Ilustrasi tangan berdoa Sebuah ikon yang menggambarkan dua telapak tangan terbuka sedang berdoa, simbol dari Qunut Nazilah.

Memahami Qunut Nazilah: Doa di Kala Nestapa Melanda

Dalam bentangan kehidupan, umat manusia tidak pernah luput dari ujian dan cobaan. Terkadang, cobaan itu datang dalam skala besar, menimpa sebuah komunitas, bangsa, atau bahkan seluruh dunia. Bencana alam, wabah penyakit, penindasan, dan peperangan adalah beberapa contoh nestapa kolektif yang menguji keteguhan iman dan rasa kemanusiaan. Di tengah situasi genting seperti inilah, Islam mengajarkan sebuah amalan spiritual yang agung, sebuah senjata langit yang dikenal sebagai Qunut Nazilah.

Qunut Nazilah bukanlah sekadar rangkaian kata, melainkan manifestasi kepasrahan, permohonan, dan solidaritas seorang hamba di hadapan Sang Pencipta. Ia adalah doa khusus yang dipanjatkan ketika umat Islam menghadapi musibah besar. Melalui Qunut Nazilah, kaum muslimin secara berjamaah mengangkat tangan, mengetuk pintu langit, memohon pertolongan, perlindungan, dan jalan keluar dari kesulitan yang sedang mereka hadapi. Artikel ini akan mengupas secara mendalam segala aspek yang berkaitan dengan Qunut Nazilah, dari makna, sejarah, landasan hukum, hingga tata cara pelaksanaannya.

Pengertian dan Makna Mendalam Qunut Nazilah

Untuk memahami esensi Qunut Nazilah, kita perlu membedahnya dari segi bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi). Pemahaman ini akan membuka cakrawala kita tentang betapa dalamnya makna yang terkandung di dalam amalan ini.

Makna Secara Bahasa

Istilah "Qunut Nazilah" terdiri dari dua kata dalam bahasa Arab: Qunut (القنوت) dan Nazilah (النازلة).

Dengan demikian, secara harfiah, Qunut Nazilah dapat diartikan sebagai "doa yang dipanjatkan ketika sebuah musibah besar turun". Ini adalah doa keprihatinan, doa di saat-saat genting yang membutuhkan intervensi ilahi.

Perbedaan dengan Qunut Subuh dan Qunut Witir

Sering kali terjadi kerancuan antara Qunut Nazilah dengan jenis qunut lainnya, yaitu Qunut Subuh dan Qunut Witir. Meskipun ketiganya adalah doa yang dibaca dalam shalat, namun terdapat perbedaan mendasar dari segi hukum, waktu, sifat, dan isi bacaannya.

1. Qunut Subuh

Qunut Subuh adalah doa qunut yang dibaca secara rutin pada rakaat kedua shalat Subuh setelah bangkit dari ruku' (i'tidal). Hukum pelaksanaannya menjadi salah satu titik perbedaan pendapat (khilafiyah) di antara para ulama. Mazhab Syafi'i dan Maliki berpendapat bahwa Qunut Subuh hukumnya sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Sementara itu, mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa Qunut Subuh tidak disunnahkan untuk dilakukan secara rutin. Bacaan Qunut Subuh bersifat tetap dan berisi permohonan hidayah, ampunan, dan perlindungan secara umum, seperti doa "Allahummahdini fiiman hadait..."

2. Qunut Witir

Qunut Witir adalah doa qunut yang dilaksanakan pada rakaat terakhir shalat Witir. Terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu pelaksanaannya. Sebagian ulama, seperti dalam mazhab Hanafi, berpendapat qunut ini dilakukan sepanjang tahun. Sementara dalam mazhab Syafi'i dan Hanbali, Qunut Witir disunnahkan untuk dibaca pada separuh akhir bulan Ramadan. Bacaannya umumnya sama dengan Qunut Subuh, berisi permohonan yang bersifat umum.

3. Qunut Nazilah

Inilah yang menjadi pembeda utama. Qunut Nazilah memiliki karakteristik yang khas:

Qunut Nazilah adalah ekspresi kolektif dari rasa sakit dan harapan. Ia menyatukan hati kaum beriman dalam satu permohonan yang tulus, mengubah keputusasaan menjadi kekuatan spiritual.

