Brusellosis: Panduan Lengkap Penyakit, Pencegahan, dan Pengendalian
Pendahuluan: Memahami Brusellosis
Brusellosis adalah penyakit infeksi yang sangat menular dan bersifat zoonosis, yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri dari genus Brucella, dan menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat dan hewan yang signifikan di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang. Dikenal juga dengan nama demam Malta, demam Mediterania, atau demam undulan, brusellosis memiliki spektrum gejala yang luas, baik pada hewan maupun manusia, seringkali bersifat kronis dan melemahkan. Dampaknya tidak hanya terbatas pada kesehatan individu, tetapi juga menyebabkan kerugian ekonomi yang besar pada sektor peternakan, serta menjadi beban bagi sistem kesehatan publik.
Sejarah brusellosis telah tercatat sejak abad ke-19, ketika David Bruce mengidentifikasi bakteri penyebabnya pada tentara Inggris di Malta. Sejak saat itu, pemahaman kita tentang penyakit ini telah berkembang pesat, namun pengendaliannya tetap menjadi tantangan kompleks. Penularan pada hewan umumnya terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh hewan yang terinfeksi, seperti aborsi, kelahiran, atau sekresi genital. Manusia biasanya terinfeksi melalui konsumsi produk susu mentah atau daging yang tidak dimasak dengan benar, serta melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi atau produk abortusnya.
Artikel ini akan mengulas secara komprehensif tentang brusellosis, meliputi etiologi (penyebab), epidemiologi (pola penyebaran), siklus penularan, gejala klinis pada berbagai spesies hewan dan manusia, metode diagnostik, pilihan pengobatan, strategi pencegahan, serta tantangan dan program pengendalian yang diterapkan di tingkat global dan nasional. Pemahaman yang mendalam tentang penyakit ini sangat penting bagi peternak, dokter hewan, tenaga kesehatan masyarakat, dan masyarakat umum untuk melindungi diri dan komunitas dari ancaman brusellosis.
Etiologi: Bakteri Brucella dan Spesiesnya
Penyebab utama brusellosis adalah bakteri dari genus Brucella. Bakteri ini adalah kokobasil Gram-negatif, tidak motil, tidak membentuk spora, dan bersifat aerob obligat atau fakultatif intraseluler. Karakteristik fakultatif intraseluler memungkinkan bakteri ini untuk bertahan hidup dan bereplikasi di dalam sel-sel fagosit inang, seperti makrofag, sehingga membuatnya sangat sulit diberantas oleh sistem kekebalan tubuh maupun antibiotik tertentu. Kemampuan ini juga menjadi alasan mengapa brusellosis seringkali bersifat kronis dan sulit diobati secara tuntas.
Karakteristik Umum Bakteri Brucella
- Gram-negatif: Memiliki dinding sel yang kompleks yang tidak menyerap pewarna Gram.
- Kokobasil: Berbentuk antara bulat (kokus) dan batang (basil), sangat kecil.
- Tidak Motil: Tidak memiliki flagela untuk bergerak.
- Tidak Berspora: Tidak membentuk spora yang tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrem.
- Aerob Obligat/Fakultatif Intraseluler: Membutuhkan oksigen untuk tumbuh, dan dapat bertahan hidup di dalam sel inang.
- Pertumbuhan Lambat: Membutuhkan media kultur khusus dan waktu inkubasi yang lebih lama dibandingkan bakteri lain.
Spesies Utama Brucella dan Inang Utamanya
Meskipun ada banyak spesies Brucella, beberapa di antaranya memiliki signifikansi yang lebih besar dalam kesehatan hewan dan manusia:
-
Brucella abortus
Merupakan spesies yang paling sering dikaitkan dengan brusellosis pada sapi (bovine brucellosis). Namun, dapat juga menginfeksi bison, kerbau, unta, kuda, anjing, dan bahkan manusia. Pada sapi, B. abortus menyebabkan aborsi pada trimester akhir kehamilan, retensi plasenta, dan sterilitas pada betina, serta orkitis (radang testis) dan epididimitis (radang epididimis) pada jantan. Pada manusia, infeksi B. abortus umumnya menyebabkan demam yang tidak terlalu parah dibandingkan spesies lain, tetapi dapat menyebabkan gejala kronis dan komplikasi pada organ tertentu.
-
Brucella melitensis
Dianggap sebagai spesies Brucella yang paling patogen bagi manusia dan hewan. Inang utamanya adalah kambing dan domba, menyebabkan aborsi pada betina, orkitis pada jantan, dan penurunan produksi susu. B. melitensis memiliki virulensi tinggi pada manusia, menyebabkan bentuk brusellosis yang parah dengan demam tinggi, nyeri sendi hebat, dan tingkat komplikasi yang lebih tinggi, termasuk endokarditis, neurobrusellosis, dan osteomielitis. Ini adalah penyebab utama brusellosis pada manusia secara global.
-
Brucella suis
Inang utamanya adalah babi, menyebabkan aborsi, infertilitas, orkitis, dan artritis. B. suis memiliki empat biovar yang berbeda dengan inang primer yang sedikit bervariasi (misalnya, biovar 1, 2, dan 3 pada babi; biovar 4 pada rusa karibu dan terwelu). Infeksi pada manusia oleh B. suis cenderung menyebabkan penyakit yang lebih terlokalisasi dan merusak, seperti lesi supuratif pada tulang, sendi, dan organ dalam, serta endokarditis yang parah.
-
Brucella canis
Inang utamanya adalah anjing (canine brucellosis). Pada anjing, menyebabkan aborsi pada tahap akhir kehamilan, infertilitas, epididimitis, dan orkitis. Pada manusia, infeksi B. canis cenderung lebih ringan, seringkali asimtomatik atau hanya menyebabkan gejala seperti demam ringan dan malaise, tetapi dapat menyebabkan komplikasi serius pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
-
Brucella ovis
Inang utamanya adalah domba jantan, menyebabkan epididimitis dan sterilitas. Spesies ini unik karena tidak dianggap zoonosis (tidak menular ke manusia) dan tidak menyebabkan aborsi pada domba betina, meskipun domba betina dapat menjadi pembawa dan menularkan infeksi. Fokus utamanya adalah pada kesehatan reproduksi domba jantan.
-
Brucella ceti dan Brucella pinnipedialis
Ini adalah spesies Brucella yang menginfeksi mamalia laut (cetacea seperti lumba-lumba dan paus, serta pinnipedia seperti anjing laut dan singa laut). Meskipun penularan ke manusia jarang terjadi, ada kasus infeksi pada manusia yang terpapar langsung melalui kontak dengan bangkai atau produk dari mamalia laut yang terinfeksi. Gejala pada mamalia laut bervariasi dan dapat meliputi penyakit reproduksi, neurologis, dan lesi pada organ internal.
Penting untuk dicatat bahwa identifikasi spesies Brucella yang tepat sangat krusial untuk diagnosis, epidemiologi, dan strategi pengendalian, karena setiap spesies memiliki karakteristik patogenisitas, inang, dan pola penularan yang sedikit berbeda. Diferensiasi ini juga penting untuk menilai risiko zoonosis dan menentukan tindakan pencegahan yang sesuai.
Epidemiologi dan Siklus Penularan Brusellosis
Memahami bagaimana brusellosis menyebar dan faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensinya adalah kunci untuk pengendalian yang efektif. Epidemiologi brusellosis bervariasi secara geografis, tergantung pada praktik peternakan, kebersihan, dan program pengendalian yang ada. Penyakit ini masih endemik di banyak bagian dunia, terutama di wilayah Mediterania, Timur Tengah, Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Reservoir dan Sumber Infeksi
Reservoir utama bakteri Brucella adalah hewan yang terinfeksi, terutama hewan ternak seperti sapi, kambing, domba, babi, dan anjing. Hewan-hewan ini dapat menjadi pembawa kronis, mengeluarkan bakteri dalam jumlah besar melalui:
- Cairan aborsi: Cairan uterus, janin yang diaborsi, selaput janin (plasenta) mengandung konsentrasi bakteri yang sangat tinggi. Ini adalah sumber infeksi yang paling penting.
- Susu: Bakteri dapat ditemukan dalam susu hewan yang terinfeksi, bahkan jika hewan tersebut tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas.
- Sekresi genital: Cairan dari vagina dan sperma dari hewan jantan yang terinfeksi.
