1. Pendahuluan: Fondasi Kebersihan dalam Islam
Dalam ajaran Islam, kebersihan memegang peranan yang sangat fundamental, bahkan dianggap sebagai sebagian dari iman. Konsep ini tidak hanya terbatas pada kebersihan fisik semata, tetapi juga mencakup kebersihan spiritual, hati, dan jiwa. Salah satu pilar utama yang mewujudkan prinsip kebersihan ini adalah Taharah, atau bersuci. Taharah adalah pintu gerbang menuju ibadah, syarat sahnya salat, thawaf, dan banyak amalan suci lainnya. Tanpa taharah yang benar, ibadah seorang Muslim bisa menjadi sia-sia di hadapan Allah SWT.
Kata "taharah" secara etimologi dalam bahasa Arab berarti bersih, suci, atau murni. Dalam terminologi syariat Islam (fiqih), taharah adalah kegiatan menghilangkan hadats (keadaan tidak suci) dan najis (kotoran yang menghalangi ibadah) dari tubuh, pakaian, dan tempat yang digunakan untuk beribadah, menggunakan air suci atau penggantinya (seperti debu). Ini mencakup serangkaian praktik seperti wudhu, mandi wajib, tayammum, dan membersihkan diri dari najis.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 222:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."
Ayat ini jelas menunjukkan betapa Allah mencintai hamba-Nya yang senantiasa menjaga kesucian diri. Nabi Muhammad SAW juga bersabda, "Kebersihan itu sebagian dari iman." Hadits ini semakin mengukuhkan bahwa kebersihan, dalam segala aspeknya, merupakan cerminan dari kedalaman iman seorang Muslim. Oleh karena itu, mempelajari dan mengamalkan taharah adalah kewajiban yang tidak bisa diabaikan bagi setiap Muslim yang ingin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Taharah bukan sekadar ritual tanpa makna. Di baliknya terkandung hikmah dan filosofi yang mendalam. Secara fisik, menjaga kebersihan adalah kunci kesehatan dan pencegahan penyakit. Secara spiritual, bersuci membersihkan hati dari kotoran dosa, menyegarkan jiwa, dan mempersiapkan diri untuk berkomunikasi langsung dengan Allah dalam ibadah. Dengan memahami dan mengamalkan taharah secara benar, seorang Muslim tidak hanya menjaga kebersihan lahiriahnya, tetapi juga kesucian batiniahnya, sehingga setiap amal ibadahnya menjadi lebih bermakna dan diterima di sisi Allah SWT.
2. Jenis-jenis Taharah
Secara garis besar, taharah dalam Islam dibagi menjadi dua kategori utama yang saling melengkapi:
2.1. Taharah dari Hadats
Hadats adalah keadaan tidak suci yang melekat pada diri seorang Muslim yang menghalangi sahnya beberapa ibadah tertentu, seperti salat, thawaf, dan menyentuh mushaf Al-Quran. Hadats terbagi menjadi dua jenis:
2.1.1. Hadats Kecil
Hadats kecil adalah keadaan tidak suci yang disebabkan oleh hal-hal ringan, seperti buang air kecil, buang air besar, buang angin, tidur pulas, atau menyentuh kemaluan dengan telapak tangan. Cara membersihkan diri dari hadats kecil adalah dengan Wudhu.
2.1.2. Hadats Besar
Hadats besar adalah keadaan tidak suci yang disebabkan oleh hal-hal yang lebih besar, seperti junub (setelah berhubungan intim atau keluar mani), haid (menstruasi), nifas (darah setelah melahirkan), atau wiladah (melahirkan). Cara membersihkan diri dari hadats besar adalah dengan Mandi Wajib (Ghusl).
2.2. Taharah dari Najis
Najis adalah kotoran atau benda tertentu yang menurut syariat Islam dianggap kotor dan menghalangi sahnya ibadah. Najis ini bisa mengenai badan, pakaian, atau tempat ibadah. Berbeda dengan hadats yang sifatnya hukmi (tidak terlihat secara fisik namun menghalangi ibadah), najis bersifat materiil (terlihat dan dapat diraba). Membersihkan najis disebut Istinjak atau membersihkan najis secara umum. Najis terbagi menjadi tiga tingkatan:
2.2.1. Najis Mughallazhah (Berat)
Contohnya adalah kotoran anjing dan babi. Cara membersihkannya sangat spesifik dan memerlukan tujuh kali cucian air, salah satunya dicampur dengan tanah.
2.2.2. Najis Mutawassitah (Sedang)
Ini adalah najis yang paling umum, seperti darah, nanah, air kencing, kotoran manusia/hewan, bangkai (selain ikan dan belalang), muntah, dan khamar. Cara membersihkannya adalah dengan menghilangkan zat najisnya, baik warna, bau, maupun rasanya, dengan air suci sampai bersih.
2.2.3. Najis Mukhaffafah (Ringan)
Contohnya adalah air kencing bayi laki-laki yang hanya minum ASI dan belum berusia dua tahun. Cara membersihkannya cukup dengan memercikkan air ke area yang terkena najis tanpa perlu menggosok.
Memahami perbedaan antara hadats dan najis, serta cara membersihkannya masing-masing, adalah kunci utama dalam menjalankan taharah yang benar.
3. Air: Sumber Utama Bersuci
Air adalah elemen paling vital dalam praktik taharah. Dalam Islam, tidak semua jenis air dapat digunakan untuk bersuci. Ada klasifikasi air berdasarkan hukum syariat yang menentukan boleh tidaknya air tersebut digunakan untuk wudhu, mandi, atau membersihkan najis.
3.1. Klasifikasi Air dalam Fiqih
3.1.1. Air Mutlak (Suci dan Menyucikan)
Ini adalah air murni yang sifat aslinya (warna, bau, rasa) tidak berubah dan belum pernah digunakan untuk bersuci dari hadats atau najis. Air mutlak adalah satu-satunya jenis air yang sah dan wajib digunakan untuk bersuci dari hadats maupun najis. Contoh air mutlak meliputi:
- Air Hujan: Air yang turun dari langit.
- Air Laut: Air yang asin dari lautan.
- Air Sungai: Air yang mengalir di sungai.
- Air Sumur: Air yang bersumber dari dalam tanah.
- Air Mata Air: Air yang keluar dari celah bumi.
- Air Salju dan Embun: Setelah mencair menjadi air.
Allah SWT berfirman, "Dan Kami turunkan dari langit air yang suci lagi menyucikan." (QS. Al-Furqan: 48). Hadits Nabi SAW juga menyebutkan tentang air laut, "Airnya suci lagi menyucikan, dan bangkainya halal." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah).
3.1.2. Air Musta'mal (Suci tapi Tidak Menyucikan)
Air musta'mal adalah air mutlak yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu atau mandi wajib) atau membersihkan najis yang banyak dan berubah sifatnya. Air ini statusnya tetap suci, sehingga boleh diminum atau digunakan untuk keperluan lain, tetapi tidak boleh lagi digunakan untuk bersuci dari hadats atau najis lain. Contohnya adalah sisa air dalam wadah setelah seseorang berwudhu atau air yang menetes dari tubuh saat mandi wajib.
