Mbaru Gendang: Simbol Kehidupan dan Budaya Manggarai yang Abadi
Di tengah hamparan perbukitan hijau dan persawahan terasering yang membentang luas di Pulau Flores bagian barat, Nusa Tenggara Timur, terdapat sebuah peradaban yang kaya akan makna dan nilai-nilai luhur. Manggarai, nama wilayah ini, bukan hanya terkenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena warisan budayanya yang sangat kuat, salah satunya adalah Mbaru Gendang. Lebih dari sekadar bangunan fisik, Mbaru Gendang adalah jantung kehidupan komunal masyarakat Manggarai, representasi dari kosmologi, struktur sosial, dan spiritualitas yang telah diwariskan secara turun-temurun. Artikel ini akan menyelami lebih dalam keunikan, filosofi, fungsi, serta tantangan pelestarian Mbaru Gendang sebagai simbol keabadian budaya Manggarai.
Mbaru Gendang, secara harfiah berarti 'rumah gendang' atau 'rumah inti', merupakan rumah adat utama yang menjadi pusat kegiatan spiritual, sosial, dan politik dalam sebuah kampung adat. Keberadaannya bukan hanya sebagai tempat tinggal, melainkan sebagai poros di mana segala aspek kehidupan masyarakat Manggarai berputar. Ia adalah saksi bisu perjalanan sejarah, tempat dilangsungkannya ritual penting, musyawarah adat, hingga perayaan sukacita. Memahami Mbaru Gendang berarti memahami keseluruhan pandangan hidup masyarakat Manggarai yang harmonis dengan alam dan leluhur mereka.
Arsitektur yang Bernyawa: Filosofi di Balik Bentuk Mbaru Gendang
Setiap detail pada Mbaru Gendang memiliki makna filosofis yang mendalam, mencerminkan kearifan lokal yang telah teruji zaman. Bentuknya yang kerucut atau melingkar, dengan atap menjulang tinggi seperti tudung, adalah ciri khas yang membedakannya dari rumah adat lain di Indonesia. Arsitektur ini tidak hanya fungsional untuk menghadapi iklim tropis, tetapi juga sarat dengan simbolisme yang menghubungkan manusia dengan alam semesta dan spiritualitas.
Struktur dan Simbolisme Bangunan
Mbaru Gendang umumnya dibangun di atas tiang-tiang kayu yang kokoh, menggambarkan kekuatan dan ketahanan. Lantainya terbuat dari papan kayu atau bambu yang dianyam rapi, memberikan kesan hangat dan alami. Atapnya yang ikonik, seringkali disebut 'lodok' atau 'tudung sawah', terbuat dari ijuk (serabut pohon aren) yang diikat kuat dan berlapis-lapis. Material ijuk ini dipilih karena kemampuannya menahan panas matahari dan air hujan, sekaligus memiliki daya tahan yang luar biasa. Bentuk kerucut atap tersebut juga melambangkan gunung, sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan roh leluhur, sekaligus penjelmaan dari kesatuan langit dan bumi.
Pembagian ruang dalam Mbaru Gendang sangat terstruktur, merefleksikan hierarki dan fungsi sosial. Secara umum, Mbaru Gendang terbagi menjadi beberapa tingkat atau zona:
- Mese (Bawah): Area kolong rumah yang berfungsi sebagai kandang ternak atau tempat penyimpanan alat-alat pertanian. Area ini melambangkan dunia bawah atau alam fana, yang bersentuhan langsung dengan bumi.
- Lobo (Tengah): Lantai utama rumah, tempat tinggal keluarga besar dan pusat aktivitas sehari-hari. Lobo ini terbagi lagi menjadi beberapa bagian, seperti area tidur, area makan, dan area penerima tamu. Ini adalah representasi dunia manusia, tempat interaksi sosial dan kehidupan berlangsung.
- Hulu/Renteng (Atas): Area loteng atau bagian atas yang biasanya digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka, hasil panen, atau tempat untuk tidur bagi kepala keluarga dan para tetua. Bagian ini melambangkan dunia atas atau alam roh leluhur, tempat spiritualitas menjadi kental.
Pintu masuk Mbaru Gendang biasanya menghadap ke arah mata angin tertentu yang dianggap sakral, seringkali ke timur sebagai arah matahari terbit yang melambangkan awal kehidupan dan sumber energi. Jendela-jendela kecil atau lubang udara di bagian atas dinding memastikan sirkulasi udara yang baik. Ukiran-ukiran dan ornamen tertentu yang menghiasi tiang atau dinding, seperti motif cicak, burung, atau manusia, juga memiliki makna simbolis yang berbeda-beda, seringkali sebagai penolak bala atau penjaga kesejahteraan.