- Feses dan urin: Meskipun kurang umum, bakteri dapat dikeluarkan melalui jalur ini.
Lingkungan yang terkontaminasi oleh cairan tubuh hewan terinfeksi, seperti kandang, padang rumput, atau peralatan peternakan, juga dapat menjadi sumber infeksi tidak langsung bagi hewan lain dan manusia.
Modus Penularan pada Hewan
Penularan brusellosis antarhewan dapat terjadi melalui beberapa cara:
- Penularan Langsung:
- Kontak langsung: Hewan yang sehat dapat terinfeksi saat menjilati atau menghirup cairan aborsi, cairan ketuban, atau plasenta dari hewan yang terinfeksi.
- Melalui kawin: Jantan yang terinfeksi dapat menularkan bakteri kepada betina selama perkawinan, dan sebaliknya.
- In utero: Anak yang lahir dari induk terinfeksi dapat terinfeksi saat masih dalam kandungan.
- Penularan Tidak Langsung:
- Kontaminasi lingkungan: Bakteri dapat bertahan hidup di lingkungan (tanah, air, pakan) selama beberapa minggu hingga bulan, terutama dalam kondisi lembap dan sejuk. Hewan sehat dapat terinfeksi dengan mengonsumsi pakan atau air yang terkontaminasi.
- Melalui peralatan: Peralatan peternakan, pakaian, atau alas kaki yang terkontaminasi dapat menyebarkan bakteri.
- Serangga: Lalat dapat bertindak sebagai vektor mekanis, memindahkan bakteri dari satu tempat ke tempat lain, meskipun perannya dalam epidemiologi brusellosis relatif kecil dibandingkan jalur penularan lainnya.
Modus Penularan dari Hewan ke Manusia (Zoonosis)
Manusia dapat terinfeksi Brucella melalui berbagai jalur, menjadikannya ancaman zoonosis yang serius:
- Konsumsi Produk Hewan yang Terkontaminasi: Ini adalah jalur penularan paling umum.
- Susu dan produk susu mentah: Konsumsi susu mentah atau keju yang dibuat dari susu yang tidak dipasteurisasi dari hewan terinfeksi merupakan faktor risiko utama. Bakteri Brucella dapat bertahan hidup dalam produk susu mentah.
- Daging yang tidak dimasak dengan benar: Meskipun risiko lebih rendah dibandingkan produk susu, mengonsumsi daging mentah atau setengah matang dari hewan terinfeksi juga dapat menyebabkan infeksi.
- Kontak Langsung dengan Hewan Terinfeksi atau Produk Abortusnya: Jalur ini umum terjadi pada orang-orang yang bekerja dengan hewan.
- Peternak, dokter hewan, pekerja rumah potong hewan: Mereka berisiko tinggi terpapar bakteri saat membantu proses kelahiran hewan yang terinfeksi, menangani aborsi, melakukan pemeriksaan veteriner, atau memproses bangkai hewan. Bakteri dapat masuk melalui luka kecil pada kulit, selaput lendir (mata, hidung, mulut), atau melalui inhalasi aerosol yang terbentuk saat menangani jaringan terinfeksi.
- Pemburu: Berisiko saat menangani hewan buruan yang terinfeksi.
- Inhalasi Aerosol: Menghirup partikel udara yang mengandung bakteri, terutama di lingkungan peternakan yang padat, laboratorium, atau rumah potong hewan. Risiko ini meningkat selama proses pembersihan kandang atau penanganan jaringan terinfeksi.
- Penularan Laboratorium: Petugas laboratorium yang menangani spesimen Brucella tanpa tindakan biosekuriti yang memadai memiliki risiko tinggi terinfeksi.
- Penularan dari Manusia ke Manusia: Sangat jarang, tetapi telah dilaporkan kasus penularan melalui ASI, transfusi darah, transplantasi organ, dan hubungan seksual.
Faktor Risiko Epidemiologi
Beberapa faktor mempengaruhi prevalensi dan penyebaran brusellosis:
- Sistem Peternakan: Peternakan skala kecil dengan praktik kebersihan yang buruk dan kurangnya pengujian/vaksinasi memiliki risiko lebih tinggi. Gerakan hewan yang tidak terkontrol juga berkontribusi pada penyebaran.
- Kondisi Sosio-ekonomi: Kemiskinan sering dikaitkan dengan konsumsi produk susu mentah dan kurangnya akses ke layanan kesehatan atau edukasi tentang risiko zoonosis.
- Iklim dan Lingkungan: Bakteri dapat bertahan lebih lama di lingkungan yang dingin, lembap, dan gelap.
- Program Pengendalian: Kurangnya atau tidak efektifnya program uji dan potong (test and slaughter), vaksinasi, serta regulasi pergerakan hewan.
- Pendidikan dan Kesadaran: Kurangnya pengetahuan tentang brusellosis di kalangan peternak dan masyarakat umum merupakan hambatan besar.
Memahami rantai penularan ini adalah fundamental untuk mengembangkan strategi pencegahan yang efektif dan memutus siklus infeksi, baik pada hewan maupun manusia.
Gejala Klinis Brusellosis pada Hewan
Gejala klinis brusellosis pada hewan terutama memengaruhi sistem reproduksi, tetapi juga dapat melibatkan organ lain seperti sendi dan kelenjar getah bening. Tingkat keparahan dan manifestasi gejala bervariasi tergantung pada spesies hewan yang terinfeksi, spesies Brucella yang menginfeksi, usia, status kekebalan, dan fase infeksi.
Brusellosis pada Sapi (Bovine Brucellosis, oleh B. abortus)
Sapi merupakan inang alami utama bagi Brucella abortus. Gejala pada sapi betina sangat mencolok, sementara pada sapi jantan dan pedet seringkali kurang jelas atau subklinis.
- Aborsi: Ini adalah gejala paling klasik dan merusak. Aborsi sering terjadi pada trimester akhir kehamilan (bulan ke-5 hingga ke-7). Janin yang diaborsi mungkin tampak normal atau sedikit edema, tetapi plasenta seringkali mengalami perubahan patologis seperti penebalan dan peradangan (placentitis). Aborsi dapat berulang pada kehamilan berikutnya, meskipun intensitasnya mungkin berkurang.
- Retensi Plasenta (Kegagalan Keluar Plasenta): Setelah aborsi atau kelahiran normal, plasenta seringkali gagal keluar secara spontan. Ini dapat menyebabkan metritis (radang rahim) dan infertilitas sementara atau permanen.
- Infertilitas: Sapi betina yang terinfeksi seringkali mengalami kesulitan untuk bunting kembali atau membutuhkan inseminasi berulang. Ini bisa disebabkan oleh metritis kronis, salpingitis (radang saluran telur), atau ooforitis (radang ovarium).
- Hygroma: Pembengkakan sendi, terutama sendi lutut (carpal hygroma) atau bursitis di daerah lain, adalah manifestasi yang kurang umum tetapi khas. Ini berisi cairan kekuningan dan dapat berisi bakteri.
- Mastitis: Peradangan pada ambing (kelenjar susu) juga bisa terjadi, meskipun jarang menunjukkan gejala klinis yang parah. Namun, bakteri dapat dikeluarkan melalui susu, menjadikannya sumber infeksi bagi pedet dan manusia.
- Orkitis dan Epididimitis pada Jantan: Pada sapi jantan, infeksi dapat menyebabkan peradangan testis (orkitis) dan epididimis (epididimitis), yang dapat menyebabkan sterilitas unilateral atau bilateral. Skrotum bisa membengkak dan terasa hangat.
- Pedet: Pedet yang terinfeksi sejak dalam kandungan seringkali tampak sehat saat lahir, tetapi bisa menjadi pembawa dan menularkan bakteri saat mencapai usia dewasa.
Brusellosis pada Kambing dan Domba (Ovine and Caprine Brucellosis, oleh B. melitensis)
Brucella melitensis adalah spesies utama yang menginfeksi kambing dan domba, dan merupakan penyebab paling penting brusellosis pada manusia. Gejala pada kambing dan domba serupa dengan sapi, tetapi seringkali lebih parah dan lebih mudah menyebar.
- Aborsi: Mirip dengan sapi, aborsi terjadi pada trimester akhir kehamilan dan seringkali bersifat "badai aborsi" di kawanan yang baru terinfeksi, dengan tingkat aborsi mencapai 30-90%.