3.1.3. Air Mutaghayyir (Berubah karena Bercampur Zat Suci)
Air mutaghayyir adalah air mutlak yang berubah salah satu dari tiga sifatnya (warna, bau, atau rasa) karena bercampur dengan benda suci lain yang tidak bisa dipisahkan darinya, seperti air dicampur sabun, teh, kopi, atau daun-daunan. Jika perubahan itu sedikit dan tidak sampai menghilangkan kemutlakannya, sebagian ulama berpendapat air itu masih suci dan menyucikan. Namun, jika perubahannya signifikan sehingga air tersebut tidak lagi disebut air murni, maka statusnya menjadi suci tetapi tidak menyucikan. Misalnya, air teh atau air kopi murni.
3.1.4. Air Mutanajjis (Bercampur Najis)
Air mutanajjis adalah air yang bercampur dengan najis. Status hukumnya tergantung pada kuantitas air dan apakah sifat air berubah atau tidak:
- Air Sedikit (Kurang dari Dua Qullah): Jika air sedikit (sekitar 270 liter atau kurang) dan terkena najis, maka air tersebut langsung menjadi mutanajjis meskipun sifatnya tidak berubah. Oleh karena itu, tidak boleh digunakan untuk bersuci.
- Air Banyak (Dua Qullah atau Lebih): Jika air banyak (sekitar 270 liter atau lebih) dan terkena najis, maka air tersebut baru dianggap mutanajjis jika salah satu dari tiga sifatnya (warna, bau, atau rasa) berubah karena najis tersebut. Jika tidak ada perubahan, air tersebut tetap suci dan menyucikan, meskipun ada najis di dalamnya (selama najisnya tidak menyebar dan mengubah sifat air).
Nabi SAW bersabda, "Jika air mencapai dua qullah, ia tidak akan membawa najis." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
3.1.5. Air Musyammas (Air yang Terjemur Matahari)
Air musyammas adalah air yang diletakkan dalam bejana logam (selain emas dan perak) dan terjemur di bawah sinar matahari di daerah yang sangat panas. Hukum air ini adalah suci dan menyucikan, namun makruh (tidak dianjurkan) untuk digunakan bersuci pada tubuh karena dikhawatirkan dapat menimbulkan penyakit kulit atau iritasi. Kemakruhan ini bersifat ijtihadi dari sebagian ulama, bukan haram.
3.2. Penggunaan Air dalam Kehidupan Sehari-hari
Memahami jenis-jenis air ini penting tidak hanya untuk ibadah, tetapi juga untuk menjaga kebersihan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan air suci untuk minum, memasak, mencuci pakaian, dan membersihkan rumah adalah bagian integral dari ajaran Islam yang mengedepankan kebersihan dan kesehatan.
4. Bersuci dari Hadats Kecil: Wudhu
Wudhu adalah salah satu bentuk taharah yang paling sering dilakukan oleh seorang Muslim. Wudhu merupakan syarat sahnya salat, thawaf, dan menyentuh mushaf Al-Quran. Tanpa wudhu yang benar, ibadah-ibadah tersebut tidak akan sah.
4.1. Definisi dan Dalil Wudhu
Secara bahasa, wudhu berarti kebersihan dan keindahan. Secara syariat, wudhu adalah menggunakan air suci lagi menyucikan untuk membasuh anggota tubuh tertentu yang telah ditetapkan syariat dengan cara-cara khusus yang dimulai dengan niat.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Ma'idah ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki."
Ayat ini adalah dalil utama kewajiban berwudhu sebelum salat.
4.2. Syarat-Syarat Wudhu
Agar wudhu sah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
- Islam: Wudhu hanya sah bagi seorang Muslim.
- Tamyiz: Sudah dapat membedakan mana yang baik dan buruk (bagi anak-anak).
- Air Mutlak: Menggunakan air yang suci lagi menyucikan.
- Tidak Ada Penghalang Air ke Kulit: Seperti cat, lem, kutek yang tidak tembus air.
- Bersih dari Hadats Besar: Seseorang yang sedang junub atau haid/nifas tidak bisa hanya berwudhu, melainkan harus mandi wajib terlebih dahulu.
- Masuk Waktu Salat (bagi yang memiliki hadats terus-menerus): Seperti orang yang beser atau wanita istihadhah, wudhunya hanya berlaku untuk satu waktu salat.
- Niat: Meniatkan wudhu untuk menghilangkan hadats atau agar diperbolehkan salat.
4.3. Rukun Wudhu
Rukun adalah bagian-bagian inti dari wudhu yang jika ditinggalkan, maka wudhu tidak sah. Merujuk pada QS. Al-Ma'idah: 6, rukun wudhu ada enam:
- Niat: Niat di dalam hati saat memulai membasuh wajah. Niat adalah tujuan yang mendasari suatu perbuatan.
- Membasuh Wajah: Dari tempat tumbuhnya rambut kepala hingga dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri. Harus merata dan mengenai seluruh kulit wajah, termasuk kumis, janggut (jika tipis), dan bulu mata.
- Membasuh Kedua Tangan hingga Siku: Siku harus ikut terbasuh. Dimulai dari ujung jari hingga melewati siku. Dianjurkan mendahulukan tangan kanan.
- Mengusap Sebagian Kepala: Cukup mengusap sebagian kecil kepala. Namun, sunahnya adalah mengusap seluruh kepala.
- Membasuh Kedua Kaki hingga Kedua Mata Kaki: Kedua mata kaki harus ikut terbasuh. Dimulai dari ujung jari kaki hingga melewati mata kaki. Dianjurkan mendahulukan kaki kanan.
- Tertib (Berurutan): Melaksanakan rukun-rukun wudhu secara berurutan sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Quran.
- Muwalat (Berkesinambungan): Melakukan gerakan wudhu secara berurutan tanpa jeda waktu yang lama antara satu gerakan dengan gerakan berikutnya, sehingga anggota wudhu sebelumnya belum mengering. Ini adalah pendapat sebagian ulama, sementara yang lain menganggapnya sunnah.
4.4. Sunah-Sunah Wudhu
Sunah adalah amalan yang dianjurkan untuk menambah kesempurnaan wudhu dan mendapatkan pahala lebih, namun jika ditinggalkan tidak membatalkan wudhu. Beberapa sunah wudhu antara lain:
- Membaca Basmalah: Mengucapkan "Bismillahirrahmannirrahim" di awal wudhu.
- Mencuci Kedua Telapak Tangan: Mencuci telapak tangan hingga pergelangan tangan sebanyak tiga kali di awal wudhu.
- Berkumur (Madhmadhah): Memasukkan air ke dalam mulut lalu mengeluarkannya.
- Menghisap Air ke Hidung (Istinsyaq) dan Mengeluarkannya (Istintsar): Memasukkan air ke hidung lalu mengeluarkannya.