Landasan Hukum dan Sejarah Praktik Qunut Nazilah

Syariat Islam selalu berlandaskan pada dalil yang kuat dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Praktik Qunut Nazilah memiliki dasar yang sangat kokoh dalam hadis-hadis shahih yang meriwayatkan praktik langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalil dari As-Sunnah

Praktik Qunut Nazilah yang paling terkenal dan menjadi dalil utama adalah yang berkaitan dengan sebuah tragedi memilukan yang dikenal sebagai Peristiwa Bi'r Ma'unah (Sumur Ma'unah).

Dikisahkan dalam riwayat yang shahih, datang utusan dari beberapa kabilah Arab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka meminta agar beliau mengirimkan para sahabat terbaiknya untuk mengajarkan Islam kepada kaum mereka. Rasulullah, dengan niat baik untuk menyebarkan dakwah, mengutus sekitar tujuh puluh sahabat pilihan yang mayoritas adalah para penghafal Al-Qur'an (Al-Qurra').

Namun, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama Bi'r Ma'unah, rombongan sahabat ini dikhianati. Mereka dikepung dan dibunuh secara keji oleh kabilah-kabilah tersebut. Hanya satu atau dua orang yang berhasil selamat untuk membawa kabar duka ini kepada Rasulullah di Madinah.

Berita ini membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berduka. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang meriwayatkan banyak hadis tentang peristiwa ini, berkata:

"Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berduka atas sesuatu seduka cita beliau terhadap mereka (para sahabat yang gugur di Bi'r Ma'unah)."

Sebagai respons atas tragedi ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian melaksanakan Qunut Nazilah. Anas bin Malik meriwayatkan:

"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut selama sebulan penuh (dalam shalatnya), mendoakan keburukan atas beberapa kabilah Arab (yang berkhianat)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain, Anas bin Malik juga menjelaskan bahwa qunut tersebut dilakukan pada shalat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya. Ini menjadi dalil kuat bahwa Qunut Nazilah dapat dilakukan di setiap shalat fardhu. Doa yang beliau panjatkan secara spesifik berisi laknat bagi para pengkhianat dan doa keselamatan bagi kaum muslimin yang tertindas.

Selain peristiwa Bi'r Ma'unah, tercatat pula bahwa Rasulullah pernah melakukan Qunut Nazilah untuk mendoakan keselamatan bagi para sahabat yang lemah dan ditawan oleh kaum musyrikin di Mekah, seperti Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, dan Ayyasy bin Abi Rabi'ah. Ini menunjukkan bahwa Qunut Nazilah tidak hanya untuk mendoakan keburukan bagi musuh, tetapi juga untuk mendoakan kebaikan dan pertolongan bagi sesama muslim yang sedang dalam kesulitan.

Pandangan Empat Mazhab Fikih

Kesepakatan para ulama mengenai disyariatkannya Qunut Nazilah menunjukkan betapa pentingnya amalan ini. Namun, terdapat sedikit perbedaan pandangan dalam detail pelaksanaannya di antara empat mazhab besar.

1. Mazhab Hanafi

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa Qunut Nazilah disyariatkan dan dilaksanakan ketika terjadi musibah. Namun, mereka berpandangan bahwa qunut ini hanya dilakukan pada shalat-shalat yang bacaannya dikeraskan (jahr), yaitu Subuh, Magrib, dan Isya. Pelaksanaannya dipimpin oleh imam (pemimpin kaum muslimin), dan tidak dilakukan oleh individu secara sendiri-sendiri.

2. Mazhab Maliki

Ulama Malikiyah juga menyetujui syariat Qunut Nazilah. Mereka berpendapat bahwa qunut ini sunnah dilakukan pada shalat Subuh saja, namun dibaca dengan suara pelan (sirr). Meskipun begitu, mereka memperbolehkan pelaksanaannya di shalat lain jika musibahnya sangat besar.

3. Mazhab Syafi'i

Ini adalah mazhab yang paling luas dalam pandangannya mengenai Qunut Nazilah. Ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa Qunut Nazilah disunnahkan untuk dilakukan pada setiap shalat fardhu lima waktu ketika terjadi musibah. Baik imam, maupun orang yang shalat sendirian (munfarid), dianjurkan untuk melakukannya. Bacaan doa dilakukan dengan suara yang dikeraskan (jahr) agar diamini oleh makmum.