- Retensi Plasenta dan Metritis: Sangat umum setelah aborsi, menyebabkan infertilitas.
- Penurunan Produksi Susu: Kambing dan domba perah yang terinfeksi sering mengalami penurunan drastis dalam produksi susu. Bakteri juga dikeluarkan dalam susu.
- Artritis dan Lameness: Beberapa hewan mungkin menunjukkan tanda-tanda peradangan sendi dan pincang.
- Orkitis dan Epididimitis pada Jantan: Pada jantan, peradangan pada testis dan epididimis sangat umum, menyebabkan pembengkakan, nyeri, dan sterilitas.
- Limfadenopati: Pembengkakan kelenjar getah bening superfisial dapat terjadi.
Brusellosis pada Babi (Porcine Brucellosis, oleh B. suis)
Brucella suis adalah penyebab utama brusellosis pada babi, dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan.
- Aborsi: Terjadi pada tahap kehamilan yang bervariasi, seringkali pada trimester kedua atau ketiga.
- Infertilitas: Kegagalan untuk bunting, lahir mati, dan anak babi yang lemah atau mati setelah lahir adalah umum.
- Orkitis dan Epididimitis pada Jantan: Pembengkakan skrotum dan testis yang jelas terlihat.
- Artritis: Peradangan sendi, terutama pada persendian besar, menyebabkan pincang dan kesulitan bergerak.
- Paralisis Posterior: Beberapa babi dapat mengalami kelumpuhan bagian belakang tubuh karena lesi pada tulang belakang.
- Abses Lokal: Pembentukan abses pada berbagai organ, termasuk hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
Brusellosis pada Anjing (Canine Brucellosis, oleh B. canis)
Brucella canis adalah spesies utama yang menginfeksi anjing, tetapi anjing juga dapat terinfeksi oleh spesies Brucella lainnya jika terpapar.
- Aborsi: Pada anjing betina, aborsi terjadi pada akhir kehamilan, seringkali antara minggu ke-4 dan ke-6. Janin yang diaborsi dan cairan vagina mengandung bakteri dalam jumlah besar.
- Infertilitas: Kegagalan untuk bunting atau resorpsi embrio awal.
- Orkitis dan Epididimitis pada Jantan: Testis bisa membengkak, atrofi, atau nyeri. Peradangan kronis dapat menyebabkan sterilitas.
- Limfadenitis: Pembengkakan kelenjar getah bening.
- Splenitis: Peradangan limpa.
- Diskospodilisi: Peradangan pada diskus intervertebralis dan tulang belakang, menyebabkan nyeri punggung dan kelumpuhan.
- Gejala Sistemik Lain: Kadang-kadang dapat menyebabkan demam, lesu, dan penurunan berat badan.
Brusellosis pada Kuda (Equine Brucellosis, oleh B. abortus dan B. suis)
Meskipun kurang umum, kuda dapat terinfeksi B. abortus dan B. suis, biasanya setelah terpapar hewan ternak terinfeksi.
- Fistulous Withers dan Poll Evil: Ini adalah manifestasi klasik pada kuda, berupa abses atau fistel (saluran drainase) pada bagian punuk (withers) atau tengkuk (poll). Lesi ini sangat sulit diobati dan sering kambuh.
- Aborsi: Meskipun jarang, aborsi bisa terjadi.
- Artritis dan Bursitis: Peradangan sendi dan bursa.
Brusellosis pada Hewan Laut (oleh B. ceti dan B. pinnipedialis)
Manifestasi klinis pada mamalia laut bervariasi dan seringkali didiagnosis post-mortem.
- Reproduksi: Aborsi, sterilitas, dan lesi pada organ reproduksi.
- Neurologis: Radang otak (ensefalitis) dan selaput otak (meningitis).
- Lesi pada Organ Internal: Abses pada paru-paru, limpa, hati, dan kelenjar getah bening.
Diagnosis dini dan akurat pada hewan sangat penting untuk mencegah penyebaran lebih lanjut ke hewan lain dan, yang lebih penting, untuk melindungi kesehatan masyarakat dari risiko zoonosis.
Gejala Klinis Brusellosis pada Manusia
Brusellosis pada manusia adalah penyakit sistemik yang dapat memengaruhi hampir setiap organ atau sistem tubuh. Gejalanya sangat bervariasi, seringkali non-spesifik, dan dapat meniru banyak penyakit lain, sehingga diagnosisnya menjadi tantangan. Periode inkubasi biasanya antara 1 hingga 4 minggu, tetapi bisa berkisar dari beberapa hari hingga beberapa bulan.
Tiga Bentuk Utama Brusellosis pada Manusia
Brusellosis pada manusia sering diklasifikasikan menjadi tiga bentuk berdasarkan durasi dan sifat gejalanya:
-
1. Brusellosis Akut
Bentuk akut biasanya muncul dalam beberapa minggu setelah paparan. Gejala seringkali mirip flu dan dapat bermanifestasi secara bertahap atau mendadak.
- Demam: Khasnya adalah demam undulan (undulant fever), yaitu pola demam yang naik pada sore hari dan turun pada pagi hari, tetapi tidak selalu terjadi. Suhu tubuh bisa mencapai 39-40°C.
- Keringat Malam: Berkeringat berlebihan di malam hari, seringkali sangat membasahi pakaian dan tempat tidur, adalah gejala yang sangat umum dan khas.
- Malaise dan Kelelahan: Rasa tidak enak badan, lemas, dan kelelahan yang ekstrem.
- Nyeri Otot dan Sendi (Mialgia dan Artralgia): Nyeri yang menyebar ke seluruh tubuh, terutama pada sendi-sendi besar.
- Sakit Kepala: Umum terjadi dan bisa cukup parah.
- Anoreksia dan Penurunan Berat Badan: Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan yang tidak disengaja.
- Hepatomegali dan Splenomegali: Pembesaran hati dan limpa dapat teraba pada pemeriksaan fisik.
- Limfadenopati: Pembesaran kelenjar getah bening, terutama di daerah leher dan ketiak.
-
2. Brusellosis Subakut
Bentuk ini berada di antara akut dan kronis, dengan gejala yang bertahan selama beberapa minggu hingga beberapa bulan, seringkali dengan remisi dan eksaserbasi. Gejalanya cenderung lebih ringan daripada bentuk akut tetapi lebih persisten.
-
3. Brusellosis Kronis
Jika tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat, brusellosis dapat berkembang menjadi bentuk kronis, yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Gejala cenderung lebih terlokalisasi dan dapat menyebabkan kerusakan organ yang signifikan. Diagnosa bentuk kronis seringkali lebih sulit karena gejalanya yang atipikal dan bervariasi.
- Kelelahan Kronis: Rasa lelah yang persisten dan melemahkan.
- Artritis: Nyeri dan peradangan sendi yang kronis, seringkali mengenai sendi besar seperti pinggul, lutut, atau tulang belakang (spondylitis).
- Nyeri Punggung Bawah: Bisa menjadi gejala utama, seringkali akibat spondylitis.
- Depresi dan Gejala Neurologis: Gangguan suasana hati, iritabilitas, insomnia, dan dalam kasus yang lebih parah, dapat terjadi neurobrusellosis (radang selaput otak, ensefalitis, mielitis, neuropati).
- Fibrosis dan Kalsifikasi: Pada organ yang terinfeksi, terutama hati dan limpa.
- Endokarditis: Infeksi pada katup jantung, merupakan komplikasi paling serius dan seringkali fatal jika tidak diobati.
- Orkitis dan Epididimitis: Pada pria, dapat menyebabkan nyeri dan pembengkakan testis.
- Lesi Kulit: Ruam kulit, ulkus, atau nodul subkutan.
- Uveitis: Peradangan pada mata.
Komplikasi Brusellosis pada Manusia
Komplikasi brusellosis dapat sangat serius dan memengaruhi berbagai sistem organ:
- Sistem Muskuloskeletal: Artritis, sakroiliitis (radang sendi sakroiliaka), spondylitis (radang tulang belakang), osteomielitis (infeksi tulang). Komplikasi ini dapat menyebabkan nyeri kronis dan disabilitas.
- Sistem Kardiovaskular: Endokarditis adalah komplikasi paling berbahaya, bertanggung jawab atas sebagian besar kematian akibat brusellosis. Membutuhkan pengobatan antibiotik yang intensif dan seringkali operasi penggantian katup.