- Menggosok Gigi dengan Siwak: Dianjurkan menggunakan siwak atau sikat gigi sebelum berwudhu.
- Membasuh Seluruh Kepala dan Mengusap Telinga: Mengusap seluruh kepala dari depan ke belakang lalu ke depan lagi, kemudian mengusap telinga bagian luar dan dalam dengan air yang sama.
- Menyela-nyela Janggut dan Jari-jari: Menyela-nyela janggut (bagi laki-laki berjenggot lebat) dan jari tangan serta kaki.
- Mengulang Setiap Basuhan Tiga Kali: Kecuali mengusap kepala, cukup sekali.
- Mendahulukan Anggota Kanan: Membasuh tangan kanan sebelum kiri, dan kaki kanan sebelum kiri.
- Melebihi Batas Basuhan (Gharrul Muhajjalin): Membasuh sedikit lebih tinggi dari siku dan lebih tinggi dari mata kaki.
- Berdoa Setelah Wudhu: Mengucapkan doa setelah selesai berwudhu, seperti "Asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluhu. Allahummaj'alni minat tawwabin, waj'alni minal mutatahhirin."
4.5. Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu
Ada beberapa hal yang menyebabkan wudhu menjadi batal, sehingga seseorang harus berwudhu lagi jika ingin melakukan ibadah yang mensyaratkan wudhu:
- Keluarnya Sesuatu dari Dua Jalan (Qubul dan Dubur): Seperti buang air kecil, buang air besar, buang angin (kentut), madzi (cairan putih bening keluar karena syahwat), wadi (cairan putih keruh setelah kencing), dan darah haid/nifas/istihadhah (jika belum mandi wajib).
- Hilang Akal: Baik karena tidur pulas (yang tidak memungkinkan kesadaran jika batal wudhu), pingsan, mabuk, atau gila. Tidur ringan atau tidur sambil duduk yang tidak mengubah posisi tidak membatalkan wudhu.
- Menyentuh Kemaluan atau Dubur Tanpa Penghalang: Baik kemaluan diri sendiri maupun orang lain, dengan telapak tangan bagian dalam.
- Bersentuhan Kulit Laki-laki dan Perempuan Dewasa yang Bukan Mahram: Ini adalah pendapat mazhab Syafi'i. Mazhab lain berpendapat tidak batal kecuali jika disertai syahwat.
- Makan Daging Unta: Ini adalah pendapat mazhab Hanbali, berdasarkan hadits shahih.
4.6. Tata Cara Wudhu Praktis
Berikut adalah langkah-langkah praktis berwudhu:
- Niat: Berniat dalam hati untuk berwudhu, misalnya: "Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil karena Allah Ta'ala."
- Membaca Basmalah: Mengucapkan "Bismillahirrahmannirrahim".
- Mencuci Kedua Telapak Tangan: Mencuci telapak tangan sampai pergelangan sebanyak tiga kali, sambil menyela-nyela jari.
- Berkumur dan Istinsyaq: Mengambil air, berkumur-kumur, dan menghisap air ke hidung, lalu mengeluarkannya, masing-masing tiga kali. Bisa dilakukan bersamaan atau terpisah.
- Membasuh Wajah: Membasuh seluruh wajah dari batas tumbuhnya rambut kepala hingga dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri, sebanyak tiga kali. Pastikan air merata.
- Membasuh Kedua Tangan hingga Siku: Memulai dari tangan kanan, basuh dari ujung jari hingga melewati siku, sebanyak tiga kali. Lanjutkan dengan tangan kiri dengan cara yang sama. Sela-sela jari juga dibasuh.
- Mengusap Kepala dan Telinga: Mengusap seluruh kepala dari depan ke belakang dan kembali ke depan sekali, lalu mengusap telinga bagian luar dan dalam dengan sisa air yang ada di jari (atau air baru jika tidak cukup), sekali.
- Membasuh Kedua Kaki hingga Mata Kaki: Memulai dari kaki kanan, basuh dari ujung jari kaki hingga melewati mata kaki, sebanyak tiga kali. Pastikan sela-sela jari kaki terbasuh. Lanjutkan dengan kaki kiri dengan cara yang sama.
- Tertib dan Muwalat: Pastikan semua langkah dilakukan secara berurutan dan tidak ada jeda yang terlalu lama antar gerakan.
- Berdoa Setelah Wudhu: Mengangkat kedua tangan dan mengucapkan doa.
4.7. Hikmah dan Manfaat Wudhu
Wudhu memiliki banyak hikmah dan manfaat, baik secara fisik maupun spiritual:
- Kesehatan Fisik: Membersihkan bagian tubuh yang paling sering terpapar kotoran dan kuman (wajah, tangan, kaki), mencegah berbagai penyakit kulit dan infeksi.
- Penyucian Dosa: Nabi SAW bersabda bahwa dosa-dosa kecil akan berguguran bersama tetesan air wudhu dari anggota tubuh yang dibasuh.
- Ketenangan Jiwa: Air memiliki efek menenangkan. Wudhu dapat meredakan amarah dan memberikan kesegaran.
- Persiapan Ibadah: Mempersiapkan seorang Muslim secara fisik dan mental untuk menghadap Allah SWT dalam salat.
- Pembeda di Akhirat: Anggota wudhu akan bersinar pada hari kiamat sebagai tanda pengenal umat Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, wudhu adalah amalan yang sederhana namun memiliki dampak yang sangat besar dalam kehidupan seorang Muslim.
5. Bersuci dari Hadats Besar: Mandi Wajib (Ghusl)
Mandi wajib, atau ghusl, adalah salah satu bentuk taharah yang bertujuan membersihkan diri dari hadats besar. Sama seperti wudhu, mandi wajib adalah syarat sah untuk melakukan beberapa ibadah tertentu seperti salat, thawaf, menyentuh mushaf Al-Quran, dan i'tikaf di masjid. Berbeda dengan wudhu yang hanya membasuh anggota tubuh tertentu, mandi wajib mewajibkan meratakan air ke seluruh tubuh.
5.1. Definisi dan Dalil Mandi Wajib
Secara bahasa, ghusl berarti mengalirkan air ke seluruh tubuh. Secara syariat, ghusl adalah meratakan air suci lagi menyucikan ke seluruh tubuh, dari ujung rambut hingga ujung kaki, dengan niat untuk menghilangkan hadats besar.
Dalil kewajiban mandi wajib terdapat dalam Al-Quran Surah An-Nisa' ayat 43 dan Al-Ma'idah ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi." (QS. An-Nisa': 43)
Juga firman Allah dalam QS. Al-Ma'idah ayat 6 yang telah disebutkan sebelumnya, "Dan jika kamu junub, maka mandilah."
5.2. Sebab-Sebab Mandi Wajib
Ada beberapa kondisi yang mewajibkan seseorang untuk mandi:
- Keluar Mani (Junub): Baik karena mimpi basah, syahwat, atau sebab lainnya, baik dalam keadaan tidur maupun terjaga, bagi laki-laki maupun perempuan.
