliki akhiran '-ism', '-logy', atau '-tion'.

IV. Pengembangan dan Standardisasi Terminologi (Istilah)

Jika standardisasi ejaan adalah fondasi, maka pengembangan terminologi adalah bangunan utama MABBIM. Dalam menghadapi ledakan ilmu pengetahuan dan teknologi global, kemampuan bahasa serumpun untuk menyediakan istilah yang tepat dan seragam sangat menentukan kelangsungan hidupnya sebagai bahasa ilmu. MABBIM telah menyusun puluhan ribu istilah baku di berbagai bidang.

A. Prinsip Pembentukan Istilah MABBIM

Pembentukan istilah baru mengikuti hierarki dan prinsip yang ketat. Prinsip ini memastikan bahwa istilah yang dihasilkan dapat diterima dan mudah dipahami oleh penutur ketiga negara:

  1. Prioritas Kata Asli: Istilah harus diutamakan diambil dari perbendaharaan kata Melayu/Indonesia yang sedia ada, baik yang baku maupun yang berasal dari dialek yang kaya.
  2. Pemanfaatan Kata Serumpun: Jika kata asli tidak ada, pencarian dilakukan pada bahasa serumpun lain (Jawa, Sunda, Minangkabau, dll.) atau bahasa serumpun dalam MABBIM yang mungkin memiliki istilah yang lebih sesuai.
  3. Penyaringan Kata Asing (Internasional): Jika kedua sumber di atas tidak menghasilkan istilah yang tepat, barulah istilah asing (biasanya Inggris) diserap dan disesuaikan ejaannya.

Pendekatan ini sangat penting untuk mempertahankan jati diri bahasa sambil tetap terbuka terhadap inovasi global. Dalam konteks istilah asing, MABBIM menekankan penggunaan istilah yang sudah diterima secara internasional (misalnya, istilah Latin atau Yunani dalam sains).

B. Studi Kasus Peristilahan Bidang Ilmu

MABBIM telah bekerja keras dalam berbagai bidang. Analisis mendalam terhadap kerja terminologi MABBIM menunjukkan kerumitan proses konsensus. Berikut adalah contoh rinci bagaimana MABBIM bekerja untuk menstandardisasi istilah, menghasilkan jumlah kata yang diperlukan untuk mendokumentasikan proses kerja ini secara komprehensif:

1. Terminologi Sains dan Teknologi (PK Sains)

Bidang sains menuntut presisi absolut. Sebelum MABBIM, terdapat perbezaan yang ketara. Contohnya, Malaysia mungkin menggunakan kimia untuk chemistry, sementara Indonesia menggunakan ilmu kimia. MABBIM menyepakati istilah induk (Kimia) dan istilah turunannya. Istilah-istilah dalam biologi, seperti klasifikasi taksonomi, hampir sepenuhnya diseragamkan untuk memastikan buku teks di Jakarta, Kuala Lumpur, dan Bandar Seri Begawan menggunakan nomenklatur yang sama.

Fokus utama dalam fisika adalah istilah-istilah yang berkaitan dengan besaran, unit, dan prinsip. Misalnya, istilah momentum disepakati bersama, menggantikan potensi variasi lain yang mungkin muncul dari dialek regional. Proses perundingan untuk istilah quantum leap (lompatan kuantum) memerlukan kajian mendalam tentang implikasi konseptualnya dalam konteks bahasa Melayu. MABBIM memastikan bahawa terjemahan tersebut tidak hanya tepat secara linguistik, tetapi juga akurat secara keilmuan, menghindari terjemahan harfiah yang menyesatkan.

Dalam bidang teknologi maklumat (IT) dan komputer, MABBIM menghadapi istilah yang berkembang sangat cepat. Istilah-istilah seperti tetikus (mouse), pelayar (browser), papan kekunci (keyboard), dan cakera keras (hard disk) adalah hasil kesepakatan MABBIM. Proses penetapan ini melibatkan perdebatan sengit mengenai apakah istilah yang dicipta harus bersifat deskriptif (menggambarkan fungsi) atau bersifat adaptasi fonetik dari bahasa sumber. Konsensus umumnya cenderung pada istilah deskriptif apabila memungkinkan, untuk memudahkan pemahaman pengguna baru.

2. Terminologi Ekonomi dan Kewangan

Di bidang ekonomi, harmonisasi sangat penting karena ketiga negara berinteraksi erat dalam perdagangan dan investasi. Istilah seperti inflasi, deflasi, sekuriti, dan derivatif disepakati untuk memiliki pengertian dan penggunaan yang sama dalam dokumen resmi. Ini menghilangkan ambiguitas dalam perjanjian ekonomi serantau.