- Sistem Saraf Pusat (Neurobrusellosis): Meningitis, meningoensefalitis, mielitis, abses otak, neuropati perifer, dan psikosis. Gejala bisa sangat bervariasi dan memerlukan diagnosis cepat.
- Sistem Reproduksi: Orkitis dan epididimitis pada pria; salpingitis dan ooforitis pada wanita (lebih jarang).
- Sistem Hematologi: Anemia, leukopenia, trombositopenia, dan dalam kasus yang jarang, pansitopenia.
- Sistem Pernapasan: Bronkitis, pneumonia, efusi pleura.
- Sistem Urinaria: Nefritis (radang ginjal), sistitis (radang kandung kemih).
- Hati dan Limpa: Abses hati dan limpa dapat berkembang, terutama pada bentuk kronis.
Karena keragaman gejala dan komplikasi ini, brusellosis sering disebut sebagai "mimic" atau peniru ulung penyakit lain. Oleh karena itu, riwayat paparan (misalnya, pekerjaan dengan hewan, konsumsi produk susu mentah) sangat penting dalam mendiagnosis brusellosis pada manusia. Tanpa pengobatan yang tepat dan tuntas, penyakit ini dapat menjadi kronis, kambuh, dan menyebabkan kerusakan organ permanen, bahkan kematian.
Diagnosis Brusellosis: Metode pada Hewan dan Manusia
Diagnosis brusellosis yang akurat dan tepat waktu sangat penting untuk pengendalian penyakit, baik pada populasi hewan maupun pada kasus infeksi manusia. Karena gejalanya yang bervariasi dan tidak spesifik, diagnosis seringkali membutuhkan kombinasi riwayat klinis, epidemiologi, dan hasil tes laboratorium.
Diagnosis pada Hewan
Tujuan utama diagnosis pada hewan adalah mengidentifikasi hewan terinfeksi untuk tujuan eliminasi atau karantina, serta untuk memantau status penyakit di suatu kawanan atau wilayah.
-
1. Uji Serologis
Deteksi antibodi terhadap Brucella dalam serum darah hewan adalah metode diagnostik yang paling umum dan praktis untuk skrining kawanan.
- Rose Bengal Plate Test (RBPT): Tes aglutinasi cepat yang banyak digunakan sebagai tes skrining di lapangan karena kesederhanaan dan kecepatan hasilnya. Sampel serum dicampur dengan antigen Brucella yang diwarnai Rose Bengal. Aglutinasi menunjukkan hasil positif. Tes ini memiliki sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas yang bervariasi.
- Standard Tube Agglutination Test (STAT): Metode klasik untuk konfirmasi. Mengukur titer antibodi dalam seri pengenceran serum. Hasil positif menunjukkan infeksi, tetapi dapat ada reaksi silang dengan bakteri lain.
- Complement Fixation Test (CFT): Dianggap lebih spesifik dan sensitif daripada STAT, sering digunakan sebagai tes konfirmasi.
- Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA): Metode yang sangat sensitif dan spesifik, dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi dalam serum, susu, atau cairan lainnya. ELISA dapat membedakan antara antibodi yang dihasilkan dari infeksi alami dan antibodi dari vaksinasi (jika menggunakan vaksin RB51). Sangat cocok untuk pengujian massal.
- Milk Ring Test (MRT): Uji skrining yang ekonomis untuk kawanan sapi perah. Sampel susu dicampur dengan antigen yang diwarnai. Jika susu berasal dari sapi terinfeksi, kompleks antigen-antibodi akan membentuk cincin biru di atas lapisan krim. Jika positif, kawanan tersebut perlu diuji lebih lanjut secara individual.
-
2. Kultur Bakteri (Isolasi dan Identifikasi)
Merupakan "gold standard" untuk diagnosis brusellosis karena secara langsung mengidentifikasi agen penyebab. Namun, prosesnya memakan waktu (membutuhkan inkubasi 2-4 minggu atau lebih), berbahaya bagi personel laboratorium (membutuhkan fasilitas biosekuriti tingkat 3), dan tidak selalu berhasil karena bakteri yang bersifat intraseluler.
- Sampel: Jaringan janin abortus (lambung, paru-paru, limpa), plasenta, kelenjar getah bening, susu, atau cairan genital dari hewan terinfeksi.
- Identifikasi: Koloni yang tumbuh diidentifikasi berdasarkan morfologi, pewarnaan Gram, tes biokimia, dan pengujian serologis dengan antisera spesifik.
-
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik molekuler yang mendeteksi materi genetik (DNA) bakteri Brucella. PCR sangat sensitif dan spesifik, memberikan hasil lebih cepat daripada kultur, dan dapat digunakan pada berbagai jenis sampel (jaringan, darah, susu). PCR juga dapat membedakan spesies Brucella. Ini adalah alat yang semakin penting untuk diagnosis cepat dan akurat, terutama dalam kasus aborsi.
Diagnosis pada Manusia
Diagnosis brusellosis pada manusia juga mengandalkan kombinasi riwayat klinis, paparan epidemiologi, dan tes laboratorium.
-
1. Kultur Darah
Merupakan "gold standard" diagnostik pada manusia. Sampel darah diambil dan diinkubasi dalam media kultur khusus. Pertumbuhan Brucella dalam kultur darah mengkonfirmasi diagnosis. Namun, kultur bisa membutuhkan waktu yang lama (hingga 4 minggu atau lebih), dan tingkat positifnya bervariasi (sekitar 15-70%) tergantung pada fase penyakit dan spesies Brucella. Kultur dari sumsum tulang memiliki sensitivitas lebih tinggi.
-
2. Uji Serologis
Digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap Brucella dalam serum manusia. Ini adalah metode diagnostik yang paling umum digunakan karena lebih cepat dan kurang berbahaya daripada kultur.
- Standard Agglutination Test (SAT) atau Wright Test: Uji aglutinasi tabung standar yang mengukur titer antibodi. Titer ≥ 1:160 dianggap signifikan dalam zona endemik, tetapi peningkatan titer antara fase akut dan konvalesen lebih diagnostik. Dapat memberikan hasil positif palsu karena reaksi silang dengan bakteri lain (misalnya, Francisella tularensis, Yersinia enterocolitica).
- Rose Bengal Plate Test (RBPT): Digunakan sebagai tes skrining cepat, mirip dengan yang digunakan pada hewan. Hasil positif perlu dikonfirmasi dengan tes lain.
- ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay): Mendeteksi antibodi IgM, IgG, dan IgA. Deteksi IgM biasanya menunjukkan infeksi akut atau baru, sementara IgG menunjukkan infeksi yang lebih lama atau kronis. ELISA memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
- 2-Mercaptoethanol Agglutination Test (2-ME): Digunakan untuk mendeteksi antibodi IgG dan membantu membedakan antara infeksi aktif dan paparan lama.
- Coombs Anti-Brucella Test: Digunakan untuk mendeteksi antibodi penghambat yang tidak terdeteksi oleh SAT, berguna dalam kasus kronis atau seronegatif.
-
3. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Dapat mendeteksi DNA Brucella dalam darah, cairan tubuh, atau jaringan. PCR menawarkan diagnosis cepat dan sensitif, sangat berguna ketika kultur darah negatif atau memakan waktu terlalu lama. Sangat membantu dalam mendiagnosis neurobrusellosis dari cairan serebrospinal (CSF) atau infeksi terlokalisasi lainnya.
-
4. Histopatologi
Pemeriksaan mikroskopis jaringan biopsi (misalnya, dari sumsum tulang, hati, limpa, kelenjar getah bening) dapat menunjukkan lesi granulomatosa non-spesifik yang konsisten dengan brusellosis. Identifikasi bakteri dalam jaringan melalui pewarnaan khusus atau imunohistokimia dapat membantu.
Penting untuk diingat bahwa hasil tes serologis tunggal mungkin tidak cukup untuk diagnosis definitif, terutama di daerah endemik di mana paparan sebelumnya umum. Peningkatan titer antibodi atau konversi serologis (dari negatif menjadi positif) lebih meyakinkan. Mengingat bahaya zoonosisnya, setiap kasus brusellosis pada manusia harus diselidiki untuk menemukan sumber infeksi pada hewan dan mengambil tindakan pengendalian yang sesuai.
Pengobatan Brusellosis: Strategi pada Hewan dan Manusia
Strategi pengobatan brusellosis sangat berbeda antara hewan dan manusia, terutama karena pertimbangan ekonomi, efektivitas, dan risiko penyebaran penyakit.