Mbaru Gendang sebagai Jantung Kehidupan Komunal
Fungsi Mbaru Gendang jauh melampaui sekadar tempat berteduh. Ia adalah pusat segala aktivitas komunal, baik yang bersifat sakral maupun profan. Kehadirannya mengikat erat tali persaudaraan antarwarga kampung dan menjaga kesinambungan tradisi.
Pusat Ritual dan Upacara Adat
Salah satu fungsi paling krusial dari Mbaru Gendang adalah sebagai tempat dilangsungkannya berbagai ritual dan upacara adat yang penting bagi masyarakat Manggarai. Ini mencakup:
- Upacara Penti: Ini adalah upacara adat terpenting di Manggarai, sebuah syukuran atas hasil panen dan persembahan kepada leluhur dan Tuhan (Mori Karaeng). Upacara Penti berlangsung selama beberapa hari dan melibatkan seluruh anggota kampung. Mbaru Gendang menjadi lokasi utama di mana sesaji disiapkan, doa-doa dipanjatkan, dan tarian Caci dilaksanakan. Prosesi Penti yang kompleks ini memperlihatkan betapa sentralnya Mbaru Gendang dalam menjaga harmoni antara manusia, alam, dan roh.
- Wae Lu'u: Ritual pembersihan mata air atau sumber air, di mana doa-doa dipanjatkan di Mbaru Gendang sebelum menuju ke mata air. Ini menunjukkan penghargaan masyarakat Manggarai terhadap alam sebagai sumber kehidupan.
- Ritual Pertanian: Sebelum penanaman atau setelah panen, seringkali diadakan ritual kecil di Mbaru Gendang untuk memohon berkah atau mensyukuri hasil bumi.
- Upacara Adat Lainnya: Seperti syukuran kelahiran, perkawinan, atau bahkan ritual penyembuhan, seringkali dimulai atau diakhiri di Mbaru Gendang, menegaskan perannya sebagai ruang sakral komunitas.
Kehadiran gendang, alat musik perkusi yang terbuat dari kulit hewan dan kayu, di dalam Mbaru Gendang bukan hanya sebagai nama, tetapi sebagai simbol kekuatan dan semangat. Gendang ini tidak hanya dimainkan dalam tarian dan upacara, tetapi juga dianggap memiliki roh dan menjadi penghubung antara dunia manusia dan dunia roh. Ia adalah ‘jantung’ Mbaru Gendang, yang detakannya mengiringi setiap napas kehidupan adat.
Pusat Musyawarah dan Pengambilan Keputusan
Selain ritual, Mbaru Gendang juga berfungsi sebagai balai pertemuan atau 'rumah bicara' di mana para tetua adat (Tua Golo), pemimpin keluarga besar (Tu'a Teno), dan seluruh warga kampung berkumpul untuk bermusyawarah. Segala keputusan penting yang menyangkut kehidupan komunal, mulai dari masalah tanah, sengketa, hingga perencanaan kegiatan desa, dibahas dan diputuskan di dalam Mbaru Gendang. Ruangan ini menjadi tempat yang netral dan sakral, di mana setiap suara dihargai dan keputusan diambil secara mufakat, mencerminkan sistem demokrasi tradisional Manggarai yang kuat.
Simbol Persatuan dan Identitas
Bagi masyarakat Manggarai, Mbaru Gendang adalah simbol persatuan dan identitas. Setiap kampung memiliki Mbaru Gendang-nya sendiri, yang menjadi kebanggaan dan penanda eksistensi komunitas tersebut. Keberadaannya mengingatkan setiap anggota masyarakat akan akar leluhur mereka, nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi, dan tanggung jawab untuk menjaga tradisi. Di masa modern ini, di mana banyak nilai tradisional mulai tergerus, Mbaru Gendang berperan sebagai jangkar yang kokoh, menjaga agar identitas Manggarai tetap lestari.
"Mbaru Gendang bukan hanya sekadar bangunan, ia adalah perwujudan fisik dari jiwa kolektif masyarakat Manggarai. Setiap tiang, setiap atap, setiap ukiran menceritakan kisah tentang hubungan mereka dengan alam, leluhur, dan sesama."