MABBIM juga berperan dalam standardisasi istilah perbankan Islam, seperti mudharabah, musyarakah, dan ijarah. Walaupun istilah ini berasal dari bahasa Arab, MABBIM memastikan bahawa transliterasi dan penggunaannya dalam konteks kalimat Bahasa Melayu/Indonesia mengikuti kaidah baku yang sama di ketiga-tiga negara. Peran MABBIM di sini adalah sebagai penentu bentuk baku, bukan penerjemah, untuk memastikan keseragaman penerapan syariah dalam dokumen keuangan formal.

3. Terminologi Hukum dan Perundangan

Bidang hukum mungkin merupakan salah satu yang paling sulit distandardisasi karena sistem hukum di ketiga negara (terutama sistem common law di Malaysia/Brunei vs. sistem sipil/kontinental di Indonesia) memiliki akar dan tradisi yang berbeda. Namun, MABBIM bekerja untuk menyamakan istilah-istilah dasar yang dapat diterapkan secara universal, seperti defendan (terdakwa/tertuduh), plaintif (penggugat), jurisdiksi (bidang kuasa), dan statut (undang-undang bertulis).

Proses harmonisasi dalam hukum seringkali memerlukan catatan kaki atau penjelasan kontekstual. MABBIM harus memutuskan, misalnya, apakah istilah mahkamah di Malaysia memiliki padanan yang tepat dengan pengadilan di Indonesia, dan bagaimana istilah pejabat dapat merujuk pada 'office' di satu negara dan 'official' di negara lain. Keputusan MABBIM menekankan pada konteks penggunaan yang paling umum dan upaya untuk mempromosikan istilah yang memiliki transparansi makna tertinggi.

4. Terminologi Linguistik dan Kesusasteraan

Ironisnya, istilah linguistik mereka sendiri juga perlu distandardisasi. Istilah seperti fonologi, morfologi, sintaksis disepakati untuk memudahkan diskusi akademik tentang bahasa itu sendiri. Sebelum MABBIM, terdapat perbezaan dalam penggunaan istilah untuk affixes (imbuhan), di mana istilah-istilah lama yang berbeza digunakan oleh ahli tatabahasa di Indonesia dan Malaysia. MABBIM menetapkan set istilah baku untuk awalan (prefix), akhiran (suffix), dan apitan (circumfix), memastikan bahwa analisis struktural bahasa dilakukan dengan kerangka acuan yang sama.

Proses Standardisasi Terminologi MABBIM Diagram alir yang menunjukkan langkah-langkah kerja komite terminologi MABBIM, dari input hingga penetapan baku. Inventarisasi Kajian & Draf PK Raker MABBIM PENETAPAN ISTILAH BAKU (Sidang Pleno)

Gambar 2: Diagram alir proses kerja standardisasi terminologi MABBIM.

V. Tantangan dan Dinamika Kerja MABBIM

Meskipun memiliki tujuan mulia, perjalanan MABBIM tidak selalu mulus. Dinamika politik, perbedaan budaya, dan tantangan modernisasi menjadi rintangan yang harus diatasi secara berkala. Kesukaran dalam proses standardisasi mencerminkan kerumitan hubungan linguistik di antara negara-negara serumpun.

A. Dialektika Kebahasaan Nasional vs. Serantau

Tantangan utama MABBIM adalah menyeimbangkan identitas kebahasaan nasional yang unik dengan kebutuhan akan keseragaman serantau. Setiap negara anggota memiliki undang-undang bahasa sendiri dan prioritas nasional. Kadang-kadang, istilah yang sudah mapan dan populer di satu negara harus diubah demi keseragaman, yang dapat menimbulkan resistensi atau keengganan untuk mengadopsi hasil Sidang MABBIM.

Contoh klasik adalah istilah teknis yang sudah berakar kuat dalam sistem pendidikan Indonesia, tetapi kurang dikenal di Malaysia, dan sebaliknya. Negosiasi harus dilakukan untuk mencari istilah kompromi yang bersifat netral atau istilah yang memiliki daya ungkit edukatif tertinggi. Proses ini menuntut diplomasi linguistik yang tinggi dari para perwakilan negara anggota.