- Bersetubuh (Jima'): Meskipun tidak keluar mani, jika kemaluan laki-laki telah masuk ke kemaluan perempuan, maka keduanya wajib mandi. Nabi SAW bersabda, "Apabila dua kemaluan bertemu (berhubungan), maka wajib mandi." (HR. Muslim).
- Haid (Menstruasi): Bagi wanita yang telah selesai masa haidnya.
- Nifas: Darah yang keluar dari rahim wanita setelah melahirkan hingga 40 hari (atau sesuai kebiasaan wanita tersebut) dan telah berhenti.
- Wiladah (Melahirkan): Wanita yang baru saja melahirkan, meskipun tidak ada darah nifas yang keluar (seperti melahirkan kering).
- Meninggal Dunia: Kecuali bagi yang mati syahid di medan perang, jenazahnya tidak dimandikan.
- Masuk Islam (bagi sebagian ulama): Bagi orang kafir yang baru masuk Islam, dianjurkan untuk mandi sebagai bentuk penyucian total.
5.3. Syarat-Syarat Mandi Wajib
Syarat sahnya mandi wajib mirip dengan wudhu:
- Islam: Hanya sah bagi seorang Muslim.
- Niat: Niat untuk menghilangkan hadats besar.
- Air Mutlak: Menggunakan air yang suci lagi menyucikan.
- Tidak Ada Penghalang Air ke Kulit: Memastikan tidak ada benda yang menghalangi air sampai ke kulit dan rambut (seperti cat, kutek, atau kotoran yang tebal).
- Hilangnya Haid/Nifas: Bagi wanita, harus dipastikan darah haid atau nifas telah benar-benar berhenti.
5.4. Rukun Mandi Wajib
Rukun mandi wajib hanya ada dua, namun sangat fundamental:
- Niat: Niat di dalam hati untuk menghilangkan hadats besar (misalnya: "Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar karena Allah Ta'ala"). Niat dilakukan saat air pertama kali mengenai tubuh.
- Meratakan Air ke Seluruh Tubuh: Memastikan setiap bagian kulit dan rambut, dari ujung rambut kepala hingga ujung jari kaki, terbasahi oleh air. Ini termasuk bagian-bagian tersembunyi seperti lipatan ketiak, pusar, sela-sela jari, dan kemaluan.
5.5. Sunah-Sunah Mandi Wajib
Meskipun tidak wajib, melaksanakan sunah-sunah mandi akan menyempurnakan ibadah dan mendatangkan pahala:
- Membaca Basmalah: Mengucapkan "Bismillahirrahmannirrahim" di awal mandi.
- Mencuci Kedua Telapak Tangan: Mencuci telapak tangan hingga pergelangan tangan sebanyak tiga kali di awal mandi.
- Membersihkan Kemaluan dan Kotoran: Membersihkan kemaluan dan bagian tubuh lain yang terkena kotoran/najis dengan tangan kiri.
- Berwudhu Terlebih Dahulu: Berwudhu seperti wudhu untuk salat sebelum melanjutkan mandi. Ini adalah wudhu yang sempurna.
- Menggosok Tubuh (Dalk): Menggosok seluruh tubuh dengan tangan saat meratakan air.
- Mendahulukan Bagian Kanan: Menyiram dan menggosok bagian tubuh sebelah kanan terlebih dahulu, baru kemudian bagian kiri.
- Menyela-nyela Rambut: Memastikan air sampai ke pangkal rambut, terutama bagi yang berambut lebat.
- Mengulang Basuhan Tiga Kali: Menyiram setiap bagian tubuh sebanyak tiga kali.
5.6. Tata Cara Mandi Wajib Praktis
Berikut adalah tata cara mandi wajib yang sempurna, menggabungkan rukun dan sunah:
- Niat: Berniat mandi wajib dalam hati.
- Membaca Basmalah: Mengucapkan "Bismillah".
- Mencuci Kedua Telapak Tangan: Mencuci tangan kanan dan kiri sebanyak tiga kali.
- Membersihkan Kemaluan dan Kotoran: Membersihkan kemaluan dan area sekitar yang terkena najis atau kotoran dengan tangan kiri hingga bersih. Setelah itu, mencuci tangan kiri dengan sabun atau menggosoknya ke tanah untuk menghilangkan bau dan bekas najis.
- Berwudhu: Melakukan wudhu sebagaimana wudhu untuk salat, dimulai dari berkumur hingga membasuh kaki.
- Menyiram Kepala: Menyiram kepala sebanyak tiga kali, sambil menyela-nyela rambut hingga air membasahi seluruh pangkal rambut.
- Menyiram Seluruh Tubuh: Memulai dari sisi kanan, menyiram air ke seluruh tubuh bagian kanan dari bahu hingga kaki, sambil menggosok-gosoknya. Ulangi tiga kali.
- Melanjutkan Sisi Kiri: Lakukan hal yang sama untuk tubuh bagian kiri, menyiram dan menggosoknya tiga kali.
- Meratakan Air: Pastikan seluruh tubuh, termasuk bagian tersembunyi seperti ketiak, pusar, sela-sela jari kaki dan tangan, serta lipatan kulit, terkena air.
Setelah selesai, disunahkan untuk tidak langsung mengeringkan badan dengan handuk agar air yang tersisa di badan dapat menjadi saksi kebaikan di hari kiamat, meskipun ada juga yang berpendapat boleh langsung menggunakan handuk.
5.7. Hikmah dan Manfaat Mandi Wajib
Mandi wajib memiliki hikmah yang mendalam:
- Pembersihan Fisik Total: Membersihkan tubuh dari kotoran dan bau setelah aktivitas yang menimbulkan hadats besar, menjaga kesehatan dan kesegaran.
- Penyucian Spiritual: Menghilangkan "keadaan kotor" secara spiritual yang menghalangi seorang Muslim beribadah.
- Ketenangan Jiwa: Merasa bersih, segar, dan suci secara keseluruhan dapat membawa ketenangan batin dan kesiapan untuk beribadah.
- Disiplin dan Ketaatan: Menunjukkan kepatuhan seorang hamba terhadap perintah Allah SWT, bahkan dalam hal-hal yang bersifat kebersihan pribadi.
6. Pengganti Air dan Debu: Tayammum
Islam adalah agama yang mengedepankan kemudahan dan tidak memberatkan umatnya. Jika air tidak tersedia atau tidak dapat digunakan, syariat memberikan rukhsah (keringanan) berupa Tayammum sebagai pengganti wudhu atau mandi wajib. Tayammum adalah bersuci menggunakan tanah atau debu suci.
6.1. Definisi dan Dalil Tayammum
Secara bahasa, tayammum berarti bermaksud atau menuju. Secara syariat, tayammum adalah mengusap wajah dan kedua tangan dengan tanah atau debu yang suci sebagai pengganti wudhu atau mandi wajib dengan syarat-syarat tertentu.