4. Mazhab Hanbali

Ulama Hanabilah sependapat dengan Syafi'iyah bahwa Qunut Nazilah disyariatkan ketika terjadi musibah besar. Mereka juga berpandangan bahwa qunut ini dilakukan setelah bangkit dari ruku' pada rakaat terakhir. Mengenai shalat mana saja yang bisa dilakukan qunut, pendapat dalam mazhab ini beragam, namun pendapat yang kuat adalah dapat dilakukan di semua shalat fardhu kecuali shalat Jumat. Pelaksanaannya dipimpin oleh imam kaum muslimin atau wakilnya.

Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan kecil ini, esensinya tetap sama: Qunut Nazilah adalah sebuah amalan yang memiliki landasan kuat dan diakui oleh seluruh mazhab sebagai respons spiritual yang sah terhadap bencana dan kesulitan yang menimpa umat.

Tata Cara Pelaksanaan Qunut Nazilah

Setelah memahami dasar hukumnya, penting untuk mengetahui bagaimana cara melaksanakan Qunut Nazilah dengan benar sesuai tuntunan sunnah. Berikut adalah panduan langkah demi langkahnya.

Waktu dan Posisi dalam Shalat

Qunut Nazilah dilaksanakan pada rakaat terakhir dari shalat fardhu, setelah bangkit dari ruku' (posisi i'tidal). Setelah imam mengucapkan "Sami'allahu liman hamidah," dan makmum menjawab "Rabbana wa lakal hamd," imam tidak langsung sujud. Sebaliknya, imam akan tetap berdiri tegak untuk memanjatkan doa Qunut Nazilah.

Mengangkat Tangan

Disunnahkan bagi imam dan makmum untuk mengangkat kedua tangan setinggi dada saat doa Qunut Nazilah dibacakan, dengan telapak tangan menghadap ke langit. Ini adalah gestur permohonan yang menunjukkan kerendahan diri dan pengharapan total kepada Allah SWT. Berdasarkan beberapa riwayat, praktik mengangkat tangan saat qunut telah dicontohkan oleh para sahabat.

Suara Imam dan Makmum

Imam disunnahkan untuk membaca doa Qunut Nazilah dengan suara yang jelas dan terdengar (jahr) agar makmum dapat mendengarkannya dengan baik dan mengamini doa tersebut. Ketika imam selesai membaca setiap kalimat doa, para makmum mengucapkan "Aamiin" dengan khusyuk. Jika ada bagian doa yang berisi pujian kepada Allah (tsana'), maka makmum dianjurkan untuk diam atau ikut mengucapkannya dengan suara pelan.

Durasi Pelaksanaan

Tidak ada batasan waktu yang pasti mengenai berapa lama Qunut Nazilah harus dilaksanakan. Praktik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan bahwa beliau melakukannya selama sebulan penuh setelah tragedi Bi'r Ma'unah. Para ulama menyimpulkan bahwa Qunut Nazilah terus dilaksanakan selama musibah atau penyebabnya masih ada. Jika kondisi telah kembali normal dan musibah telah diangkat oleh Allah, maka pelaksanaan Qunut Nazilah dihentikan.

Pelaksanaan Secara Individu

Meskipun Qunut Nazilah lebih utama dilakukan secara berjamaah di masjid di bawah pimpinan seorang imam, para ulama (khususnya dari mazhab Syafi'i) memperbolehkan seseorang untuk melakukannya saat shalat sendirian (munfarid). Hal ini relevan jika seseorang tidak dapat shalat berjamaah di masjid karena suatu udzur, namun tetap ingin berpartisipasi dalam mendoakan kebaikan bagi umat.

Lafaz dan Contoh Doa Qunut Nazilah

Salah satu keistimewaan Qunut Nazilah adalah fleksibilitas lafaz doanya. Tidak ada satu teks baku yang wajib dihafal. Isi doanya dapat dan seharusnya disesuaikan dengan konteks musibah yang sedang dihadapi. Namun, ada beberapa contoh doa dari Rasulullah dan para sahabat yang dapat dijadikan sebagai panduan.