Kearifan Lokal dalam Pembangunan Mbaru Gendang
Pembangunan Mbaru Gendang adalah proses yang panjang dan melibatkan seluruh anggota masyarakat. Ini bukan sekadar konstruksi, melainkan sebuah ritual kolektif yang sarat makna dan melibatkan kearifan lokal yang luar biasa dalam pemilihan material dan teknik konstruksi.
Pemilihan Material Alami
Mbaru Gendang dibangun dengan menggunakan material yang sepenuhnya berasal dari alam sekitar, menunjukkan betapa dekatnya hubungan masyarakat Manggarai dengan lingkungan mereka. Material-material tersebut meliputi:
- Kayu: Tiang-tiang utama, balok penyangga, dan dinding terbuat dari berbagai jenis kayu hutan yang kuat dan tahan lama, seperti kayu naga, kemiri, atau beringin. Pemilihan jenis kayu tidak sembarangan, tetapi didasarkan pada pengetahuan tradisional tentang kekuatan, daya tahan terhadap hama, dan bahkan makna spiritualnya. Penebangan pohon pun dilakukan dengan ritual tertentu untuk menghormati roh hutan.
- Bambu: Digunakan untuk lantai, dinding, atau bagian-bagian lain yang membutuhkan fleksibilitas dan bobot ringan. Bambu diolah secara tradisional untuk meningkatkan ketahanannya terhadap rayap dan kelembaban.
- Ijuk: Serabut hitam dari pohon aren ini adalah material utama atap. Lapisan-lapisan ijuk yang tebal dan tersusun rapi memberikan isolasi alami yang sangat baik, menjaga suhu di dalam rumah tetap sejuk saat panas dan hangat saat dingin. Ijuk juga dikenal sangat tahan lama, bahkan bisa bertahan hingga puluhan tahun.
- Batu: Pondasi Mbaru Gendang seringkali menggunakan batu alam yang kokoh, memastikan stabilitas bangunan dan melindunginya dari kelembaban tanah.
Proses pengumpulan dan pengolahan material ini merupakan cerminan dari prinsip keberlanjutan. Masyarakat Manggarai hanya mengambil secukupnya dan dengan cara yang tidak merusak lingkungan, menjaga keseimbangan ekosistem demi kelangsungan hidup generasi mendatang.
Teknik Konstruksi Tradisional
Pembangunan Mbaru Gendang melibatkan teknik konstruksi tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tidak ada paku modern yang digunakan; sebagai gantinya, sambungan antar kayu diperkuat dengan pasak, ikatan tali ijuk, atau pahatan presisi. Proses ini tidak hanya menunjukkan keahlian pertukangan yang tinggi, tetapi juga memperkuat ikatan sosial, karena seluruh warga kampung bahu-membahu dalam gotong royong, dari mencari bahan hingga mendirikan bangunan. Setiap tahapan pembangunan, dari peletakan batu pertama hingga pemasangan atap, selalu diiringi dengan ritual adat untuk memohon restu leluhur dan keselamatan.
Peran Mbaru Gendang dalam Melestarikan Tarian dan Musik Tradisional
Sebagai pusat kebudayaan, Mbaru Gendang juga memegang peranan vital dalam pelestarian seni pertunjukan, khususnya tarian dan musik tradisional Manggarai. Ruang di dalam atau di sekitar Mbaru Gendang adalah panggung alami bagi ekspresi budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat.
Tarian Caci: Simbol Keberanian dan Persatuan
Salah satu tarian paling terkenal dari Manggarai adalah Caci, tarian perang tradisional yang dilakukan oleh dua penari pria yang saling berhadapan menggunakan cambuk dan perisai. Caci bukan sekadar tarian hiburan, melainkan ritual yang penuh makna, melambangkan keberanian, sportivitas, dan persatuan. Mbaru Gendang seringkali menjadi latar belakang utama atau bahkan area di mana Caci dilaksanakan, terutama selama upacara Penti atau perayaan penting lainnya. Detak gendang dan seruan penari Caci yang bergema di sekitar Mbaru Gendang menciptakan suasana sakral yang menghidupkan kembali semangat leluhur.
Sebelum Caci dimulai, para penari dan tetua adat akan berkumpul di dalam Mbaru Gendang untuk berdoa dan memohon restu. Setelah pertunjukan selesai, mereka juga akan kembali ke Mbaru Gendang untuk bersyukur dan mengakhiri ritual. Hubungan yang erat antara Mbaru Gendang dan Caci menunjukkan bagaimana sebuah bangunan adat dapat menjadi wadah bagi ekspresi budaya yang paling mendalam dan bersemangat.