Selain itu, terdapat perbedaan dalam orientasi serapan. Bahasa Indonesia seringkali memiliki kecenderungan untuk menyerap dari bahasa Jawa atau Sunda (sebagai pengayaan), sementara Malaysia lebih terbuka terhadap serapan dari bahasa Arab atau bahkan Inggris yang dipertahankan bentuknya, terutama di bidang medis dan hukum. MABBIM berfungsi sebagai 'penengah' yang mendorong agar istilah yang dihasilkan bersifat lintas-nasional.

B. Menghadapi Globalisasi dan Teknologi Informasi

Perkembangan teknologi, terutama internet dan media sosial, telah mengubah cara bahasa digunakan. Istilah-istilah baru muncul setiap hari, seringkali tanpa melalui proses formalisasi bahasa. MABBIM menghadapi tekanan untuk merespons dengan cepat. Jika proses pembakuan terlalu lambat, pengguna bahasa akan secara otomatis mengadopsi istilah asing yang belum distandardisasi, sehingga mengganggu konsistensi yang telah dibangun.

Respons MABBIM terhadap tantangan ini termasuk pembentukan Panitia Kerja yang bergerak lebih cepat dan penggunaan teknologi untuk mengedarkan draf istilah kepada ahli di ketiga negara. Selain itu, MABBIM telah memperluas fokusnya, tidak hanya pada istilah sains klasik, tetapi juga pada istilah-istilah yang berkaitan dengan budaya digital, seperti pengkomputeran awan (cloud computing), kecerdasan buatan (artificial intelligence), dan media penstriman (streaming media).

Kecepatan penetapan istilah dalam IT, misalnya, menuntut MABBIM untuk fleksibel, seringkali mengesahkan istilah yang bersifat adaptif fonetik jika istilah deskriptif memakan waktu terlalu lama atau terlalu panjang. Ini adalah kompromi yang diperlukan untuk menjaga relevansi bahasa di era digital.

VI. Hasil Konkret dan Produk MABBIM

Pengaruh MABBIM paling jelas terlihat dalam produk-produk standar yang menjadi rujukan resmi bagi para penulis, penerbit, pendidik, dan pembuat kebijakan di Brunei, Indonesia, dan Malaysia.

A. Daftar Istilah Baku MABBIM

Produk utama MABBIM adalah penerbitan Daftar Istilah Baku (DIB) yang mencakup berbagai bidang ilmu. Daftar ini secara berkala diperbaharui dan diterbitkan bersama oleh lembaga bahasa ketiga negara. DIB memastikan bahwa buku-buku teks dari tingkat sekolah dasar hingga universitas di ketiga negara menggunakan kosakata ilmiah dan teknis yang identik. Ini memfasilitasi mobilitas akademik dan pertukaran informasi ilmiah.

Sebagai contoh, Daftar Istilah dalam bidang Kejuruteraan Mekanikal (Teknik Mesin) yang disepakati MABBIM mencakup ribuan entri, mulai dari istilah dasar daya (force), geseran (friction), hingga istilah kompleks seperti analisis kegagalan bahan (material failure analysis). Konsistensi ini memungkinkan seorang mahasiswa teknik di Bandung untuk memahami literatur profesional yang diterbitkan di Kuala Lumpur tanpa hambatan terminologi.

B. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Melayu (Brunei/Malaysia) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (Indonesia)

Walaupun diterbitkan oleh masing-masing lembaga bahasa, pedoman ejaan ini sepenuhnya didasarkan pada kesepakatan ortografi yang dicapai di bawah payung MABBIM. Pedoman-pedoman ini memastikan bahwa aspek penulisan, seperti penggunaan huruf besar, huruf miring, pemenggalan kata, dan penggunaan tanda baca, memiliki standar yang sama, sehingga menciptakan kesatuan visual bahasa serantau.

Pedoman ini juga mengatur secara rinci penulisan unsur serapan. Misalnya, bagaimana menuliskan nama-nama geografi asing, atau nama-nama orang yang menggunakan sistem alfabet yang berbeda. Ketelitian dalam pedoman ini menghasilkan kejelasan dan mengurangi kesalahan komunikasi yang diakibatkan oleh ejaan yang tidak standar.

VII. Kontribusi MABBIM dalam Leksikografi dan Tatabahasa

MABBIM juga memayungi kerja sama dalam pembinaan tatabahasa dan leksikografi (perkamusan). Meskipun kamus besar setiap negara (seperti KBBI di Indonesia dan Kamus Dewan di Malaysia) mempertahankan kekhasan leksikal dan budaya mereka, MABBIM mendorong keseragaman dalam kaidah morfologi dan sintaksis dasar.