Dalil tayammum terdapat dalam Al-Quran Surah An-Nisa' ayat 43 dan Al-Ma'idah ayat 6:
... وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
"...Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci); usaplah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." (QS. An-Nisa': 43)
Ayat ini dengan jelas menunjukkan kebolehan tayammum dalam kondisi tertentu.
6.2. Sebab-Sebab Diperbolehkan Tayammum
Tayammum diperbolehkan dalam kondisi-kondisi berikut:
- Tidak Ada Air: Baik secara mutlak tidak ditemukan air, atau air ada tetapi tidak cukup untuk bersuci (misalnya hanya cukup untuk minum atau memasak). Termasuk juga jika air berada di tempat yang jauh dan sulit dijangkau, atau berbahaya untuk mengambilnya.
- Sakit: Seseorang yang sakit dan penggunaan air dapat memperparah penyakitnya atau memperlambat proses penyembuhan, berdasarkan keterangan dokter atau pengalamannya sendiri.
- Sangat Dingin: Jika cuaca sangat dingin dan tidak ada alat untuk memanaskan air, serta dikhawatirkan membahayakan kesehatan jika menggunakan air dingin.
- Air Hanya Cukup untuk Minum: Jika seseorang memiliki air dalam jumlah terbatas dan air tersebut sangat dibutuhkan untuk minum bagi dirinya atau hewan peliharaannya, atau untuk memasak.
- Tidak Ada Alat untuk Mengambil Air: Air mungkin ada di sumur, tetapi tidak ada timba atau tali untuk mengambilnya.
- Khawatir Kehabisan Waktu Salat: Jika seseorang khawatir waktu salat akan habis jika ia mencari atau menunggu air.
6.3. Syarat-Syarat Tayammum
Agar tayammum sah, harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Islam: Hanya sah bagi seorang Muslim.
- Sudah Masuk Waktu Salat: Tayammum tidak boleh dilakukan sebelum masuk waktu salat, karena tayammum sifatnya pengganti dan terikat waktu.
- Menggunakan Tanah/Debu yang Suci: Debu atau tanah yang digunakan harus suci, tidak bercampur najis, dan bukan musta'mal (telah digunakan untuk tayammum sebelumnya). Dianjurkan yang memiliki gubarnya (butiran-butiran halusnya).
- Adanya Salah Satu Sebab yang Memperbolehkan Tayammum: Seperti yang disebutkan di atas.
- Niat: Niat untuk diperbolehkan salat atau menghilangkan hadats.
- Telah Berusaha Mencari Air (jika alasannya tidak ada air): Dianjurkan mencari air di sekitar terlebih dahulu.
6.4. Rukun Tayammum
Rukun tayammum ada empat:
- Niat: Niat di dalam hati untuk melaksanakan tayammum agar dapat salat atau menghilangkan hadats.
- Mengusap Wajah: Mengusap seluruh wajah dengan debu yang telah menempel di telapak tangan.
- Mengusap Kedua Tangan hingga Siku: Mengusap kedua tangan dari ujung jari hingga siku, juga dengan debu yang telah menempel di telapak tangan. Mayoritas ulama berpendapat cukup sampai pergelangan tangan, namun yang lebih hati-hati adalah hingga siku.
- Tertib (Berurutan): Melakukan usapan wajah terlebih dahulu, kemudian mengusap kedua tangan.
6.5. Sunah-Sunah Tayammum
Beberapa sunah dalam tayammum:
- Membaca Basmalah: Mengucapkan "Bismillahirrahmannirrahim" di awal tayammum.
- Mendahulukan Anggota Kanan: Mendahulukan tangan kanan sebelum tangan kiri.
- Meniup Kedua Telapak Tangan: Setelah menepuk debu, disunahkan meniup kedua telapak tangan untuk mengurangi debu yang berlebihan.
- Menyela-nyela Jari: Menyela-nyela jari tangan dan kaki jika memungkinkan.
6.6. Hal-Hal yang Membatalkan Tayammum
Tayammum akan batal jika:
- Semua yang Membatalkan Wudhu: Keluarnya sesuatu dari dua jalan, hilang akal, menyentuh kemaluan, dll.
- Menemukan Air (jika alasan tayammum karena tidak ada air): Jika air ditemukan sebelum atau saat salat, tayammumnya batal dan wajib berwudhu/mandi. Jika ditemukan setelah salat, salatnya sah.
- Hilangnya Sebab Diperbolehkannya Tayammum: Misalnya, sembuh dari sakit yang menghalangi penggunaan air.
- Murtad: Keluar dari Islam.
6.7. Tata Cara Tayammum Praktis
Berikut adalah langkah-langkah tayammum:
- Niat: Berniat dalam hati untuk tayammum.
- Membaca Basmalah: Mengucapkan "Bismillah".
- Menepuk Debu Pertama: Menepukkan kedua telapak tangan ke permukaan tanah atau debu yang suci (bisa dinding, batu, atau tanah yang berdebu).
- Mengusap Wajah: Mengusap seluruh wajah dengan kedua telapak tangan yang telah berdebu, sekali usapan.
- Menepuk Debu Kedua (Opsional, menurut sebagian ulama): Menepuk kembali kedua telapak tangan ke permukaan tanah yang suci. Sebagian ulama berpendapat cukup satu kali tepukan untuk wajah dan tangan.
- Mengusap Kedua Tangan: Mengusap tangan kanan dari punggung jari hingga siku (atau pergelangan tangan, sesuai pendapat ulama), lalu tangan kiri dengan cara yang sama.
- Tertib: Memastikan urutan wajah lalu tangan.
6.8. Hikmah dan Manfaat Tayammum
Tayammum menunjukkan keluwesan dan kemudahan dalam Islam:
- Keringanan dalam Ibadah: Memastikan seorang Muslim tetap dapat beribadah meskipun dalam kondisi sulit.
- Menghargai Alam: Mengajarkan penghargaan terhadap elemen alam seperti tanah sebagai sarana bersuci.
- Kesehatan: Menghindarkan diri dari risiko kesehatan jika menggunakan air dalam kondisi darurat.
- Kepatuhan dan Keimanan: Mendidik umat untuk tetap patuh pada perintah Allah dalam kondisi apapun.
7. Bersuci dari Najis: Thaharah Minan Najis
Selain membersihkan diri dari hadats, seorang Muslim juga wajib membersihkan diri, pakaian, dan tempat ibadahnya dari najis. Membersihkan najis disebut istinjak jika berhubungan dengan kotoran dari dua jalan (kemaluan dan dubur), atau secara umum disebut thaharah minan najis.
7.1. Definisi Najis
Najis adalah setiap zat atau benda yang kotor menurut syariat Islam, yang menyebabkan tidak sahnya ibadah tertentu jika mengenai tubuh, pakaian, atau tempat ibadah. Najis berbeda dengan hadats; hadats adalah keadaan tidak suci pada diri seseorang, sedangkan najis adalah materi kotor yang harus dihilangkan.