Struktur Umum Doa

Secara umum, doa Qunut Nazilah memiliki struktur sebagai berikut:

  1. Pujian kepada Allah (Tsana'): Memulai doa dengan memuji kebesaran Allah.
  2. Shalawat kepada Nabi: Mengirimkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  3. Doa untuk Kaum Muslimin: Memohon ampunan, rahmat, pertolongan, dan keselamatan bagi kaum muslimin yang sedang ditimpa musibah.
  4. Doa atas Musuh atau Penyebab Musibah: Mendoakan keburukan, kekalahan, atau kehancuran bagi pihak yang zalim atau memohon agar Allah mengangkat penyebab musibah (seperti wabah penyakit atau bencana alam).
  5. Penutup: Mengakhiri doa dengan shalawat dan pujian kepada Allah.

Contoh Teks Doa Qunut Nazilah

Berikut adalah contoh doa Qunut Nazilah yang sering digunakan, yang merupakan gabungan dari berbagai riwayat, termasuk doa yang masyhur dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Doa ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.

اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَا فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

Allahummahdinaa fiiman hadaiit, wa 'aafinaa fiiman 'aafaiit, wa tawallanaa fiiman tawallaiit, wa baarik lanaa fiimaa a'thoiit, wa qinaa syarra maa qodhoiit, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhoo 'alaiik, wa innahu laa yadzillu man waalaiit, wa laa ya'izzu man 'aadaiit, tabaarokta robbanaa wa ta'aalaiit.

"Ya Allah, berilah kami petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kami keselamatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan. Uruslah kami sebagaimana orang-orang yang telah Engkau urus. Berkahilah kami atas apa yang telah Engkau berikan. Lindungilah kami dari keburukan yang telah Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang dapat menetapkan atas-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau bela, dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami, dan Maha Tinggi."


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ

Allahummaghfir lil mu'miniina wal mu'minaat, wal muslimiina wal muslimaat, wa allif baina quluubihim, wa ashlih dzaata bainihim, wanshurhum 'alaa 'aduwwika wa 'aduwwihim.

"Ya Allah, ampunilah kaum mukminin dan mukminat, kaum muslimin dan muslimat. Satukanlah hati mereka, perbaikilah hubungan di antara mereka, dan menangkanlah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka."


اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْتَضْعَفِينَ فِي (sebutkan tempat/nama kaum) وَفِي كُلِّ مَكَانٍ. اللَّهُمَّ اكْشِفْ عَنْهُمُ الْكُرْبَةَ، وَأَزِلْ عَنْهُمُ الشِّدَّةَ، وَارْفَعْ عَنْهُمُ الْبَلَاءَ

Allahummansur ikhwaananal mustadh'afiina fii [sebutkan tempatnya] wa fii kulli makaan. Allahummaksyif 'anhumul kurbah, wa azil 'anhumusy syiddah, warfa' 'anhumul balaa'.

"Ya Allah, tolonglah saudara-saudara kami yang lemah di [sebutkan tempatnya] dan di setiap tempat. Ya Allah, hilangkanlah kesusahan dari mereka, lenyapkanlah penderitaan dari mereka, dan angkatlah bencana dari mereka."


اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِالظَّالِمِينَ فَإِنَّهُمْ لَا يُعْجِزُونَكَ، اللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُمْ، وَفَرِّقْ جَمْعَهُمْ، وَاجْعَلْ تَدْبِيرَهُمْ فِي تَدْمِيرِهِمْ، وَأَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِي لَا يُرَدُّ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ

Allahumma 'alaika bizh-zhoolimiina fa innahum laa yu'jizuunak. Allahumma syattit syamlahum, wa farriq jam'ahum, waj'al tadbiirahum fii tadmiirihim, wa anzil bihim ba'sakalladzii laa yuroddu 'anil qoumil mujrimiin.

"Ya Allah, atas-Mu lah (hukuman) bagi orang-orang yang zalim, sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan-Mu. Ya Allah, cerai-beraikanlah kekuatan mereka, pecah-belahlah persatuan mereka, jadikanlah rencana mereka sebagai kehancuran bagi mereka, dan turunkanlah kepada mereka siksa-Mu yang tidak dapat ditolak dari kaum yang berbuat dosa."

Penting untuk diingat, bagian yang menyebutkan lokasi atau jenis musibah dapat diubah sesuai dengan keadaan. Jika musibah adalah wabah penyakit, maka doanya bisa diubah menjadi, "Ya Allah, angkatlah wabah ini dari kami dan dari seluruh negeri kaum muslimin." Jika musibah adalah bencana alam, doanya bisa berisi permohonan kesabaran bagi korban dan kemudahan dalam proses pemulihan.