Pengobatan pada Hewan
Pada hewan, pengobatan antibiotik untuk brusellosis umumnya tidak direkomendasikan atau praktis untuk alasan berikut:
- Efektivitas Terbatas: Bakteri Brucella bersifat intraseluler, sehingga sulit dijangkau oleh banyak antibiotik. Meskipun beberapa antibiotik (seperti tetrasiklin) dapat menekan gejala, mereka seringkali gagal sepenuhnya menghilangkan bakteri dari tubuh hewan. Hewan yang diobati masih bisa menjadi pembawa dan menyebarkan penyakit.
- Biaya Ekonomi: Durasi pengobatan antibiotik yang panjang dan dosis tinggi yang diperlukan membuat pengobatan setiap hewan yang terinfeksi menjadi sangat mahal dan tidak ekonomis, terutama untuk hewan ternak komersial.
- Risiko Resistensi Antibiotik: Penggunaan antibiotik secara luas pada hewan ternak dapat berkontribusi pada perkembangan resistensi antibiotik, yang menjadi masalah kesehatan global yang serius.
- Keamanan Pangan: Penggunaan antibiotik pada hewan pangan memerlukan periode penarikan (withdrawal period) yang ketat untuk memastikan tidak ada residu antibiotik dalam produk hewani yang dikonsumsi manusia. Ini menambah kompleksitas dalam manajemen peternakan.
- Program Pengendalian: Dalam program pengendalian brusellosis nasional atau regional, pendekatan "uji dan potong" (test and slaughter) atau "depopulasi" (pemusnahan seluruh kawanan) terbukti lebih efektif dalam memberantas penyakit. Hewan yang positif brucellosis, tanpa memandang gejala, biasanya dipisahkan dan disembelih untuk mencegah penyebaran.
Pengecualian: Dalam beberapa kasus, seperti pada hewan peliharaan berharga (misalnya anjing ras), pengobatan mungkin dipertimbangkan, tetapi memerlukan regimen antibiotik jangka panjang (beberapa bulan) dengan kombinasi obat (misalnya, doksisiklin dan streptomisin atau enrofloksasin) dan seringkali tidak menjamin kesembuhan total atau eliminasi total bakteri. Anjing yang diobati harus tetap dipantau secara ketat.
Pengobatan pada Manusia
Pengobatan brusellosis pada manusia sangat penting dan harus segera dimulai setelah diagnosis untuk mencegah komplikasi serius, kekambuhan, dan penyakit kronis. Karena sifat intraseluler bakteri, pengobatan memerlukan kombinasi beberapa antibiotik selama periode waktu yang cukup lama.
-
Regimen Antibiotik yang Direkomendasikan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pusat pengendalian penyakit lainnya merekomendasikan kombinasi terapi antibiotik untuk brusellosis. Regimen yang paling umum meliputi:
- Doxycycline + Rifampicin:
- Doksisiklin: 100 mg dua kali sehari.
- Rifampisin: 600-900 mg (10-15 mg/kg) sekali sehari.
Kombinasi ini biasanya diberikan selama 6 minggu. Ini adalah regimen yang paling banyak digunakan karena efektivitas, toleransi, dan ketersediaannya.
- Doxycycline + Streptomycin atau Gentamicin:
- Doksisiklin: 100 mg dua kali sehari (selama 6 minggu).
- Streptomisin: 1 gram intramuskular sekali sehari (selama 2-3 minggu).
- Atau Gentamisin: 5 mg/kg intramuskular/intravena sekali sehari (selama 7-10 hari).
Regimen ini sering digunakan untuk kasus yang lebih parah, komplikasi, atau ketika ada kekhawatiran tentang kepatuhan pengobatan Rifampisin. Streptomisin dan gentamisin diberikan untuk periode yang lebih singkat di awal pengobatan untuk memberikan efek bakterisida cepat, diikuti oleh doksisiklin jangka panjang.
- Untuk Anak-anak: Pengobatan pada anak-anak harus hati-hati karena doksisiklin dapat menyebabkan pewarnaan permanen pada gigi. Pilihan lain termasuk kombinasi Trimethoprim-Sulfamethoxazole (cotrimoxazole) dengan Rifampisin atau Gentamisin.
- Untuk Wanita Hamil: Doksisiklin dikontraindikasikan. Pilihan meliputi kombinasi Rifampisin dengan cotrimoxazole atau Gentamisin, tetapi harus dengan konsultasi dokter spesialis karena risiko pada janin.
- Doxycycline + Rifampicin:
-
Durasi Pengobatan dan Kekambuhan
Durasi pengobatan yang direkomendasikan sangat penting. Penghentian dini pengobatan adalah penyebab utama kekambuhan. Meskipun terapi 6 minggu efektif untuk banyak kasus, beberapa komplikasi (misalnya, endokarditis, neurobrusellosis, osteomielitis) mungkin memerlukan pengobatan yang lebih lama, hingga 3-6 bulan atau bahkan lebih, dan mungkin memerlukan intervensi bedah.
Tingkat kekambuhan bisa mencapai 5-15% jika pengobatan tidak memadai atau jika terjadi re-infeksi. Oleh karena itu, pasien harus dipantau secara ketat setelah pengobatan selesai, dengan pemeriksaan klinis dan tes serologis berkala.
-
Penanganan Komplikasi
Komplikasi brusellosis memerlukan penanganan khusus:
- Endokarditis: Membutuhkan terapi antibiotik yang sangat intensif, seringkali dengan tiga atau empat antibiotik yang berbeda, selama berbulan-bulan, dan seringkali memerlukan operasi penggantian katup jantung.
- Neurobrusellosis: Membutuhkan antibiotik yang dapat menembus sawar darah otak, seperti doksisiklin dan rifampisin, seringkali dengan penambahan cotrimoxazole atau sefalosporin generasi ketiga, selama periode yang lebih lama.
- Abses atau Lesi Tulang: Mungkin memerlukan drainase bedah selain terapi antibiotik.
Penting untuk menggarisbawahi bahwa pengobatan brusellosis harus selalu di bawah pengawasan dokter. Mengingat kompleksitas penyakit dan potensi komplikasi serius, diagnosis dini dan kepatuhan terhadap regimen pengobatan yang direkomendasikan adalah kunci untuk mencapai kesembuhan dan mencegah dampak jangka panjang.
Pencegahan dan Pengendalian Brusellosis
Pencegahan dan pengendalian brusellosis memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan sektor kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan (pendekatan One Health). Tujuannya adalah untuk mengurangi prevalensi penyakit pada hewan, memutus rantai penularan ke manusia, dan melindungi individu yang berisiko tinggi.
Pencegahan dan Pengendalian pada Hewan
Pengendalian brusellosis pada hewan adalah kunci utama untuk mengurangi insiden pada manusia. Strategi yang umum meliputi:
-
1. Vaksinasi Hewan
Vaksinasi adalah alat yang efektif untuk melindungi kawanan ternak dari infeksi dan mengurangi penyebaran bakteri. Ada beberapa jenis vaksin yang tersedia:
- Vaksin Strain 19 (S19): Digunakan untuk sapi betina muda (pedet betina) antara usia 3 hingga 10 bulan. Memberikan kekebalan yang baik tetapi dapat menyebabkan reaksi serologis positif yang mengganggu program uji dan potong, dan berisiko bagi manusia jika terpapar. Vaksin ini masih digunakan di banyak negara.
- Vaksin RB51: Merupakan vaksin yang lebih baru, juga untuk pedet betina. Keuntungannya adalah tidak menyebabkan reaksi serologis positif yang mengganggu diagnosis pada tes serologis tertentu, dan lebih aman bagi manusia daripada S19. Vaksin RB51 saat ini menjadi pilihan utama di banyak negara maju.
- Vaksin untuk Kambing/Domba: Vaksin B. melitensis Rev. 1 adalah yang paling umum digunakan untuk kambing dan domba. Mirip dengan S19, dapat menyebabkan reaksi serologis positif dan berisiko bagi manusia.
Program vaksinasi harus dilakukan secara sistematis dan dengan cakupan yang tinggi untuk mencapai kekebalan kawanan yang efektif.