7.2. Pembagian Najis dan Cara Membersihkannya
Seperti yang telah disinggung di awal, najis dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan cara membersihkannya:
7.2.1. Najis Mughallazhah (Berat)
Ini adalah najis yang paling berat, yaitu kotoran anjing dan babi, termasuk air liur, air kencing, kotoran, dan dagingnya. Dalilnya adalah hadits Nabi SAW tentang anjing: "Apabila anjing menjilat bejana salah seorang di antara kalian, maka basuhlah tujuh kali, salah satunya dengan tanah." (HR. Muslim).
- Cara Membersihkan: Dicuci sebanyak tujuh kali basuhan, salah satunya (diutamakan yang pertama) dicampur dengan tanah atau sabun pengganti tanah. Setelah dicuci, pastikan tidak ada lagi zat, warna, bau, dan rasa najis tersebut.
7.2.2. Najis Mutawassitah (Sedang)
Ini adalah najis yang paling umum. Contohnya meliputi: darah (selain darah haid/nifas yang sedikit dan dimaafkan), nanah, muntah, kotoran manusia dan hewan (yang haram dimakan atau yang halal dimakan tapi kotorannya najis), air kencing manusia dan hewan (yang haram dimakan), bangkai hewan (kecuali ikan dan belalang), madzi, wadi, dan khamar (minuman keras).
Najis mutawassitah dibagi menjadi dua jenis:
- Najis 'Ainiah (Berwujud): Najis yang masih terlihat wujudnya, warnanya, atau tercium baunya.
- Cara Membersihkan: Harus dihilangkan terlebih dahulu wujud, warna, dan baunya. Setelah itu, disiram dengan air suci menyucikan hingga bersih. Jika sangat sulit menghilangkan warna atau bau (misalnya bekas darah yang mengering), maka dimaafkan selama zat najisnya sudah tidak ada.
- Najis Hukmiyah (Tidak Berwujud): Najis yang wujudnya sudah hilang, seperti air kencing yang sudah mengering di lantai tanpa meninggalkan bekas warna atau bau.
- Cara Membersihkan: Cukup dengan menyiramkan air suci menyucikan ke area yang terkena najis tersebut, bahkan cukup sekali siraman.
7.2.3. Najis Mukhaffafah (Ringan)
Contohnya hanya satu, yaitu air kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan padat selain ASI (air susu ibu) dan usianya belum mencapai dua tahun. Air kencing bayi perempuan dan bayi laki-laki yang sudah makan makanan padat bukan termasuk najis mukhaffafah, melainkan mutawassitah.
- Cara Membersihkan: Cukup dengan memercikkan atau menyiramkan air suci menyucikan ke area yang terkena najis, hingga air merata di seluruh area tersebut, tanpa perlu digosok atau diperas.
7.3. Jenis-Jenis Najis Lainnya dan Penjelasan Tambahan
- Madzi: Cairan bening, lengket, dan tidak berbau yang keluar ketika syahwat memuncak atau memikirkan hal-hal seksual. Najisnya mutawassitah. Cukup dicuci bagian yang terkena dan berwudhu.
- Wadi: Cairan putih kental dan keruh yang keluar setelah buang air kecil atau mengangkat beban berat. Najisnya mutawassitah. Cukup dicuci bagian yang terkena dan berwudhu.
- Darah Haid: Najis mutawassitah. Pakaian yang terkena darah haid harus dicuci dengan air, dikucek, dan dihilangkan bekasnya. Jika tidak hilang warnanya, dimaafkan.
- Bangkai: Semua bangkai hewan haram dimakan (kecuali ikan dan belalang) adalah najis mutawassitah. Termasuk bangkai serangga dan hewan kecil jika mengeluarkan darah saat hidup.
- Darah yang Dimaafkan: Darah yang sedikit (misalnya dari luka kecil atau gigitan nyamuk) dimaafkan dan tidak membatalkan salat atau mengharuskan membersihkan pakaian. Darah yang menempel pada daging hewan yang halal disembelih juga dimaafkan.
7.4. Cara Membersihkan Najis pada Benda-Benda Berbeda
Prinsip umum membersihkan najis adalah menghilangkan zat najisnya dengan air suci menyucikan. Namun, ada sedikit perbedaan tergantung jenis benda yang terkena najis:
- Pakaian: Dicuci dengan air hingga najis hilang. Jika najis berat (mughallazhah), ikuti cara khusus anjing/babi. Jika najis sedang (mutawassitah), hilangkan wujud, warna, dan baunya. Jika najis ringan (mukhaffafah), cukup perciki air.
- Badan: Bagian tubuh yang terkena najis harus dicuci hingga bersih dengan air.
- Tempat (Lantai, Tanah, dll.):
- Lantai atau Permukaan Keras: Jika terkena najis mutawassitah, bersihkan zat najisnya lalu siram dengan air hingga bersih.
- Tanah: Jika tanah kering terkena najis, najisnya bisa hilang dengan sendirinya jika sudah mengering dan terkena angin/matahari (pendapat sebagian ulama). Jika tanah basah atau najisnya masih berwujud, cukup disiram dengan air yang banyak di atasnya hingga najisnya larut dan hilang.
- Wadah/Bejana: Dicuci sesuai jenis najisnya. Untuk najis anjing/babi, tujuh kali dengan tanah. Untuk najis mutawassitah, cukup dicuci sampai bersih.
- Makanan dan Minuman: Jika makanan/minuman terkena najis, maka hukumnya menjadi najis dan tidak boleh dikonsumsi.
7.4.1. Istihalah (Perubahan Sifat Najis menjadi Suci)
Istihalah adalah proses perubahan suatu zat najis menjadi zat lain yang suci karena perubahan kimiawi atau fisik. Contohnya:
- Kotoran hewan yang menjadi abu (setelah dibakar).
- Khamar (minuman keras) yang berubah menjadi cuka secara alami (tanpa campur tangan manusia).
- Darah menjadi air mani (perubahan ini tidak ada dalil syar'i kuat).
Dalam pandangan mayoritas ulama, jika istihalah terjadi secara total dan mengubah esensi zat tersebut, maka benda tersebut menjadi suci. Namun, ada perbedaan pendapat dalam detailnya.
8. Istinja' dan Istismar: Etika Bersuci Setelah Buang Air
Istinja' dan istismar adalah bagian integral dari taharah yang berkaitan dengan kebersihan setelah buang air kecil atau besar. Ini menunjukkan betapa Islam memperhatikan detail kebersihan hingga pada hal-hal yang paling pribadi.
8.1. Definisi Istinja' dan Istismar
- Istinja': Adalah membersihkan sisa-sisa kotoran (air kencing atau tinja) dari kemaluan atau dubur menggunakan air.
- Istismar: Adalah membersihkan sisa-sisa kotoran dari kemaluan atau dubur menggunakan benda-benda padat yang suci selain air, seperti batu, tisu, daun kering, atau kain. Istismar dilakukan jika tidak ada air atau airnya sangat terbatas, dan hanya diperbolehkan untuk membersihkan kotoran yang tidak sampai melebar dari tempat keluarnya.