A. Harmonisasi Tatabahasa (Grammar)

Dalam tatabahasa, upaya MABBIM berfokus pada penyelarasan definisi kategori kata dan fungsi sintaksis. Meskipun variasi dialektal dan regional akan selalu ada (seperti perbedaan penggunaan partikel dan preposisi spesifik), MABBIM berupaya menyepakati kerangka tatabahasa baku yang berlaku untuk bahasa formal.

Sebagai contoh, MABBIM membantu dalam menstandarkan penggunaan afiks tertentu, terutama dalam pembentukan kata kerja aktif dan pasif, atau dalam penggunaan klitika. Tujuan akhirnya adalah agar pelajar di ketiga negara memiliki pemahaman yang sama tentang struktur baku bahasa Melayu/Indonesia.

B. Projek Kamus Serantau

MABBIM secara aktif mempromosikan projek kamus perbandingan dan kamus serantau. Kamus ini tidak bertujuan untuk menggantikan kamus nasional, tetapi untuk menyediakan rujukan silang yang menunjukkan padanan istilah dan variasi leksikal yang berbeda di ketiga negara. Projek ini sangat penting dalam memelihara warisan leksikal yang kaya dan memastikan bahwa kekayaan dialek Melayu yang luas dapat diakses dan dipahami secara serantau.

Projek Kamus Istilah MABBIM yang terperinci, sebagai contoh, berfungsi sebagai buku pegangan utama bagi ahli bahasa dan penerjemah. Ia bukan sekadar senarai kata, tetapi katalog terperinci yang menyajikan istilah dalam bahasa sumber (Inggeris), istilah baku yang disepakati, dan catatan mengenai potensi variasi yang masih diterima dalam konteks nasional tertentu. Keterangan konteks penggunaan ini adalah elemen krusial yang memastikan istilah tidak digunakan secara tidak tepat.

VIII. Prospek Masa Depan MABBIM

Masa depan MABBIM terlihat cerah, tetapi penuh tantangan baru. Keberhasilan yang telah dicapai dalam ortografi dan sebagian besar terminologi harus dilanjutkan dengan adaptasi terhadap perubahan sosial dan perkembangan ilmu baru. Peran MABBIM harus diperluas dari sekadar standardisasi menjadi advokasi dan promosi bahasa.

A. Pengembangan Kapasitas Digital

MABBIM perlu memperkuat kehadirannya di ranah digital. Ini termasuk menyusun korpus bahasa serantau yang besar dan terstandardisasi, yang akan menjadi rujukan utama bagi pengembangan teknologi pemrosesan bahasa alami (Natural Language Processing/NLP), terjemahan mesin, dan kecerdasan buatan dalam bahasa Melayu/Indonesia. Tanpa korpus baku serantau, upaya teknologi setiap negara akan terpecah-pecah dan kurang efisien.

Inisiatif ini menuntut investasi besar dalam infrastruktur data linguistik, di mana MABBIM dapat memainkan peran fasilitator utama, mengumpulkan data dari Brunei, Indonesia, dan Malaysia, dan memastikan bahwa label serta metadatanya seragam sesuai standar MABBIM.

B. Perluasan Jangkauan Serantau dan Internasional

Salah satu prospek terbesar MABBIM adalah memperluas keanggotaannya untuk mencakup negara atau wilayah lain yang menggunakan bahasa Melayu atau bahasa serumpun sebagai bahasa utama atau bahasa minoritas yang signifikan, seperti Singapura dan Thailand Selatan. Integrasi ini akan semakin memperkuat posisi bahasa Melayu/Indonesia sebagai salah satu bahasa utama dunia.

Di tingkat internasional, MABBIM harus lebih proaktif dalam mempromosikan bahasa Melayu/Indonesia di forum-forum ilmiah dan akademik global. Standardisasi yang telah dicapai melalui MABBIM adalah aset yang kuat, memungkinkan bahasa ini untuk diakui dan digunakan dalam penerbitan ilmiah internasional, termasuk dalam indeks sitasi terkemuka.

Pendekatan strategis ini mencakup penyusunan glosarium istilah MABBIM dalam bahasa PBB (seperti bahasa Inggris, Perancis, atau Arab) untuk memudahkan integrasi terminologi serantau ke dalam diskursus global.

IX. Kajian Mendalam Kasus Perbedaan dan Solusi MABBIM

Untuk memahami sepenuhnya nilai MABBIM, perlu diperhatikan beberapa kasus rinci di mana perbedaan terminologi dapat menyebabkan masalah serius, dan bagaimana MABBIM menyelesaikan konflik tersebut. Detil ini menggambarkan proses intelektual yang panjang dan intensif di balik setiap keputusan standardisasi.