Alat Musik Tradisional
Selain gendang, berbagai alat musik tradisional Manggarai lainnya juga memiliki kaitan erat dengan Mbaru Gendang. Alat musik seperti gong, suling bambu, dan alat musik dawai sederhana sering dimainkan di Mbaru Gendang selama upacara atau pertemuan. Musik ini bukan hanya sekadar hiburan, melainkan juga sarana komunikasi dengan roh leluhur, pengiring doa, dan pembawa pesan tradisi. Keberadaan Mbaru Gendang memastikan bahwa suara-suara musik tradisional ini terus bergema, menjaga agar warisan seni tak benda ini tetap hidup.
Mbaru Gendang dan Struktur Sosial Manggarai
Mbaru Gendang tidak dapat dipisahkan dari struktur sosial masyarakat Manggarai yang kompleks dan hierarkis. Rumah adat ini menjadi representasi fisik dari sistem kekerabatan, kepemimpinan, dan pembagian tugas dalam komunitas.
Gendang sebagai Klan dan Identitas
Konsep 'gendang' dalam Mbaru Gendang bukan hanya merujuk pada alat musik, tetapi juga pada kelompok kekerabatan atau klan yang menempati dan memelihara rumah tersebut. Setiap Gendang memiliki Mbaru Gendang-nya sendiri yang menjadi pusat identitas dan tempat berkumpulnya anggota klan. Garis keturunan, silsilah keluarga, dan sejarah klan dijaga dan diwariskan di dalam Mbaru Gendang. Ini menegaskan bahwa Mbaru Gendang adalah simbol fisik dari keberadaan sebuah keluarga besar atau marga.
Peran Tu'a Golo dan Tu'a Teno
Di setiap kampung adat, terdapat pemimpin tradisional yang memiliki peran sentral dalam menjaga Mbaru Gendang dan kelangsungan adat. Tu'a Golo adalah kepala kampung adat yang bertanggung jawab atas urusan pemerintahan tradisional dan menjaga keharmonisan desa. Sementara itu, Tu'a Teno adalah pemimpin adat yang khusus bertanggung jawab atas ritual-ritual yang berhubungan dengan tanah dan pertanian. Keduanya memiliki hubungan erat dengan Mbaru Gendang, yang menjadi tempat mereka menjalankan sebagian besar tugas adatnya. Keberadaan Mbaru Gendang juga memperkuat posisi kepemimpinan mereka sebagai penjaga tradisi dan penghubung dengan leluhur.
Tantangan dan Upaya Pelestarian Mbaru Gendang
Di era modern ini, Mbaru Gendang menghadapi berbagai tantangan yang mengancam kelestariannya. Namun, kesadaran akan pentingnya warisan budaya ini juga semakin tumbuh, mendorong berbagai upaya untuk melindunginya.
Tantangan Pelestarian
- Modernisasi dan Perubahan Gaya Hidup: Masuknya budaya modern dan gaya hidup urban seringkali membuat generasi muda kurang tertarik untuk tinggal atau berpartisipasi dalam pemeliharaan Mbaru Gendang. Rumah-rumah modern dengan fasilitas yang lebih nyaman menjadi pilihan, meninggalkan rumah adat yang dianggap kurang praktis.
- Kerusakan Akibat Usia dan Alam: Sebagai bangunan yang terbuat dari bahan alami, Mbaru Gendang rentan terhadap pelapukan, serangan rayap, dan kerusakan akibat gempa bumi atau badai. Pemeliharaan yang teratur dan perbaikan membutuhkan biaya dan keahlian khusus yang semakin sulit ditemukan.
- Kelangkaan Material dan Keahlian: Kayu-kayu tertentu yang digunakan untuk membangun Mbaru Gendang semakin langka. Selain itu, keahlian pertukangan tradisional dan pengetahuan tentang teknik pembangunan Mbaru Gendang juga semakin sedikit dikuasai oleh generasi muda.
- Pergeseran Nilai dan Migrasi: Urbanisasi dan migrasi ke kota-kota besar mengakibatkan berkurangnya jumlah penduduk di kampung adat, yang pada akhirnya mengurangi jumlah orang yang peduli dan mau terlibat dalam pelestarian Mbaru Gendang.