Hukum asal adalah istinja' dengan air. Namun, jika tidak ada air, istismar diperbolehkan.
8.2. Hukum Istinja' dan Istismar
Hukum istinja' adalah wajib bagi setiap orang yang buang air kecil atau buang air besar, untuk menghilangkan najis yang keluar dan membersihkan sisa-sisanya.
Hukum istismar adalah boleh sebagai pengganti istinja' dengan air dalam kondisi tertentu. Idealnya, seseorang menggunakan istismar terlebih dahulu untuk menghilangkan zat kotoran, lalu dilanjutkan dengan istinja' menggunakan air untuk penyucian yang lebih sempurna.
8.3. Alat-Alat yang Boleh Digunakan
- Air: Ini adalah alat terbaik dan paling afdhal untuk istinja'.
- Batu: Disunahkan menggunakan tiga buah batu atau satu batu yang memiliki tiga sisi untuk mengusap tiga kali, sampai bersih.
- Tisu, Kertas Toilet, Daun Kering, Kain: Benda-benda padat yang bersih, tidak licin, dapat menyerap, dan tidak memiliki nilai (seperti makanan atau kitab suci).
8.4. Alat-Alat yang Tidak Boleh Digunakan
- Tulang dan Kotoran Kering: Dilarang keras, karena tulang adalah makanan jin dan kotoran kering adalah makanan hewan, dan juga kotoran hewan itu sendiri najis.
- Makanan: Baik makanan manusia maupun hewan, karena termasuk menyia-nyiakan rezeki.
- Kertas Bertuliskan Nama Allah atau Ayat Al-Quran: Haram menggunakannya karena merendahkan kehormatan syiar Islam.
- Benda Licin: Seperti plastik atau kaca, yang tidak dapat menghilangkan najis secara efektif.
- Tangan Kanan: Makruh (dibenci) membersihkan kemaluan dengan tangan kanan, disunahkan menggunakan tangan kiri.
8.5. Tata Cara Istinja' dan Istismar yang Benar
- Setelah buang air, pastikan sisa-sisa kotoran tidak menyebar luas.
- Gunakan tangan kiri untuk membersihkan.
- Jika menggunakan batu atau tisu (istismar): Bersihkan dengan tiga usapan atau lebih hingga bersih, dimulai dari depan ke belakang untuk dubur, dan sekali usap untuk kemaluan. Pastikan zat, warna, dan bau kotoran telah hilang.
- Jika menggunakan air (istinja'): Siramkan air ke area kemaluan dan dubur, lalu bersihkan dengan tangan kiri hingga benar-benar bersih dan tidak ada lagi sisa kotoran, bau, atau warna.
- Dianjurkan menggabungkan keduanya: Istismar dulu untuk menghilangkan gumpalan najis, lalu istinja' dengan air.
8.6. Adab-Adab Buang Air
Islam mengajarkan adab yang mulia bahkan dalam hal buang air:
- Menjauh dari Pandangan Orang: Mencari tempat yang sepi dan tertutup.
- Tidak Menghadap atau Membelakangi Kiblat: Terutama di tempat terbuka. Jika di dalam bangunan dengan dinding penutup, sebagian ulama membolehkan.
- Tidak Berbicara: Saat buang air, hindari berbicara.
- Tidak Buang Air di Air Tergenang: Karena dapat mencemari dan membahayakan kesehatan.
- Tidak Buang Air di Lubang Hewan: Dikhawatirkan mengganggu atau melukai hewan.
- Tidak Buang Air di Jalan yang Dilewati Orang: Mengganggu kenyamanan dan dapat menyebabkan najis.
- Tidak Buang Air di Bawah Pohon Berbuah: Buah bisa terkontaminasi.
- Tidak Membawa Sesuatu yang Bertuliskan Nama Allah: Untuk menjaga kehormatan syiar.
- Membaca Doa Masuk dan Keluar Toilet:
- Masuk: "Allahumma inni a'udzubika minal khubutsi wal khabaa'its." (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan).
- Keluar: "Ghufranak." (Ampunan-Mu, ya Allah). Atau "Alhamdulillahil ladzi adzhaba 'annil adzaa wa 'aafani." (Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran dariku dan menyelamatkanku).
- Berhati-hati dari Percikan Air Kencing: Menjaga agar air kencing tidak memercik ke badan atau pakaian, karena ini adalah salah satu penyebab azab kubur.
9. Pentingnya Menjaga Kebersihan Lingkungan dan Diri
Konsep taharah dalam Islam tidak hanya berhenti pada ritual bersuci untuk ibadah, tetapi meluas hingga mencakup kebersihan dalam kehidupan sehari-hari, baik kebersihan diri maupun lingkungan. Ini adalah manifestasi dari ajaran Islam yang komprehensif tentang kebaikan dan kesejahteraan.
9.1. Kebersihan Pakaian dan Badan
Selain taharah yang bersifat ritual, menjaga kebersihan pakaian dan badan secara umum adalah anjuran kuat dalam Islam. Seseorang Muslim diharapkan selalu rapi, bersih, dan berbau harum, terutama saat akan berinteraksi dengan orang lain atau menghadiri perkumpulan.
- Mandi Secara Teratur: Mandi setiap hari adalah kebiasaan baik yang dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan kesegaran tubuh.
- Pakaian Bersih: Memakai pakaian yang bersih, bebas dari najis, dan rapi adalah cerminan pribadi Muslim yang baik. Terlebih saat salat, pakaian harus suci dari najis.
- Menggunakan Wangi-wangian: Dianjurkan memakai parfum atau wangi-wangian yang halal, terutama saat akan salat Jumat atau bertemu orang.
9.2. Kebersihan Tempat Tinggal dan Lingkungan
Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, masjid, jalan, dan fasilitas umum lainnya. Lingkungan yang bersih menciptakan suasana yang nyaman, sehat, dan kondusif untuk beribadah maupun beraktivitas sosial.
- Rumah Bersih: Menjaga kebersihan rumah dari kotoran, sampah, dan najis.
- Masjid Bersih: Masjid sebagai rumah Allah harus senantiasa bersih dan harum.
- Tidak Membuang Sampah Sembarangan: Larangan membuang sampah atau kotoran di tempat umum, air tergenang, atau di bawah pohon yang bernaung.
- Membersihkan Jalan: Bahkan menyingkirkan gangguan dari jalanan dianggap sebagai sedekah.
9.3. Kebersihan Makanan dan Minuman
Sumber makanan dan minuman harus dipastikan halal dan thayyib (baik dan bersih). Menjaga kebersihan saat menyiapkan, mengolah, dan menyantap makanan adalah bagian dari ajaran Islam.
- Sumber Makanan Halal: Memastikan makanan berasal dari sumber yang halal dan diproses secara Islami.