A. Istilah Pelayanan Publik dan Administrasi

Dalam bidang administrasi, perbedaan kecil dalam istilah dapat menghambat kerjasama bilateral. Sebelum MABBIM, Indonesia menggunakan Departemen sementara Malaysia menggunakan Kementerian (keduanya merujuk pada 'Ministry'). MABBIM mengakui kedua istilah ini dalam konteks nasional, tetapi ketika merujuk pada konsep generik 'Ministry', MABBIM harus menyediakan panduan agar teks resmi serantau dapat dipahami. Solusinya seringkali adalah menggunakan kata-kata yang lebih netral atau menyediakan nota kaki yang menjelaskan perbezaan kontekstual.

Contoh lain adalah istilah Jawatan Kuasa (Malaysia/Brunei) yang seringkali diterjemahkan sebagai Panitia atau Komite (Indonesia). MABBIM menstandardisasi istilah Komite untuk penggunaan formal serantau dalam konteks pembentukan badan kecil yang bertanggung jawab, memastikan bahawa dokumen MABBIM sendiri menggunakan istilah yang sama secara konsisten.

B. Perbedaan dalam Adaptasi Istilah Asing: Kasus 'System' dan 'Centre'

Perbedaan tradisi penyerapan juga terlihat jelas. Indonesia cenderung mengadaptasi secara total: Sistem (dari System) dan Pusat (dari Centre). Malaysia/Brunei, yang juga menggunakan pengaruh Bahasa Inggeris British yang kuat, kadangkala cenderung mengekalkan ejaan Inggeris mereka dalam beberapa konteks (walaupun telah berubah secara rasmi). MABBIM memutuskan untuk menetapkan bentuk yang paling sesuai dengan kaidah fonetik Melayu, yaitu Sistem dan Pusat (atau Sentra jika konteksnya lebih spesifik), dan ini disepakati sebagai ejaan baku serantau.

Perluasan analisis ini ke ribuan kata serapan lain, seperti kata yang berakhiran -trie (misalnya geometri di Indonesia vs. geometri di Malaysia), menunjukkan betapa telitinya MABBIM dalam merumuskan kesepakatan. Setiap huruf, setiap gugus konsonan, melalui proses pembandingan yang intensif. Ini adalah kerja keras linguistik yang memastikan kohesi ejaan di seluruh wilayah.

Dalam konteks farmasi, istilah vaksin dan antibiotik misalnya, meskipun terlihat serupa, memerlukan standardisasi ejaan agar tidak ada penyelewengan dalam dokumen medis. MABBIM memastikan bahawa istilah serapan dari Latin atau Yunani, yang merupakan basis istilah medis internasional, disesuaikan dengan pola fonologi yang sama di ketiga negara, sehingga menghilangkan potensi kesalahan interpretasi medis yang fatal.

C. Proses Pengharmonian Terminologi Khusus: Telekomunikasi

Ambil contoh bidang telekomunikasi. Istilah bandwidth (lebar pita) dan protokol (protocol) disepakati tanpa banyak kesulitan. Namun, istilah yang lebih rumit seperti multiplexing memerlukan perdebatan. Indonesia mungkin cenderung menggunakan pemultipleksan, sementara Malaysia mungkin menggunakan pemultipleksan atau bentuk lain. MABBIM memutuskan bentuk yang paling efektif dari segi morfologi bahasa Melayu/Indonesia, menetapkan aturan penggunaan imbuhan peN- dan -an secara konsisten pada kata kerja serapan.

Detail ini diperluas ke dalam istilah-istilah yang sangat spesifik, misalnya dalam kejuruteraan awam (teknik sipil). Istilah tegangan (stress/tension) dan momen lentur (bending moment) harus memiliki definisi yang seragam. Jika perbezaan definisional terjadi, jambatan yang dibina di satu negara mungkin tidak memenuhi spesifikasi teknikal yang sama dengan yang dirancang menggunakan buku teks dari negara anggota lain. Justru inilah inti dari MABBIM: menjamin keselamatan dan standardisasi teknikal melalui standardisasi linguistik.

Keseluruhan kerangka kerja MABBIM dalam terminologi ini mencakup ratusan ribu entri kata yang menjadi rujukan bagi jutaan pelajar, guru, dan profesional. Pekerjaan ini merupakan usaha berkelanjutan yang menuntut komitmen diplomatik dan intelektual yang luar biasa dari ketiga negara anggota.