Upaya Pelestarian yang Berkelanjutan
Meskipun menghadapi tantangan, berbagai pihak, mulai dari masyarakat adat sendiri, pemerintah daerah, hingga organisasi non-pemerintah, terus berupaya melestarikan Mbaru Gendang:
- Revitalisasi dan Restorasi: Banyak Mbaru Gendang yang telah direstorasi dengan bantuan pemerintah atau pihak swasta. Proses restorasi ini dilakukan dengan hati-hati, memastikan penggunaan material asli dan teknik tradisional untuk menjaga keasliannya.
- Pendidikan dan Pewarisan Pengetahuan: Program-program pendidikan tentang arsitektur dan filosofi Mbaru Gendang diselenggarakan di sekolah-sekolah lokal. Pelatihan bagi generasi muda tentang teknik pembangunan dan pemeliharaan Mbaru Gendang juga digalakkan untuk memastikan transfer pengetahuan.
- Pengembangan Pariwisata Budaya Berkelanjutan: Beberapa Mbaru Gendang dibuka untuk wisatawan sebagai bagian dari paket wisata budaya. Namun, ini dilakukan dengan pendekatan yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kunjungan wisatawan tidak merusak kesakralan atau nilai-nilai adat. Wisatawan diajak untuk memahami Mbaru Gendang bukan hanya sebagai objek foto, tetapi sebagai bagian hidup dari masyarakat.
- Dokumentasi dan Penelitian: Para akademisi dan peneliti melakukan dokumentasi mendalam tentang Mbaru Gendang, mencatat sejarah, arsitektur, dan ritual yang terkait. Dokumentasi ini penting sebagai referensi untuk pelestarian di masa depan.
- Penguatan Peran Masyarakat Adat: Pemberdayaan masyarakat adat untuk menjadi garda terdepan dalam pelestarian Mbaru Gendang adalah kunci. Melalui penguatan adat dan lembaga tradisional, masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab penuh atas warisan leluhur mereka.
Salah satu contoh keberhasilan pelestarian Mbaru Gendang yang terkenal adalah di Kampung Wae Rebo. Kampung ini menjadi ikon pariwisata budaya yang dikelola dengan sangat baik oleh masyarakatnya, menjadikan Mbaru Gendang sebagai daya tarik utama sekaligus menjaga keaslian budaya dan kelestarian lingkungan.
Mbaru Gendang dalam Konteks Pariwisata Budaya
Potensi Mbaru Gendang sebagai daya tarik pariwisata budaya sangat besar. Keunikan arsitektur, kekayaan ritual, dan kehangatan masyarakat Manggarai menawarkan pengalaman otentik bagi wisatawan. Namun, pengembangan pariwisata ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan berbasis komunitas untuk memastikan keberlanjutan dan tidak mengikis nilai-nilai luhur yang melekat pada Mbaru Gendang.
Peluang dan Manfaat Ekonomi
Pariwisata yang dikelola dengan baik dapat membawa manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lokal. Pendapatan dari kunjungan wisatawan, penjualan kerajinan tangan, dan jasa pemandu wisata dapat meningkatkan kesejahteraan. Dana ini juga dapat dialokasikan kembali untuk pemeliharaan Mbaru Gendang dan fasilitas umum lainnya, menciptakan siklus positif antara pariwisata dan pelestarian. Wisatawan yang berkunjung ke Mbaru Gendang seringkali juga tertarik untuk membeli kain tenun ikat, kopi khas Manggarai, atau hasil kerajinan bambu, yang secara langsung mendukung ekonomi lokal.
Tantangan dan Risiko dalam Pariwisata
Di sisi lain, pariwisata yang tidak terkontrol dapat menimbulkan risiko. Komersialisasi berlebihan dapat mereduksi Mbaru Gendang menjadi sekadar objek wisata tanpa ruh, mengikis kesakralan dan keasliannya. Keramaian wisatawan juga dapat mengganggu ketenangan kehidupan adat dan memicu perubahan perilaku masyarakat demi memenuhi ekspektasi wisatawan. Penting untuk menjaga keseimbangan antara daya tarik wisata dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya.
Prinsip Pariwisata Berkelanjutan
Untuk menghindari risiko-risiko tersebut, pengembangan pariwisata Mbaru Gendang harus menganut prinsip pariwisata berkelanjutan:
- Berbasis Komunitas: Masyarakat lokal harus menjadi pemilik dan pengelola utama kegiatan pariwisata, memastikan bahwa manfaat ekonomi kembali kepada mereka dan keputusan dibuat berdasarkan konsensus adat.