-
2. Uji dan Potong (Test and Slaughter/Elimination)
Ini adalah strategi paling efektif untuk memberantas brusellosis dari suatu kawanan atau wilayah. Hewan yang dinyatakan positif melalui uji serologis diidentifikasi, dipisahkan, dan disembelih. Kawanan kemudian diuji ulang secara berkala hingga semua hewan dinyatakan bebas brucellosis. Strategi ini sangat berhasil di banyak negara maju, tetapi mahal dan sulit diterapkan di negara berkembang karena keterbatasan sumber daya dan penolakan peternak.
-
3. Biosekuriti Ketat
Langkah-langkah biosekuriti penting untuk mencegah masuknya dan penyebaran brusellosis di peternakan:
- Pembelian Hewan: Hanya membeli hewan dari sumber yang diketahui bebas brucellosis atau yang telah diuji dan dinyatakan negatif. Karantina hewan baru selama minimal 30 hari dan uji ulang sebelum dimasukkan ke kawanan.
- Sanitasi dan Kebersihan: Bersihkan dan disinfeksi kandang, peralatan, dan area yang terkontaminasi oleh cairan aborsi atau kelahiran. Bakteri Brucella sensitif terhadap sebagian besar disinfektan.
- Manajemen Aborsi: Tangani aborsi dengan sangat hati-hati. Janin abortus dan plasenta harus dibuang dengan aman (dikubur dalam atau dibakar) untuk mencegah kontaminasi lingkungan. Area aborsi harus segera dibersihkan dan didisinfeksi.
- Kontrol Pengunjung dan Kendaraan: Batasi akses ke peternakan dan pastikan semua pengunjung dan kendaraan yang masuk telah didisinfeksi.
- Pengelolaan Limfadenopati: Hewan yang menunjukkan gejala limfadenopati atau masalah reproduksi yang mencurigakan harus segera diisolasi dan diuji.
-
4. Surveilans dan Pemantauan
Program surveilans rutin, termasuk pengujian serologis pada hewan, pengujian susu di tingkat koleksi, dan penyelidikan kasus aborsi, sangat penting untuk mendeteksi brusellosis sejak dini dan mengukur efektivitas program pengendalian.
Pencegahan pada Manusia
Pencegahan brusellosis pada manusia berfokus pada mengurangi paparan terhadap sumber infeksi dan meningkatkan kesadaran masyarakat.
-
1. Konsumsi Produk Hewan yang Aman
- Pasteurisasi Susu: Konsumsi susu dan produk susu (keju, yogurt) yang telah dipasteurisasi adalah langkah paling penting. Pasteurisasi efektif membunuh bakteri Brucella tanpa mengubah nilai gizi produk. Hindari konsumsi susu mentah atau produk olahan susu dari sumber yang tidak diketahui.
- Memasak Daging Secara Sempurna: Pastikan daging dimasak hingga matang sempurna, terutama daging organ.
-
2. Praktik Kebersihan dan Keamanan Kerja
- Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD): Individu yang bekerja dengan hewan (peternak, dokter hewan, pekerja rumah potong hewan, teknisi laboratorium) harus selalu menggunakan APD yang tepat, termasuk sarung tangan, kacamata pelindung, masker, dan pakaian pelindung, terutama saat menangani proses kelahiran, aborsi, atau bangkai hewan.
- Higiene Tangan: Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara menyeluruh setelah kontak dengan hewan atau produk hewani.
- Penanganan Daging: Hindari kontak langsung antara luka pada kulit dengan daging mentah atau cairan hewan. Gunakan sarung tangan saat memproses daging.
-
3. Edukasi dan Peningkatan Kesadaran
Kampanye kesehatan masyarakat tentang risiko brusellosis, cara penularannya, dan pentingnya praktik higiene sangat krusial, terutama di daerah endemik dan di kalangan komunitas peternak. Informasi tentang bahaya konsumsi susu mentah dan pentingnya pasteurisasi harus disebarkan secara luas.
-
4. Surveilans pada Pekerja Berisiko
Pekerja yang berisiko tinggi (misalnya, di laboratorium atau rumah potong hewan) harus menjalani skrining kesehatan rutin untuk deteksi dini infeksi.
-
5. Vaksinasi Manusia (Opsional dan Terbatas)
Saat ini tidak ada vaksin manusia yang disetujui secara luas untuk penggunaan rutin. Vaksin yang ada masih dalam tahap penelitian atau hanya digunakan untuk personel laboratorium tertentu yang berisiko sangat tinggi di beberapa negara. Fokus utama pencegahan pada manusia adalah melalui pengendalian pada hewan dan praktik kebersihan.
Implementasi gabungan dari strategi-strategi ini, didukung oleh kebijakan pemerintah yang kuat, adalah satu-satunya cara untuk secara efektif mengurangi beban brusellosis pada hewan dan manusia, serta pada akhirnya mencapai eliminasi penyakit di wilayah-wilayah tertentu.
Dampak Luas Brusellosis: Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat
Brusellosis bukan hanya masalah kesehatan individu, tetapi juga memiliki dampak ekonomi dan sosial yang signifikan di berbagai tingkatan. Penyakit ini menimbulkan kerugian besar pada sektor peternakan, membebani sistem kesehatan masyarakat, dan dapat memengaruhi kesejahteraan komunitas secara keseluruhan.
Dampak Ekonomi pada Sektor Peternakan
Sektor peternakan menanggung beban ekonomi terbesar dari brusellosis. Kerugian ini berasal dari berbagai sumber:
- Kerugian Produksi Reproduksi:
- Aborsi dan Kematian Anak: Kehilangan janin atau anak yang baru lahir secara langsung mengurangi jumlah hewan yang dapat dijual atau digunakan untuk produksi.
- Infertilitas: Hewan betina yang terinfeksi seringkali menjadi sulit untuk bunting atau memerlukan waktu lebih lama untuk bereproduksi, menyebabkan siklus produksi yang terganggu dan mengurangi produktivitas kawanan.
- Retensi Plasenta dan Metritis: Komplikasi ini memerlukan perawatan veteriner, dapat menyebabkan infertilitas sementara atau permanen, dan meningkatkan risiko infeksi sekunder.
- Penurunan Produksi Susu: Pada hewan perah seperti sapi, kambing, dan domba, infeksi Brucella seringkali menyebabkan penurunan signifikan dalam produksi susu, yang secara langsung memengaruhi pendapatan peternak. Susu dari hewan terinfeksi juga tidak boleh dijual mentah, yang membatasi pasar.
- Biaya Pengobatan dan Pengendalian:
- Uji dan Potong: Meskipun efektif, program uji dan potong sangat mahal. Pemerintah harus memberikan kompensasi kepada peternak untuk hewan yang dimusnahkan, dan peternak juga menanggung kerugian karena hilangnya hewan produktif.
- Vaksinasi: Biaya pembelian dan administrasi vaksin, meskipun merupakan investasi jangka panjang, tetap menjadi pengeluaran awal bagi peternak atau pemerintah.
- Biosekuriti: Penerapan langkah-langkah biosekuriti yang ketat memerlukan investasi dalam infrastruktur dan perubahan praktik manajemen.
- Perawatan Veteriner: Biaya konsultasi, diagnostik, dan perawatan untuk hewan yang terinfeksi, meskipun pengobatan tidak dianjurkan, pemeriksaan tetap diperlukan.
- Pembatasan Perdagangan: Negara atau wilayah yang endemik brusellosis seringkali menghadapi pembatasan atau larangan ekspor hewan hidup dan produk hewani ke pasar internasional yang bebas penyakit. Ini menghambat pertumbuhan ekonomi sektor peternakan dan mengurangi akses ke pasar yang menguntungkan.
- Stigma dan Kehilangan Kepercayaan Pasar: Kawanan atau daerah yang diketahui memiliki brusellosis dapat mengalami penurunan permintaan untuk hewan atau produk mereka karena kekhawatiran konsumen atau pembeli, bahkan jika produk tersebut telah diproses dengan aman.
Dampak pada Kesehatan Masyarakat
Brusellosis pada manusia menimbulkan beban kesehatan yang signifikan:
- Morbiditas dan Kualitas Hidup: Pasien brusellosis mengalami gejala yang melemahkan seperti demam, nyeri sendi, kelelahan kronis, dan depresi. Penyakit ini dapat menyebabkan disabilitas jangka panjang dan secara signifikan menurunkan kualitas hidup penderitanya, mengganggu kemampuan mereka untuk bekerja atau melakukan aktivitas sehari-hari.