- Higiene Dapur: Menjaga kebersihan alat masak dan area dapur.
- Mencuci Tangan Sebelum dan Sesudah Makan: Sunah Nabi SAW yang juga sangat bermanfaat untuk kesehatan.
- Menutup Makanan: Mencegah makanan dihinggapi lalat atau hewan lain yang membawa kuman.
9.4. Etika Batuk dan Bersin
Nabi SAW mengajarkan etika bersin dan batuk untuk mencegah penyebaran kuman:
- Menutup Mulut dan Hidung: Dengan tangan atau kain saat bersin atau batuk.
- Mengucapkan Alhamdulillah: Bagi yang bersin.
- Menjawab Tasymit: Bagi yang mendengar bersin saudaranya mengucapkan "Yarhamukallah" (Semoga Allah merahmatimu).
9.5. Fitrah Kebersihan (Sunnah-Sunnah Fitrah)
Ada beberapa amalan kebersihan yang disebut "sunah-sunah fitrah" yang sangat ditekankan dalam Islam:
- Memotong Kuku: Secara rutin memotong kuku tangan dan kaki.
- Mencukur Rambut Kemaluan: Menjaga kebersihan area intim.
- Mencabut Bulu Ketiak: Menjaga kebersihan dan mencegah bau badan.
- Memotong Kumis: Bagi laki-laki, merapikan atau memendekkan kumis.
- Memanjangkan Jenggot: Bagi laki-laki, memelihara jenggot sebagai fitrah.
- Bersiwak/Sikat Gigi: Menjaga kebersihan mulut dan gigi.
- Istinsyaq (Memasukkan air ke hidung): Saat berwudhu.
- Istintsar (Mengeluarkan air dari hidung): Saat berwudhu.
- Khitan (Sunat): Bagi laki-laki.
Amalan-amalan ini tidak hanya menjaga kebersihan fisik, tetapi juga merupakan bagian dari identitas dan kesempurnaan seorang Muslim.
10. Hikmah dan Filosofi Taharah dalam Kehidupan Muslim
Taharah bukan sekadar daftar aturan yang harus diikuti, tetapi merupakan ajaran yang penuh hikmah dan memiliki dampak luas terhadap kehidupan seorang Muslim, baik secara individu maupun sosial.
10.1. Pendekatan kepada Allah SWT
Taharah adalah kunci ibadah. Tanpa taharah, ibadah-ibadah pokok seperti salat, thawaf, dan menyentuh mushaf Al-Quran tidak sah. Ini menunjukkan bahwa Allah SWT menghendaki hamba-Nya untuk datang menghadap-Nya dalam keadaan yang paling bersih dan suci. Melalui taharah, seorang Muslim merasa lebih dekat, lebih siap, dan lebih khusyuk dalam berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Kesucian fisik menjadi cerminan kesucian hati yang ingin menghadap Ilahi.
10.2. Kesehatan Jasmani dan Rohani
Aspek kesehatan adalah hikmah yang sangat nyata dari taharah. Wudhu membersihkan area tubuh yang sering terpapar kuman. Mandi wajib membersihkan seluruh tubuh. Istinja' mencegah infeksi dan menjaga kebersihan organ intim. Secara tidak langsung, praktik taharah secara rutin merupakan langkah preventif terhadap berbagai penyakit. Selain itu, kesegaran fisik yang didapatkan dari bersuci juga memberikan dampak positif pada kesehatan mental dan rohani, membuat jiwa lebih tenang dan pikiran lebih jernih.
10.3. Ketenangan Hati dan Pikiran
Ketika seseorang merasa bersih secara fisik, ada rasa nyaman dan percaya diri yang muncul. Kotoran dan najis bisa menimbulkan kegelisahan dan rasa tidak nyaman. Dengan taharah, seorang Muslim merasa suci, ringan, dan siap untuk beraktivitas. Ketenangan hati ini sangat penting untuk fokus dalam ibadah dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan positif.
10.4. Tanda Keimanan dan Ketaqwaan
Seperti yang telah disebutkan, "Kebersihan itu sebagian dari iman." Seorang Muslim yang menjaga taharahnya dengan baik menunjukkan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini adalah bukti nyata dari keimanan yang tidak hanya teoretis tetapi juga terwujud dalam praktik nyata. Ketaqwaan tidak hanya diukur dari banyaknya ibadah ritual, tetapi juga dari bagaimana seorang hamba menjaga kesucian dirinya dan lingkungannya.
10.5. Disiplin dan Tanggung Jawab
Praktik taharah membutuhkan kedisiplinan. Seorang Muslim harus menyadari kapan hadats besar atau kecil terjadi, kapan najis menimpa, dan bagaimana cara membersihkannya. Ini melatih tanggung jawab pribadi terhadap kebersihan diri dan ketaatan pada syariat. Disiplin ini juga mengajarkan pengaturan waktu, karena taharah seringkali harus dilakukan sebelum ibadah pada waktu-waktu tertentu.
10.6. Membedakan Muslim dari Umat Lain
Kebersihan dan kesucian adalah ciri khas umat Islam. Nabi Muhammad SAW mengajarkan umatnya untuk menjadi umat yang paling bersih dan paling harum. Kebiasaan berwudhu sebelum salat, mandi secara rutin, membersihkan diri dari najis, dan menjaga kebersihan lingkungan adalah identitas yang membedakan seorang Muslim dan membawa citra positif tentang Islam sebagai agama yang peduli terhadap kebersihan dan kesehatan.
11. Kesimpulan
Taharah adalah pilar fundamental dalam Islam yang meliputi kebersihan fisik dan spiritual. Ia merupakan kunci pembuka gerbang ibadah, syarat sahnya salat, thawaf, dan banyak amalan suci lainnya. Dari definisi hingga praktiknya, taharah mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga kesucian diri dari hadats (keadaan tidak suci) dan najis (kotoran yang menghalangi ibadah), menggunakan air suci atau penggantinya seperti debu.
Melalui wudhu, seorang Muslim membersihkan hadats kecil; melalui mandi wajib, hadats besar dihilangkan; dan melalui tayammum, keringanan diberikan saat air tidak tersedia. Lebih dari sekadar ritual, taharah juga mencakup etika bersuci setelah buang air (istinja' dan istismar) serta anjuran kuat untuk menjaga kebersihan diri, pakaian, makanan, dan lingkungan secara menyeluruh.
Hikmah di balik ajaran taharah sangatlah mendalam: ia mendekatkan kita kepada Allah, menjaga kesehatan jasmani dan rohani, memberikan ketenangan jiwa, menjadi tanda keimanan, serta menumbuhkan disiplin dan tanggung jawab. Islam adalah agama yang paripurna, mengajarkan kebersihan lahiriah sebagai cerminan kesucian batiniah. Oleh karena itu, mari senantiasa mengamalkan dan membiasakan diri untuk bertaharah dengan benar, sehingga setiap langkah hidup dan ibadah kita senantiasa diridhai oleh Allah SWT.