- Edukasi Wisatawan: Wisatawan perlu diberikan pemahaman mendalam tentang etika berkunjung, menghormati adat istiadat, dan tidak merusak lingkungan. Pemandu lokal yang memahami budaya akan sangat penting dalam proses ini.
- Pengendalian Akses dan Kapasitas: Jumlah wisatawan yang berkunjung perlu dibatasi untuk mencegah kerusakan fisik pada Mbaru Gendang dan menjaga suasana sakral.
- Pelestarian Lingkungan: Pariwisata harus sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan, menjaga kebersihan, dan tidak merusak keindahan alam sekitar Mbaru Gendang.
- Promosi Nilai Budaya: Alih-alih hanya menjual keindahan fisik, pariwisata harus fokus pada promosi nilai-nilai budaya, filosofi, dan kearifan lokal yang terkandung dalam Mbaru Gendang.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, Mbaru Gendang dapat terus menjadi destinasi pariwisata budaya yang menginspirasi, di mana wisatawan dapat belajar dan menghargai kekayaan budaya Manggarai, sekaligus berkontribusi pada pelestariannya.
Masa Depan Mbaru Gendang: Harapan dan Komitmen
Masa depan Mbaru Gendang sangat bergantung pada komitmen bersama dari seluruh elemen masyarakat. Dengan semakin terbukanya akses informasi dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya identitas budaya, harapan untuk Mbaru Gendang tetap tegak berdiri semakin besar.
Peran Generasi Muda
Generasi muda Manggarai adalah kunci utama kelestarian Mbaru Gendang. Melalui pendidikan formal dan informal, mereka perlu dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai dan filosofi yang terkandung dalam Mbaru Gendang. Pemberian ruang bagi mereka untuk berinovasi dalam konteks pelestarian, misalnya melalui penggunaan teknologi untuk dokumentasi atau promosi, dapat membuat Mbaru Gendang tetap relevan di mata mereka. Ketika generasi muda merasa memiliki dan bangga akan warisan ini, mereka akan menjadi pelindung terdepan.
Integrasi dengan Pembangunan Modern
Penting untuk mencari cara agar Mbaru Gendang dapat terintegrasi dengan pembangunan modern tanpa kehilangan esensinya. Ini bisa berarti menjadikannya sebagai pusat pendidikan budaya, museum hidup, atau bahkan inspirasi dalam desain arsitektur modern yang ramah lingkungan dan berakar pada kearifan lokal. Koeksistensi harmonis antara tradisi dan modernitas akan memastikan bahwa Mbaru Gendang tidak hanya menjadi relik masa lalu, tetapi terus menjadi bagian integral dari kehidupan Manggarai.
Dukungan Berkelanjutan dari Pemerintah dan Lembaga
Pemerintah daerah dan lembaga-lembaga terkait perlu terus memberikan dukungan berupa kebijakan, pendanaan, dan program-program yang konkret untuk pelestarian Mbaru Gendang. Dukungan ini harus bersifat berkelanjutan dan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat adat. Pengakuan Mbaru Gendang sebagai warisan budaya nasional atau bahkan dunia akan memberikan perlindungan ekstra dan menarik perhatian global terhadap pentingnya pelestarian.
Mbaru Gendang adalah lebih dari sekadar rumah; ia adalah kitab hidup yang merekam sejarah, spiritualitas, dan kebijaksanaan nenek moyang Manggarai. Ia adalah peninggalan yang tak ternilai, sebuah mahakarya arsitektur dan filosofi yang mengajarkan kita tentang harmoni, kebersamaan, dan penghormatan terhadap alam. Dengan menjaga dan melestarikan Mbaru Gendang, kita tidak hanya melestarikan sebuah bangunan, tetapi juga menjaga api peradaban Manggarai agar terus menyala, menerangi jalan bagi generasi mendatang.
Kehadiran Mbaru Gendang di tengah kemajuan zaman adalah pengingat bahwa akar budaya adalah fondasi yang kokoh bagi sebuah bangsa. Di dalam dindingnya yang sederhana namun kokoh, di bawah atapnya yang menjulang tinggi, terdapat kekayaan tak benda yang tak terhingga, menunggu untuk dipelajari, dihargai, dan diwariskan. Ia adalah warisan abadi, simbol kehidupan yang terus berdenyut di jantung Manggarai.