- Komplikasi Serius dan Kematian: Komplikasi seperti endokarditis, neurobrusellosis, dan osteomielitis dapat menyebabkan kerusakan organ permanen, disabilitas parah, dan bahkan kematian jika tidak diobati secara agresif. Brusellosis adalah salah satu penyebab utama endokarditis infeksius di beberapa wilayah endemik.
- Beban pada Sistem Kesehatan:
- Diagnosis: Diagnosis brusellosis seringkali sulit dan memakan waktu karena gejalanya yang tidak spesifik, yang memerlukan serangkaian tes laboratorium yang mahal.
- Pengobatan: Pengobatan brusellosis memerlukan regimen antibiotik kombinasi jangka panjang (minimal 6 minggu), yang memakan biaya obat yang tinggi dan memerlukan pemantauan ketat untuk memastikan kepatuhan.
- Rawat Inap dan Operasi: Kasus dengan komplikasi serius memerlukan rawat inap yang lama dan intervensi bedah yang mahal (misalnya, operasi jantung untuk endokarditis).
- Sumber Daya Manusia: Penyakit ini membebani sumber daya tenaga kesehatan yang terbatas, terutama di daerah pedesaan atau miskin.
- Dampak Sosial dan Psikososial:
- Kehilangan Pendapatan: Individu yang sakit mungkin tidak dapat bekerja, menyebabkan kehilangan pendapatan yang signifikan bagi mereka dan keluarga.
- Stigma: Di beberapa komunitas, penyakit zoonosis dapat membawa stigma.
- Kesehatan Mental: Kelelahan kronis dan nyeri yang terkait dengan brusellosis kronis dapat menyebabkan depresi dan kecemasan, memperburuk kualitas hidup pasien.
- Kerugian Manusia Produktif: Penyakit ini paling sering menyerang orang dewasa muda dan paruh baya yang merupakan tenaga kerja produktif, sehingga berkontribusi pada kerugian produktivitas nasional.
Secara keseluruhan, dampak brusellosis mencerminkan pentingnya pendekatan "One Health" yang terkoordinasi. Menginvestasikan dalam program pengendalian hewan tidak hanya melindungi kesehatan hewan tetapi juga secara langsung mengurangi risiko infeksi pada manusia dan menghemat biaya perawatan kesehatan di masa depan. Kegagalan untuk mengendalikan brusellosis secara efektif akan terus memiliki implikasi ekonomi dan kesehatan masyarakat yang merugikan, terutama bagi komunitas yang paling rentan di negara-negara berkembang.
Regulasi dan Program Pengendalian Global dan Nasional
Mengingat dampak yang luas dari brusellosis, banyak negara dan organisasi internasional telah mengembangkan regulasi serta program pengendalian yang komprehensif. Upaya ini bertujuan untuk memberantas penyakit di daerah tertentu, mengendalikannya di wilayah endemik, dan mencegah penyebarannya ke daerah yang bebas penyakit.
Organisasi Internasional dan Standar
-
Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (WOAH, sebelumnya OIE)
WOAH adalah organisasi antar-pemerintah yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan hewan di seluruh dunia. WOAH menetapkan standar internasional untuk pengendalian penyakit hewan, termasuk brusellosis. Standar ini mencakup:
- Kode Kesehatan Hewan Terestrial (Terrestrial Animal Health Code): Memberikan rekomendasi untuk diagnosis, surveilans, pencegahan, dan pengendalian brusellosis pada berbagai spesies hewan. Kode ini juga menetapkan kriteria untuk pengakuan status bebas brusellosis bagi negara atau zona, yang sangat penting untuk perdagangan internasional hewan dan produk hewani.
- Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals: Merinci metode diagnostik yang direkomendasikan dan karakteristik vaksin brusellosis yang efektif.
- Strategi Global: WOAH bekerja sama dengan WHO dan FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian PBB) untuk mengembangkan strategi global terpadu dalam pengendalian zoonosis, termasuk brusellosis, di bawah kerangka "One Health".
-
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
WHO fokus pada aspek kesehatan masyarakat dari brusellosis, termasuk surveilans pada manusia, diagnosis, pengobatan, dan pendidikan kesehatan. WHO juga bekerja sama dengan WOAH dan FAO dalam inisiatif "One Health" untuk mengembangkan pedoman dan strategi pengendalian zoonosis.
-
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO)
FAO berfokus pada dampak brusellosis terhadap keamanan pangan, mata pencarian peternak, dan produksi pertanian. FAO mendukung negara-negara anggota dalam mengembangkan program pengendalian hewan yang berkelanjutan dan aman pangan.
Program Pengendalian Nasional
Banyak negara telah menerapkan program pengendalian brusellosis yang disesuaikan dengan situasi epidemiologi dan sumber daya mereka. Program ini umumnya melibatkan kombinasi strategi yang telah dibahas sebelumnya:
-
1. Surveilans dan Pengujian
Melakukan pengujian rutin pada hewan ternak (misalnya, pengujian serologis pada sapi perah melalui Milk Ring Test, pengujian pada hewan yang diperdagangkan, atau pengujian pada kasus aborsi) untuk mengidentifikasi kawanan atau individu yang terinfeksi. Data surveilans digunakan untuk memetakan prevalensi penyakit dan memandu keputusan program.
-
2. Program Uji dan Potong (Test and Slaughter)
Negara-negara yang memiliki sumber daya memadai dan komitmen politik yang kuat, seperti banyak negara di Eropa, Amerika Utara, dan Australia, telah berhasil memberantas brusellosis dari populasi ternak mereka melalui program uji dan potong yang agresif, didukung oleh kompensasi bagi peternak.
-
3. Vaksinasi Massal
Di negara-negara di mana brusellosis masih endemik dan program uji dan potong tidak praktis, program vaksinasi hewan ternak skala besar seringkali menjadi strategi utama untuk mengurangi prevalensi penyakit dan kerugian ekonomi. Contohnya adalah vaksinasi pedet sapi dengan Strain 19 atau RB51, dan vaksinasi kambing/domba dengan Rev. 1.
-
4. Regulasi Pergerakan Hewan
Penerapan peraturan ketat tentang pergerakan hewan, karantina, dan sertifikasi kesehatan untuk hewan yang diperdagangkan adalah kunci untuk mencegah penyebaran brusellosis ke daerah yang bebas penyakit atau dari kawanan yang terinfeksi ke kawanan yang sehat.
-
5. Edukasi dan Pelatihan
Memberikan edukasi kepada peternak, dokter hewan, dan masyarakat tentang brusellosis, risiko zoonosisnya, praktik biosekuriti, dan pentingnya konsumsi produk susu pasteurisasi. Pelatihan bagi tenaga medis dan veteriner juga penting untuk meningkatkan kapasitas diagnosis dan penanganan kasus.
-
6. Kerjasama Lintas Sektor (One Health)
Membangun kemitraan yang erat antara Kementerian Pertanian (Kesehatan Hewan) dan Kementerian Kesehatan (Kesehatan Masyarakat) untuk berbagi informasi, mengkoordinasikan surveilans, dan merespons wabah secara terpadu. Ini sangat penting untuk pengendalian penyakit zoonosis seperti brusellosis.
Contoh Spesifik di Indonesia
Di Indonesia, brusellosis dikenal sebagai penyakit yang endemik di beberapa wilayah, terutama pada sapi. Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan memiliki program pengendalian brusellosis yang meliputi:
- Surveilans Aktif dan Pasif: Pemantauan penyakit di lapangan, pengujian ternak di daerah endemik, dan pelaporan kasus oleh dokter hewan.
- Pengujian dan Eliminasi: Meskipun uji dan potong penuh mungkin sulit diterapkan secara nasional, kebijakan isolasi dan eliminasi hewan positif di tingkat peternakan tetap diupayakan.
- Vaksinasi: Program vaksinasi pedet betina dengan vaksin Strain 19 atau RB51 telah diimplementasikan di beberapa daerah.
- Edukasi dan Penyuluhan: Penyuluhan kepada peternak tentang manajemen kawanan, kebersihan, dan risiko zoonosis.
- Pengawasan Peredaran Ternak: Melakukan pengawasan terhadap lalu lintas ternak untuk mencegah penyebaran penyakit antarwilayah.
- Kerja Sama Lintas Sektor: Upaya koordinasi dengan Kementerian Kesehatan dalam penanganan kasus brusellosis pada manusia.