Hikmah dan Relevansi Qunut Nazilah di Zaman Modern

Di tengah dunia yang serba modern, di mana solusi seringkali dicari melalui pendekatan sains, teknologi, dan diplomasi, Qunut Nazilah hadir sebagai pengingat akan kekuatan dimensi spiritual. Amalan ini bukan sekadar ritual, tetapi mengandung hikmah dan relevansi yang mendalam bagi kehidupan umat Islam saat ini.

1. Penguatan Tauhid dan Kepasrahan

Ketika semua usaha manusia terasa menemui jalan buntu, Qunut Nazilah mengajarkan kita untuk kembali kepada sumber segala kekuatan, yaitu Allah SWT. Dengan mengangkat tangan dan memanjatkan doa, kita mengakui keterbatasan diri dan mengakui kemahakuasaan Allah. Ini adalah bentuk tauhid praktis, di mana kita meyakini bahwa tidak ada yang bisa memberi pertolongan atau mengangkat musibah kecuali Dia.

2. Wujud Solidaritas dan Ukhuwah Islamiyah

Qunut Nazilah adalah manifestasi nyata dari persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah). Ketika umat Islam di satu belahan dunia menderita, umat Islam di belahan dunia lain ikut merasakan kepedihan mereka dan mendoakannya dalam shalat. Ini mengikat hati kaum muslimin, menghilangkan sekat-sekat geografis dan etnis. Mereka menjadi laksana satu tubuh; jika satu bagian sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasakan demam dan penderitaannya.

3. Sarana Penguatan Mental dan Psikologis

Menghadapi musibah besar dapat menimbulkan kecemasan, ketakutan, dan bahkan keputusasaan. Qunut Nazilah menjadi katarsis spiritual, sebuah saluran untuk mengekspresikan segala keluh kesah dan harapan kepada Dzat Yang Maha Mendengar. Aktivitas berdoa bersama memberikan ketenangan batin dan kekuatan psikologis, karena individu merasa tidak sendirian dalam menghadapi cobaan.

4. Respon Spiritual yang Damai

Di saat konflik dan penindasan terjadi, Qunut Nazilah adalah bentuk perlawanan yang damai namun sangat kuat. Ia adalah senjata orang beriman yang tidak mengandalkan kekerasan, melainkan mengandalkan kekuatan doa. Ini mengajarkan bahwa respons terhadap kezaliman tidak harus selalu bersifat fisik, tetapi bisa melalui jalur spiritual yang dampaknya diyakini dapat menembus langit.

5. Relevansi dalam Menghadapi Isu Kontemporer

Qunut Nazilah sangat relevan untuk merespons berbagai krisis modern. Dalam menghadapi pandemi global, umat Islam dapat memanjatkan Qunut Nazilah untuk memohon diangkatnya wabah. Ketika terjadi krisis kemanusiaan akibat perang atau penindasan di suatu negara, qunut ini menjadi suara doa bagi mereka yang terzalimi. Saat bencana alam dahsyat melanda, Qunut Nazilah adalah permohonan pertolongan dan kesabaran bagi para korban.

Dengan demikian, Qunut Nazilah bukanlah amalan yang usang. Ia adalah ibadah yang dinamis, relevan, dan akan selalu menjadi bagian penting dari respons spiritual umat Islam dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, menegaskan bahwa dalam setiap kesulitan, pintu pertolongan Allah selalu terbuka bagi mereka yang berdoa.


Sebagai kesimpulan, Qunut Nazilah adalah sebuah ibadah agung yang berakar kuat pada sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia adalah doa khusus yang dipanjatkan di saat-saat genting, ketika umat dihadapkan pada musibah berskala besar. Lebih dari sekadar rangkaian kata, ia adalah cerminan keimanan, kepasrahan, solidaritas, dan harapan. Dengan memahami pengertian, sejarah, tata cara, dan hikmah di baliknya, kita dapat menghidupkan kembali sunnah yang mulia ini sebagai bentuk ikhtiar spiritual kita dalam menghadapi segala ujian, seraya meyakini bahwa setelah kesulitan pasti akan datang kemudahan.