Tantangan dalam implementasi program pengendalian nasional seringkali meliputi keterbatasan anggaran, jangkauan geografis yang luas, kurangnya kesadaran peternak, dan kepatuhan terhadap regulasi. Namun, dengan komitmen berkelanjutan dan pendekatan terpadu, tujuan untuk mengendalikan dan pada akhirnya memberantas brusellosis dapat dicapai.
Tantangan dalam Pengendalian Brusellosis
Meskipun ada pemahaman yang kuat tentang brusellosis dan strategi pengendalian yang efektif, pemberantasan total penyakit ini tetap menjadi tantangan besar, terutama di negara-negara berkembang. Berbagai faktor berkontribusi pada kesulitan ini, mulai dari karakteristik patogen hingga kendala sosio-ekonomi dan politik.
1. Sifat Biologis Bakteri Brucella
- Intraseluler: Bakteri Brucella hidup dan bereplikasi di dalam sel inang, melarikan diri dari respons imun dan aksi antibiotik. Ini membuat pengobatan pada hewan menjadi tidak efektif dan pengobatan pada manusia memerlukan regimen kombinasi jangka panjang, yang seringkali sulit dipatuhi.
- Virulensi dan Resistensi: Beberapa spesies Brucella sangat virulen bagi manusia (misalnya, B. melitensis) dan dapat menyebabkan penyakit yang parah. Kemampuan bakteri untuk bertahan hidup di lingkungan juga berkontribusi pada penularan tidak langsung.
- Variasi Genetik: Adanya biovar dan genotipe yang berbeda dapat memengaruhi respons terhadap vaksin dan diagnostik.
2. Kompleksitas Epidemiologi dan Siklus Penularan
- Inang Luas: Brucella dapat menginfeksi berbagai spesies hewan, termasuk hewan ternak, hewan peliharaan, dan satwa liar. Satwa liar dapat bertindak sebagai reservoir, membuat pemberantasan menjadi sulit jika ada interaksi dengan ternak.
- Penularan yang Beragam: Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung, tidak langsung (lingkungan terkontaminasi, produk susu), dan bahkan inhalasi aerosol. Ini membuat pemutusan rantai penularan menjadi kompleks.
- Hewan Pembawa Asimptomatik: Hewan yang terinfeksi dapat menjadi pembawa tanpa menunjukkan gejala klinis yang jelas, tetapi tetap menyebarkan bakteri. Hal ini mempersulit identifikasi dan eliminasi.
- Masa Inkubasi Panjang: Masa inkubasi yang panjang pada hewan dapat menunda deteksi, memungkinkan penyebaran lebih lanjut sebelum diagnosis.
3. Kendala Ekonomi dan Sumber Daya
- Biaya Program Pengendalian: Program uji dan potong sangat efektif tetapi mahal, terutama untuk negara-negara dengan populasi ternak besar dan prevalensi penyakit tinggi. Kompensasi untuk peternak atas hewan yang dimusnahkan adalah beban finansial yang signifikan bagi pemerintah.
- Keterbatasan Diagnostik: Di banyak daerah endemik, akses ke fasilitas diagnostik laboratorium yang memadai (misalnya, kultur, PCR) terbatas. Tes skrining cepat mungkin kurang spesifik dan membutuhkan konfirmasi.
- Kurangnya Sumber Daya Manusia: Jumlah dokter hewan, paramedis, dan tenaga kesehatan masyarakat yang terlatih dalam diagnosis dan pengendalian brusellosis seringkali tidak memadai, terutama di daerah pedesaan.
- Infrastruktur yang Buruk: Kurangnya infrastruktur yang memadai untuk penanganan limbah ternak, rumah potong hewan yang higienis, dan rantai dingin untuk vaksin dan produk diagnostik.
4. Kendala Sosial dan Budaya
- Ketergantungan pada Ternak: Banyak komunitas di negara berkembang sangat bergantung pada ternak sebagai sumber mata pencarian, makanan, dan status sosial. Pemusnahan hewan terinfeksi dapat ditentang keras oleh peternak karena berdampak langsung pada kesejahteraan ekonomi mereka.
- Praktik Tradisional: Konsumsi susu mentah atau keju artisanal yang tidak dipasteurisasi adalah praktik budaya yang umum di banyak wilayah, yang meningkatkan risiko penularan ke manusia. Perubahan kebiasaan ini sulit dilakukan.
- Kurangnya Kesadaran: Tingkat kesadaran yang rendah tentang risiko brusellosis, cara penularan, dan pentingnya pencegahan di kalangan peternak dan masyarakat umum merupakan hambatan besar.
- Penolakan Vaksinasi: Beberapa peternak mungkin menolak vaksinasi karena biaya, kurangnya pemahaman tentang manfaatnya, atau rumor yang salah.
5. Tantangan Kebijakan dan Koordinasi
- Fragmentasi Kebijakan: Kurangnya koordinasi yang efektif antara sektor kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat (misalnya, antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan) dapat menghambat respons terpadu terhadap brusellosis sebagai zoonosis.
- Implementasi Hukum: Penegakan hukum dan peraturan terkait kesehatan hewan dan keamanan pangan seringkali lemah di banyak negara, yang memungkinkan praktik-praktik berisiko berlanjut.
- Mobilitas Ternak Lintas Batas: Pergerakan ternak lintas batas yang tidak terkontrol (resmi maupun tidak resmi) dapat dengan cepat menyebarkan penyakit antarnegara atau antarwilayah, membuat upaya pengendalian di satu wilayah menjadi tidak efektif.
- Pengawasan Produk Hewan: Kurangnya pengawasan yang memadai terhadap pasar produk susu mentah dan daging yang tidak diinspeksi.
Mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan pendekatan yang komprehensif, terintegrasi, dan berkelanjutan, dengan investasi yang memadai dalam pendidikan, infrastruktur, penelitian, dan kerjasama lintas sektor. Hanya dengan demikian kita dapat berharap untuk secara efektif mengendalikan dan pada akhirnya memberantas brusellosis dari populasi hewan dan manusia.
Kesimpulan
Brusellosis adalah penyakit zoonosis yang serius, dengan dampak yang luas dan merugikan baik pada kesehatan hewan maupun manusia, serta pada ekonomi sektor peternakan. Disebabkan oleh bakteri Brucella, penyakit ini dapat menyebabkan aborsi, infertilitas, dan penurunan produksi pada hewan, serta demam undulan, nyeri kronis, dan komplikasi parah pada organ vital manusia. Sifat intraseluler bakteri ini menjadikan diagnosis dan pengobatan menjadi tantangan, dan seringkali menyebabkan penyakit kronis serta kekambuhan jika tidak ditangani dengan tepat.
Pengendalian brusellosis memerlukan pendekatan "One Health" yang terpadu, melibatkan kerjasama erat antara dokter hewan, tenaga kesehatan masyarakat, pemerintah, peternak, dan masyarakat umum. Strategi kunci meliputi:
- Pada Hewan: Penerapan program vaksinasi yang efektif, strategi uji dan potong (jika memungkinkan), biosekuriti ketat di peternakan, serta surveilans yang berkelanjutan untuk deteksi dini dan respons cepat.
- Pada Manusia: Edukasi masyarakat tentang pentingnya mengonsumsi susu dan produk susu yang dipasteurisasi, memasak daging secara sempurna, serta penggunaan alat pelindung diri (APD) bagi individu yang berisiko tinggi. Diagnosis dini dan pengobatan antibiotik kombinasi yang tuntas adalah krusial untuk mencegah komplikasi serius.
Meskipun kemajuan telah dicapai dalam pemahaman dan pengendalian brusellosis di beberapa wilayah, tantangan seperti biaya program yang tinggi, keterbatasan sumber daya, kurangnya kesadaran, dan praktik tradisional yang berisiko masih menjadi hambatan signifikan, terutama di negara-negara berkembang. Mobilitas ternak lintas batas dan keberadaan reservoir satwa liar juga menambah kompleksitas upaya pemberantasan.
Investasi yang berkelanjutan dalam penelitian, pengembangan diagnostik dan vaksin yang lebih baik, penguatan sistem surveilans, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia adalah esensial. Yang terpenting, komitmen politik dan kerjasama lintas sektor adalah fondasi untuk mencapai eliminasi brusellosis di tingkat regional dan global. Dengan upaya kolektif, kita dapat mengurangi beban penyakit ini dan melindungi kesehatan hewan serta masyarakat dari ancaman brusellosis.